Jl. Prof. M. Yamin No. 77 Kab. Sijunjung

VALUE FOR MONEY SEBAGAI PENGENDALI BELANJA PEMERINTAH

Oleh: Dito Mahar Putro

(Opini Harian Singgalang, Rabu 23 Maret 2022)

 

KONSEP VALUE FOR MONEY

Instansi pemerintah, baik instansi pusat maupun daerah merupakan lembaga sektor publik yang bertugas mengemban amanat rakyat dalam bentuk pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pelayanan tersebut, instansi pemerintah menggunakan dana APBN maupun APBD yang bersumber dari pajak, retribusi serta pungutan lainnya yang telah dibayar oleh masyarakat. Pemerintah selaku penyedia barang publik perlu menyadari fungsi sosial (public service) yang diemban dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kinerja publik yang diselenggarakan pemerintah seringkali dianggap sebagai cerminan kualitas penyelenggaraan birokrasi secara umum. Pengukuran kinerja ini kemudian berguna untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan yang dijalankan suatu instansi pemerintah.

Salah satu alat pengendali sekaligus alat ukur untuk mengetahui kinerja pelaksanaan anggaran pemerintah yang direalisasikan melalui belanja pemerintah dapat menggunakan skema alat ukur yaitu Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). IKPA ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, dengan memfokuskan pada prinsip Value For Money (VFM), kinerja pelaksanaan anggaran yang direalisasikan ini untuk mengukur belanja pemerintah. Ringkasnya mencakup ekonomi, efisiensi dan efektivitas serta kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan dalam pengelolaan anggaran pemerintah.

Penilaian kinerja pelaksanaan anggaran birokrasi ini penting, sebagai bentuk akuntabilitas kinerja birokrasi dalam pelaksanaan anggaran yang telah direncanakan. Penilaian pertama adalah ekonomisasi yakni kesesuaian dengan perencanaan yang telah ditetapkan, seperti kesesuaian antara anggaran yang direncanakan dengan yang direalisasikan sehingga menghasilkan keluaran (output) dan dampak (outcome) sesuai perencanaan. Bentuk konkretnya adalah menggambarkan kinerja apakah sesuai dengan perencanaan sesuai dengan yang telah ditetapkan atau terdapat deviasi. Kemudian yang kedua adalah Efisiensi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja dalam melaksanakan operasionalisasinya sehari-hari. Ketiga yaitu efektivitas yang berhubungan dengan program-program yang telah direncanakan tercapai sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan dan tepat sasaran. Selanjutnya yang terakhir dan tak kalah penting yaitu kepatuhan terhadap regulasi. Pelaksanaan anggaran akan lebih ekonomis, efektif dan efisien jika mematuhi regulasi yang ada, sehingga keluaran dan dampak yang dihasilkan dapat terlihat nyata dan bermanfaat bagi masyarakat. Ekonomis mencakup output yakni fungsionalisasi kegiatan dapat dirasakan oleh pengguna layanan/masyarakat dan outcome merupakan dampak pelayanan yang diberikan birokrat terhadap masyarakat, memiliki nilai tambah seperti pelayanan menjadi cepat, memuaskan, meningkatkan kesejahteraan dan transparan Efisien apabila penyelesaian tagihan tidak terhambat atau sampai dengan disalurkan kepada yang berhak sesuai ketentuan, efektif jika proses penyelesaian disiplin dan tepat waktu serta sesuai dengan perencanaan anggaran. Serta yang terakhir adalah berpedoman pada regulasi dan ketentuan yang ada, sehingga konsep value for money memiliki keterkaitan dengan disiplin dan kepatuhan terhadap regulasi dalam pengelolaan anggaran pemerintah.

 

VALUE FOR MONEY MENEKAN SLOW BACK-LOADED EXPENDITURE

Permasalahan umum yang sering terjadi dalam belanja barang dan jasa pemerintah adalah pola penyerapan anggaran yang sering diistilahkan sebagai “slow back-loaded expenditure” atau realisasi anggaran tersendat-sendat. Pola ini adalah penyerapan yang memiliki pola penyerapan anggaran belanja rendah di awal tahun sampai dengan pertengahan tahun dan meningkat secara signifikan di akhir tahun. Pola rendahnya penyerapan di awal tahun cenderung menjadi permasalahan yang klasik dalam tata kelola pelaksanaan anggaran pemerintah. Oleh karena itu, Value For Money yang diwujudkan dalam indikator kinerja pelaksanaan anggaran sebagai salah satu alat pengendali pelaksanaan anggaran, dinilai sudah tepat untuk mengatasi pola yang berulang kali ini. Semakin cepat penyerapan maka kebermanfaatan belanja pemerintah akan semakin nyata, sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi di daerah yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Belanja pemerintah atau government spending merupakan salah satu komponen yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menstabilkan perekonomian melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara. Pengeluaran pemerintah mencakup belanja barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pelayanan dan penyediaan barang/jasa publik (Public Goods). Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Sijunjung sebagai salah satu unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan memiliki tugas melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum negara dengan salah satu tugasnya adalah penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) belanja pemerintah. Pencairan dana atas beban APBN dilakukan setelah dilakukan pengujian terhadap surat perintah pembayaran (SPM) yang diterbitkan oleh mitra kerja satuan kerja vertikal Kementerian/Lembaga yang ada di daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian pengeluaran pemerintah atau government spending melalui belanja barang dan jasa pemerintah dilakukan oleh satuan kerja sebagai unit vertikal Kementerian/Lembaga dalam melaksanakan pelaksanaan sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Pada KPPN Sijunjung tempat penulis bekerja, data tren realisasi dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, serapan belanja satuan kerja Kementerian/Lembaga pengelola APBN melalui KPPN Sijunjung telah menunjukkan pola pengendalian yang menyesuaikan dengan rencana target dan cenderung tidak mengalami perilaku peningkatan “dadakan” di akhir periode fiskal. Pengendalian prioritas untuk menekan slow back-loaded expenditure yang pertama ada pada indikator penetapan target-realisasi satuan kerja dalam penyerapan setiap triwulan, yang ditentukan dengan persentase belanja dengan komposisi triwulan I sampai dengan triwulan IV sesuai presentase yang telah ditetapkan. Kemudian yang kedua, pengendalian anggaran dilakukan terhadap rencana dan realisasi setiap triwulan, yakni menilai kesesuaian perencanaan anggaran dibanding realisasi setiap triwulan. Semakin tinggi deviasi yang dihasilkan maka nilai kesesuaian terhadap perencanaan dengan pelaksanaan anggaran semakin rendah. Untuk meminimalisir deviasi, satker perlu disiplin melakukan revisi rencana penarikan dana pada halaman III Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) setiap awal bulan triwulan berkenaan. Selanjutnya, indikator yang ketiga adalah pengendalian yang dilakukan melalui target penyelesaian tagihan yaitu tagihan paling lambat disampaikan 17 hari kerja setelah serah terima pekerjaan/kegiatan dilaksanakan. Satker perlu meningkatkan kedisiplinan terhadap penyelesaian tagihan, harapannya tagihan dapat segera disampaikan dan tidak dilakukan menunggu akhir tahun anggaran. Indikator prioritas terakhir adalah pengendalian melalui capaian output belanja pemerintah, yang mengukur realisasi anggaran dibanding dengan realisasi output kegiatan yang dihasilkan. Semakin besar deviasi antara realisasi anggaran dengan realisasi output menunjukkan kinerja pelaksanaan anggaran yang dikelola oleh satuan kerja tersebut belum berprinsip pada ekonomisasi. Selanjutnya, regulasi yang merupakan pondasi yang harus dipatuhi dan dipenuhi dalam setiap tahapan pengelolaan anggaran pemerintah.

Signifikansi peranan value for money terhadap indikator kinerja pelaksanaan anggaran prioritas tersebut di atas sangat berperan penting. Pertama, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan melalui pengendalian indikator target penyelesaian tagihan. Dengan mempercepat penyelesaian tagihan, diharapkan realisasi dapat cepat terserap dan tersalurkan kepada penerima yang berhak serta tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. Efisiensi dan efektivitas juga dilaksanakan melalui indikator penetapan target realisasi satuan kerja. Dengan target-target yang telah ditentukan setiap triwulannya dan dapat disesuaikan sebagaimana indikator penetapan target-realisasi, satuan kerja dapat disiplin dalam merealisasikan anggarannya, sehingga penyerapan anggaran akan lebih efisien dan efektif. Ekonomisasi berkaitan dengan ketercapaian output kegiatan melalui indikator capaian output. Semakin tinggi presentase realisasi anggaran sewajarnya sama dengan presentase output yang dihasilkan, sehingga output kegiatan yang dihasilkan satuan kerja pemerintah dapat berjalan untuk melayani atau menyediakan barang/jasa publik (Public Goods). Meskipun demikian, keterkaitan dengan indikator-indikator lainnya sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, tidak boleh diabaikan, karena saling melengkapi dan berkaitan dalam rangka peningkatan akuntabilitas kinerja pelaksanaan anggaran.

 

SIMPULAN

Keterjadian slow back-loaded expenditure pada pelaksanaan anggaran setiap tahunnya berpotensi akan terus terjadi. Meskipun demikian, dengan adanya alat pengendalian pelaksanaan anggaran melalui Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran, faktor penumpukan belanja di akhir tahun dapat diminimalisir sehingga efektivitas penyerapan anggaran akan semakin meningkat. Penilaian kinerja pelaksanaan anggaran pemerintah tidak hanya mengatasi permasalahan penumpukkan belanja tetapi juga sebagai bentuk akuntabilitas kinerja pemerintah dalam penggunaan APBN. Indikator-indikator yang ada dalam penilaian kinerja pelaksanaan anggaran berkaitan erat dengan Value For Money (VFM), yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas serta kepatuhan terhadap regulasi. Sehingga pada akhirnya belanja pemerintah benar-benar dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, bermanfaat bagi masyarakat luas dan menjadi stimulus dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional serta pertumbuhan ekonomi regional. 

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

 

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

        

 

PENGADUAN

 

Search