Jl. Prof. M. Yamin No. 77 Kab. Sijunjung

Peran Alokasi Dana Desa  Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Desa

oleh: Arliza Yurita
Kepala Seksi Bank KPPN Sijunjung
 

               

Dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014  tentang Desa pada pasal 4 dinyatakan bahwa pengaturan Desa antara lain bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; serta. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional. Sampai saat ini masih sangat sedikit desa yang mampu mengembangkan potensinya. Hal ini disebabkan selama ini desa lebih banyak diposisikan sebagai obyek pembangunan sehingga sangat menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat. 

Untuk bisa mewujudkan tujuan pembangunan desa  maka segenap lembaga dan tokoh masyarakat perlu mengenali potensi apa saja yang ada baik fisik maupun non-fisik dan memahami bagaimana strategi dan cara mengembangkan potensi tersebut agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Selain itu pengembangan potensi desa harus diseuaikan dengan permasalahan kehidupan atau kebutuhan masyarakat agar hasilnya benar-benar bisa dirasakan untuk meningkatkan kesejahteraan secara luas sesuai tujuan yang telah disepakati bersama.

Sejalan dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maka guna mendukung keberhasilan pembangunan desa dimana pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan  Alokasi Dana  Desa (ADD). Alokasi Dana Desa merupakan bentuk bantuan transfer dana dari pemerintah kepada pemerintah Desa. Besaran alokasi Desa yang diterima desa bervariasi tergantuang pada kondisi dan faktor potensi yang dimiliki 

Dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentng Desa disebutkan bahwa tujuan penyaluran dana desa adalah sebagai bentuk tanggungjawab negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya dana Desa diharapkan dapat menciptakan pemangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak dikucurkan pada tahun 2005, alokasi dana desa telah banyak memberikan kontribusai nyata dalam pembangunan desa. Sampai dengan tahun 2022 alokasi Dana Desa telah menghasilkan beragam capaian output berupa infrastruktur dalam pembangunan desa di Indonesia.  Capaian alokasi Dana desa dibidang infrastruktur tersebut telah memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi namun tidak mempunyai pengaruh terhadap pengurangan kemiskinan di desa (Ruwasna dan Aryani : 2019). Hal ini antara lain disebabkan karena pembangunan infrastruktur bersifat jangka pendek. Sedangkan dalam jangka menengah dan jangka panjang pembangunan infrastruktur tidak menunjukan pengaruh yang berarti terhadap pertumbuhan ekonomi Desa. Oleh karena itu untuk kesinambungan pembangunan Desa perlu di lakukan reorientasi kebijakan alokasi Dana Desa dalam mendukung keberhasilan pembangunan Desa.

Salah satu strategi penting dalam meningkatkan kesejahteraan masayarakt desa dalam pembangunan adalah pembangunan ekonomi desa. Pembangunan ekonomi desa adalah suatu proses dimana pemerintah desa dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah desa dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (Arsyad : 2019) . Dengan pembangunan ekonomi desa dapat menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan mayarakatnya  menikmati kehidupan yang kraeatif, sehat dan juga memiliki angka harapan hidup yang tinggi.

Banyak kebijakan pembangunan ekonomi desa yang diimplementasikan oleh pemerintah untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Kebijakan tersebut dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya kebijakan yang digulirkan masih dalam bentuk pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika kebijakan berakhir maka keluaran kebijakan tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang.

Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi Desa  antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan keterampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek (PERHEPI, 2004). Kenyataan ini pada akhirnya menyebabkan kurang maju nya perekonomian Desa/Nagari yang pada giliran nya menyebabkan rendahnya Daya Saing Desa.

Dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini maka salah satu permasalahan yang menjadi tantangan bagi pembangunan di pedesaan adalah masalah daya saing desa. Daya saing  berkaitan dengan kemampuan desa dalam  meningkatkan perekonomian Desa sehinga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

 Daya saing desa merupakan akar dari daya saing daerah, ditingkat lebih tinggi yaitu daya saing regional dan nasional. Daya saing desa yang kuat diyakini akan membuat daya saing regional dan nasional juga akan kuat. Apalagi peran desa sangat penting mengingat jumlah penduduk miskin di pedesaan jauh lebih besar daripada penduduk miskin di kawasan perkotaan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peningkatan daya saing desa merupakan agenda penting yang harus mendapatkan perhatian serius dari pelaku kebijakan dan masyarakat Desa itu sendiri.

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Desa

Pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah/daerah atau Local economic development (LED)  merupakan salah satu alternatif kebijakan dalam meningkatkan keberhasilan pembangunan ekonomi wilayah/daerah dan Desa. Melalui pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah atau daerah diharapkan akan mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Desa dan memperluas kesempatan kerja yang lebih memadai dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Disamping itu dengan pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah atau daerah juga akan lebih meningkatkan daya saing Desa dalam kompetisi baik Tingkat Daerah, regional bahkan Nasional.

               Dalam konteks pembangunan wilayah terdapat beberapa kebijakan  pembangunan ekonomi desa yang terus berevolusi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan dinamika permasalahan yang di hadapi. Kebijakan pembangunan ekonomi desa tersebut dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu 1) Kebiajakan pembangunan dari atas ; 2) kebijakan pembangunan dari bawah ; 3) kebijakan pembangunan ekonomi desa  itu sendiri. Ketiga kebijakan tersebut saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain menurut situasi dan kondisi serta permasalahan yang dihadapi. Kebijakan pembangunan ekonomi  dari atas memiliki kelemahan yakni timbulnya kesenjangan antar wilayah dimana wilayah yang lebih kecil akan sulit berkembang karena eksploitasi sumber daya oleh wilayah yang lebih besar.  Sementara itu, kebijakan pembangunan dari bawah sebetulnya memiliki muatan yang bagus tetapi seringkali lemah dalam implementasi, sehingga kebijakan ini cenderung bersifat utopia.

               Tujuan pembangunan ekonomi Desa adalah membangunan kapasitas ekonomi Desa dalam rangka untuk meningkatkan masa depan perekonomian dan kaulitas hidup semua komponen yang ada dalam Desa. Dengan demikian pembangunan ekonomi Desa adalah suatu proses dimana masyarakat, bisnis dan mitra non pemerintah dari seluruh sektor bekerja secara kolektif untuk menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumuhan ekonomi dan pemciptaan lapangan kerja yang memeadai.

               Oleh karena itu dapat dipahami bahwa kebijakan pembangunan ekonomi desa didasarkan pada faktor Basis atau keunggulan sumber daya yang dimiliki yang berfungsi sebagai pengungkit yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan kapasitas perekonomian Desa yang akan menjadi keunggulan  Desa. Dengan kata lain pembangunan ekonomi  desa akan dapat meningkatkan Daya Saing  Desa.

Penguatan Platform Kelembagaan

Dalam konsep pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah atau daerah, forum kemitraan mewadahi terjalinnya hubungan tanggungjawab antara pemerintah (aparat dan wakil rakyat), swasta (perusahaan, lembaga keuangan, pedagang, dan produsen), dan masyarakat (warga komunitas, LSM, dan lembaga pendukung lainnya) dalam suatu forum. Forum kemitraan dapat dikejawantahkan dalam penyiapan dan penguatan platform kelembagaan. Kelembagaan dari forum kemitraan dilakukan dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sistem kelembagaan yang sudah berjalan. Inisiasi awal dapat dilakukan oleh pemerintah ataupun instutusi lain untuk mendorong terciptanya kelembagaan.

Forum kemitraan yang terdiri dari lintas pelaku ini diperlukan untuk mengawal dan mendukung aktivitas dari klaster ekonomi yang sudah dibentuk. Kelembagaan ini dapat terdiri dari lembaga yang berfungsi melakukan eksekusi kegiatan seperti Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD), kelompok pelaku usaha, kelompok penunjang usaha, Business Development Services (BDS). Mengingat beragamnya pemangku kepentingan, maka hal paling mendasar yang perlu dilakukan dalam forum kemitraan adalah penilaian (assessment) terhadap eksistensi dan aspirasi pemangku kepentingan. Metode yang cukup representatif dalam penilaian terhadap eksistensi dan aspirasi pemangku kepentingan tersebut adalah analisis pemangku kepentingan.

Paling tidak ada tiga elemen penting dalam analisis pemangku kepentingan yang perlu mendapatkan perhatian. Ketiga elemen tersebut adalah : (1) pemangku kepentingan itu sendiri yaitu baik perorangan maupun kelompok; (2) partisipasi (keterlibatan); dan (3) keterkaitan (engagement) sebagai bentuk dari partisipasi yang tidak hanya bernuansa konsultasi semata. Oleh karena itu, dalam analisis pemangku kepentingan perlu dipahami alur lingkar operasionalisasi kegiatan (dalam hal ini forum kemitraan) mengingat eksistensi lembaga ini memiliki dimensi sosial kemasyarakatan yang cukup majemuk dan dinamis.

Monitoring dan evaluasi merupakan aspek krusial dalam melihat perkembangan kegiatan dan bahan masukan untuk umpan balik perbaikan dan penyempurnaan forum kemitraan. Monitoring dan evaluasi semestinya berlandaskan prinsip partisipatif (participatory monitoring and evaluation). Implementasinya, kriteria dan indikator kegiatan dirancang secara kolektif oleh semua pemangku kepentingan berdasarkan prinsip efisiensi, efektifitas, dan relevansi atau kesesuaian .

Peningkatkan daya saing Desa melalui Alokasi Dana Desa

Konsep daya saing muncul akibat dari kondisi persaingan yang ada dalam perekonomian. Persaingan terjadi antar pelaku ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Keuntungan bagi perusahaan adalah berupa laba, sedangkan untuk suatu daerah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Konsep daya saing daerah ini semakin berkembang, dari daya saing nasional dari menuju daya saing internasional . Bahkan penerapan konsep daya saing ini diterapkan juga dalam perencanaan daya saing daerah dan Desa (Bappeda Jawa Tengah, 2012). Melalui program produk  unggulan Desa (One Village One Product ), konsep daya saing saat ini sudah diaplikasikan pada tingkat desa.

Dalam rangka meningkatkan daya saing desa maka untuk saat ini perlu dilakukan reorientasi fokus penyaluran Alokasi Dana Desa dari pembangunan infrastrukur ke pembangunan ekonomi Desa yang berkelanjutan. Dengan kebijkan pembangunan ekonomi desa maka penyaluran Dana Desa di arahkan kepada sektor basis yang mempunyai potensi yang tinggi. Dengan langkah ini maka akan melahirkan produk unggulan Desa yang gilirannya akan meningkatkan daya saing Desa.

Secara teoritis, sinergi kebijakan pembangunan ekonomi Desa dan pembangunan pedesaan dalam upaya peningkatan daya saing desa akan terwujud apabila identifikasi dan analisis klaster ekonomi serta pembentukan forum kemitraan berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akan tetapi, implementasinya memerlukan kesamaan persepsi dan jalinan komitmen berikut konsolidasi dalam bentuk kolektifitas perencanaan dan keputusan partisipatif antar para pemangku kepentingan. Untuk itu, perlu disusun langkah strategi (road map strategy) guna menjembatani dan sekaligus merealisasikan sinergi kebijakan tersebut.

Paling tidak ada lima langkah strategi kebijakan yang perlu diupayakan dalam mewujudkan implementasi sinergi kebijakan pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah atau daerah dan pembangunan pedesaan dalam upaya peningkatan daya saing desa. Kelima langkah strategi tersebut adalah penyiapan dan penguatan platform kelembagaan, pemetaan dan analisis kondisi klaster ekonomi desa, penyusunan rencana tindak dan rencana bisnis, implementasi, serta monitoring dan evaluasi. Penyiapan dan penguatan platform kelembagaan diperlukan sebagai fondasi awal berjalannya sinergi kebijakan kebijakan pembangunan ekonomi yang bebasiskan wilayah atau daerah dan pembangunan pedesaan dalam upaya peningkatan daya saing desa.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

        

 

PENGADUAN

 

Search