PMK 19/2025: Inovasi Keuangan Negara Untuk Pangan Rakyat
Oleh : Aditya Pratama Sony (Pelaksana Seksi VeraKI)
PMK Nomor 19 Tahun 2025 adalah Peraturan Menteri Keuangan yang secara khusus mengatur investasi pemerintah pada Perum Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam rangka pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Peraturan ini resmi ditetapkan pada tanggal 3 Maret 2025 dan mulai berlaku sejak 6 Maret 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerbitan Peraturan Menteri Keuangan ini sebagai bentuk dukungan konkret terhadap ketahanan pangan nasional serta stabilisasi harga beras dan gabah di tingkat petani dan konsumen. Dalam PMK ini, Perum BULOG ditunjuk sebagai operator investasi pemerintah sejak 24 Januari 2025, yang berarti BULOG memegang peran utama dalam pengadaan gabah atau beras produksi dalam negeri untuk membentuk CBP.
Secara substantif, PMK ini mendefinisikan bahwa pengadaan CBP melalui BULOG merupakan investasi langsung dari pemerintah dengan tujuan ekonomi dan sosial. Investasi ini menggunakan dana APBN yang dipindahbukukan dari kas umum negara ke Rekening Investasi Bendahara Umum Negara (RIBUN) yang kemudian dicairkan ke BULOG sesuai rencana investasi pemerintah. Peraturan Menteri Keuangan ini juga mengatur bahwa pembelian gabah atau beras oleh BULOG harus mengacu pada harga pembelian pemerintah yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan volume pembelian aktual BULOG dari petani dalam negeri, sehingga dapat dipastikan bahwa CBP yang terbentuk betul-betul mendukung petani lokal secara langsung.
Nilai investasi pemerintah ke BULOG mencakup tiga komponen utama yaitu nilai pengadaan CBP, saldo pokok dana investasi yang belum disalurkan, serta penerimaan piutang dari penyaluran CBP. Dengan mekanisme ini, setiap dana yang telah dikeluarkan untuk membeli beras atau gabah kembali menjadi cadangan modal melalui sistem revolving fund, yang memungkinkan BULOG menggunakan kembali dana penerimaan dari pelepasan CBP untuk pengadaan selanjutnya. Berdasarkan Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah (PKIP) yang disusun oleh Komite Investasi Pemerintah (KIP), imbal hasil investasi dihitung sebagai persentase dari total akumulasi dana investasi pemerintah dan harus disetor kembali ke RIBUN paling lambat satu bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp 16,6 triliun melalui APBN sebagai investasi awal kepada BULOG untuk memperkuat CBP dengan menyerap produksi gabah dan beras dari petani lokal menjelang Lebaran 2025. Nilai ini mencerminkan upaya serius pemerintah untuk menjaga ketersediaan pangan nasional serta sekaligus memberikan kepastian harga bagi petani. Dalam praktiknya, dana tersebut digunakan BULOG untuk membeli komoditas dari petani sesuai harga acuan, sehingga mendukung stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan petani. Selain itu, pemerintah juga terus menekankan pentingnya pengelolaan investasi ini secara transparan, profesional, dan bebas korupsi sesuai dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan.
Untuk menjaga nilai dan efektivitas investasi, PMK mensyaratkan BULOG melakukan manajemen risiko dan pengendalian internal yang memadai. Jika terjadi penurunan nilai investasi, BULOG berkewajiban memulihkan nilai tersebut sesuai ketentuan hukum. Indikator kinerja investasi juga ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai penanggungjawab keuangan negara, yang menjadi tolak ukur keberhasilan investasi dalam hal ketepatan sasaran, efisiensi, dan imbal hasil nyata yang dapat diukur .
Meski PMK ini difokuskan pada CBP, kebijakan ini sejalan dengan langkah diversifikasi ketahanan pangan yang lebih luas. Pemerintah juga menerapkan program pengadaan Cadangan Jagung Pemerintah (CJP) dengan target menyerap sekitar 1 juta ton jagung lokal melalui BULOG. Dana yang dialokasikan untuk program tersebut diperkirakan mencapai Rp 6 triliun, dengan harga acuan sekitar Rp 5.500/kg pada kondisi kadar air tertentu (18–20 %). Ini menunjukkan arah kebijakan ketahanan pangan yang tidak semata berorientasi pada beras, melainkan juga merambah komoditas lain sebagai bentuk diversifikasi strategi pangan nasional. Dengan adanya agenda diversifikasi ini juga diharapkan terjadinya koordinasi antar Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Kepolisian Rakyat Indonesia yang di momen bersamaan juga ditugaskan untuk melaksanakan Program Tanam 1 Juta Hektar Jagung untuk realisasi swasembada pangan sehingga Polri juga turut serta dalam mendukung BULOG dalam pengawasan, distribusi, dan kesiapan infrastruktur penyerapan jagung.
Keunggulan kebijakan ini terletak pada kepastian hukum bagi BULOG dan investor publik, sekaligus arah yang jelas untuk menjaga stok pangan lewat mekanisme investasi yang berputar. Dengan sistem revolving fund, pemerintah tidak perlu terus menerus menyediakan tambahan modal besar setiap tahun, sehingga beban fiskal APBN menjadi lebih efisien dalam jangka panjang. Petani pun mendapatkan harga pembelian yang stabil dan transparan, sementara konsumen diharapkan menikmati harga pangan yang relatif stabil meskipun dalam musim atau tekanan pasar tertentu. Selain itu, sistem ini menjaga momentum jangka panjang ketahanan pangan nasional dan memberikan manfaat ekonomi berupa imbal hasil bagi APBN yang dikelola KIP dan BULOG secara akuntabel.
Namun, tantangan tidak bisa diabaikan. Pertama, skala investasi sebesar Rp 16,6 triliun memerlukan transparansi dan akuntabilitas tinggi dalam pelaksanaannya. Jika mekanisme pengadaan dan pelaporan tidak berjalan baik, efektivitas investasi dan kepercayaan publik bisa terganggu. Kedua, pengelolaan dana oleh BULOG harus mampu menghadapi risiko seperti fluktuasi harga komoditas, risiko kualitas gabah atau beras yang tidak sesuai standar, serta potensi keterlambatan penyaluran CBP. Ketiga, koordinasi antar lembaga seperti Kemenkeu, Bapanas, Kementan, BULOG, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus berjalan lancar agar pengadaan, pengawalan, distribusi, dan pelaporan berjalan selaras dan tepat waktu. Semua ini menuntut kapasitas internal BULOG dan Komite Investasi Pemerintah yang mumpuni serta sistem monitoring dan evaluasi yang efektif.
Secara keseluruhan, PMK Nomor 19 Tahun 2025 hadir sebagai instrumen kebijakan fiskal dan ketahanan pangan yang inovatif: menyediakan investasi pemerintah untuk CBP melalui BULOG, dengan modal awal Rp 16,6 triliun, sistem diperkuat melalui investasi langsung yang mengutamakan kesejahteraan petani, stabilitas harga pangan, dan efisiensi fiskal lewat sistem revolving fund. Dukungan eksternal seperti pengadaan jagung menunjukkan arah kebijakan komprehensif untuk menangani ketahanan pangan tidak hanya dari sisi pasokan beras, tetapi juga komoditas strategis lain. Yang menentukan keberhasilan kebijakan ini adalah bagaimana manajemen risiko, akuntabilitas pengelolaan dana, serta koordinasi antar lembaga dapat berjalan secara optimal, sehingga manfaat ekonomi dan sosial dari investasi ini benar-benar dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan mulai dari petani sampai konsumen dan negara.