Sungaipenuh

Literasi Perbendaharaan

Seputar KPPN Sungai Penuh

Setelah Flexible Working Space, Kapan Flexible Working Hour?

Kementerian Keuangan telah menerapkan Flexible Working Space atau Fleksibilitas Tempat Bekerja dalam pola tata kerja baru. Hal ini telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan nomor 223/KMK.01/2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (FWS) di lingkungan Kementerian Keuangan. Bentuk FWS yang diterapkan saat ini adalah: (1) Ruang Kerja Bersama pada kantor yang sudah menerapkan konsep tempat kerja activity based workplace, (2) Work from home dan Work from homebase, dan (3) lokasi lain yang telah memiliki sarana dan fasilitas yang mendukung. Latar belakang penerapan FWS adalah untuk membuat organisasi yang adaptif dan agile. Memberikan fleksibilitas lokasi kerja kepada pegawai dan mengoptimalkan penggunaan system informasi dan teknologi.

Bentuk FWS yang pertama adalah ruang kerja Bersama/open space. Maksudnya adalah tidak ada kursi khusus (no dedicated seat) yang diperuntukkan bagi seorang pegawai. Prinsipnya adalah siapa yang datang terlebih dahulu, maka mendapatkan prioritas meja kerja. Mereka dapat bekerja di meja kerja yang berbeda setiap harinya, tergantung pada selera pegawai itu sendiri. Manfaat dari ruang kerja bersama adalah membangun budaya egaliter antara atasan dan bawahan serta meniadakan sekat-sekat birokrasi yang biasanya terjadi antara atasan dan bawahan. Hal ini mendukung suasana kerja yang kolaboratif di antara pegawai.

Selanjutnya adalah work from home (WFH) dan work from homebase (WFHb) adalah jenis FWS dimana seorang pegawai tetap bekerja dalam jam kerja resmi, namun tidak berada di kantor melainkan di rumah atau kediaman pegawai itu sendiri. Seorang pegawai yang ditugaskan atau mendapat giliran untuk WFH/WFHb diwajibkan untuk melakukan presensi pada jam kerja sesuai dengan aturan jam kerja pegawai yang berlaku pada saat pegawai bekerja di kantor/Work At Office (WAO). Tujuan pemberlakuan sistem kerja ini adalah 1) untuk mengurangi mobilitas pegawai khususnya dalam masa pandemi COVID-19, dan 2) memberikan kesempatan pegawai untuk tetap dekat dengan keluarganya. Sistem kerja ini menitikberatkan pada penyelesaian tugas atau pekerjaan secara online. Baik itu tugas administratif, rapat-rapat maupun pengambilan keputusan. Sistem kerja ini memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang seperti jaringan internet dan perangkat komunikasi. Di Kota besar, sistem kerja seperti ini sangat efektif untuk diterapkan, namun lain hal bila di daerah/kota kecil dimana jaringan internet maupun sarana lainnya masih terbatas. Selain itu terdapat pula moral hazard, dimana pegawai melakukan presensi namun bekerja kurang optimal karena masih beranggapan bahwa WFH/WFHb adalah “libur”. Perlu adanya pengawasan dari atasan maupun pimpinan unit tehadap kinerja pegawai yang bekerja secara WFH dan WFHb.

Sistem kerja FWS terakhir adalah bekerja pada lokasi lainnya yang mendukung. Saat ini beberapa unit kerja di Kementerian Keuangan telah menerapkan Satelite Office. Artinya pegawai bekerja tidak berada di kantor asalnya, namun bekerja di kantor atau unit lainnya yang menyediakan sarana dan fasilitas yang mendukung. Sistem kerja ini merupakan terobosan dalam modernisasi dan digitalisasi system kerja di Kementerian Keuangan. Apalagi Kementerian Keuangan memiliki banyak unit kerja vertical yang berada di daerah seperti KPP, KPPN dan KPBC. Bisa jadi seorang pegawai KPPN dapat mengerjakan tugas-tugasnya di KPP, begitu pula sebaliknya. Namun keberadaan satellite office saat ini masih terbatas di beberapa instansi saja. Harapannya adalah satellite office tidak hanya berlokasi pada unit kerja Kementerian Keuangan saja, namun bisa berlokasi di ruang kerja bersama Kementerian lainnya, kantor swasta, BUMN dan lain sebagainya sepanjang kinerja pegawai efektif dan termonitor oleh pimpinan unit asalnya maupun atasan langsungnya.

Namun tidak semua pegawai dapat melaksanakan FWS. Terdapat beberapa persyaratan seorang pegawai dapat melaksanakan FWS seperti yang tercantum dalam KMK nomor 223/KMK.01/2020, yaitu : (1) memiliki NPKP bernilai baik minimal satu tahun sebelumnya, (2) Tidak dalam proses pemeriksaan terkait hukuman disiplin atau sedang menjalani hukuman disiplin dan (3) dapat bekerja secara mandiri, bertanggung jawab, berkomunikasi efektif dengan atasan, rekan kerja dan pihak lain serta responsive dalam terhadap instruksi penugasan. Persyaratan pertama dan kedua adalah persyaratan yang mudah dipahami karena bersifat kuantitatif dan obyektif. Sedangkan persyaratan ketiga adalah persyaratan yang bersifat kualitatif dan subyektif. Maksudnya adalah persyaratan pertama dan kedua dapat dilihat berdasarkan berkas surat-surat resmi atau naskah yang sudah tercantum atau dikeluarkan terhadap seorang pegawai. Sedangkan persyaratan ketiga adalah berdasarkan pertimbangan subyektif dari atasan maupun pimpinan unit kerja.

Terdapat satu hal yang masih perlu menjadi perhatian dan dapat peluang perbaikan yaitu tidak semua pegawai memiliki beban kerja yang sama dalam suatu waktu. Maksudnya adalah dalam rentang waktu jam kerja pegawai dimungkinkan seorang pegawai memiliki beban kerja yang berbeda dengan pegawai lainnya. Dimungkinkan ada pegawai yang memiliki beban kerja tinggi pada pagi sampai siang hari seperti pegawai yang bertugas sebagai petugas layanan (front office dan customer service officer), ada juga pegawai yang memiliki beban kerja tinggi pada siang sampai sore hari seperti pegawai di bagian middle atau back office bahkan terdapat pegawai tertentu yang memiliki beban kerja pada malam hari seperti petugas yang menjaga stabilitas server aplikasi, programmer aplikasi dan lain sebagainya. Selain jam kerja dapat dimungkinkan seorang pegawai bekerja pada waktu weekend atau pada saat pegawai umum lainnya berlibur.

Ketentuan hari dan jam kerja di lingkungan Kementerian Keuangan telah ditetapkan melalui  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor  211/PMK.01/2014 tentang Hari dan Jam Kerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Di situ telah disebutkan bahwa hari kerja adalah hari kerja yang dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Jumat, kecuali hari libur nasional dan libur khusus yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan jam kerja pegawai ditetapkan sebanyak 42 jam dan 45 menit dalam satu minggu, dimulai dari pukul 7.30 sampai dengan 17.00 dengan waktu istirahat siang selama 45 menit.

Selanjutnya telah diterbitkan PMK nomor 93/PMK.01/2018 tentang Perubahan Kedua PMK nomor  214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin dalam Kaitannya dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satu poin yang diatur adalah adanya flexi time. Apa itu flexi time? Flexi time adalah kebijakan untuk memilih fleksibilitas jam kerja terbatas dimana seorang pegawai dapat memilih fleksibiltas maju maupun fleksibilitas mundur jam kerja. Fleksibilitas maju adalah apabila pegawai melakukan mengisi presensi paling cepat 30 menit sebelum jam kerja maka diberikan penyesuaian jam pulang kerja lebih cepat secara proporsional. Begitu juga sebaliknya untuk fleksibilitas mundur, dimana pegawai dapat melakukan presensi paling lambat 30 menit setelah jam masuk kerja dan menggantinya secara proporsional pada jam pulang kerja.

Namun flexi time yang berlaku saat ini tetap berpedoman atau mengacu pada hari dan jam kerja regular. Sedangkan saat ini yang belum diatur adalah sistem kerja menggunakan system Flexible Working Hours (FWH) dimana pegawai bebas untuk memilih waktu kerjanya sendiri dan tidak terikat pada jam masuk dan pulang resmi yang ditetapkan. FWH adalah sistem waktu kerja yang memberikan kewenangan pegawai untuk mengatur sendiri jam kerja mereka selama semua output terpenuhi dan outcome tercapai. Meskipun bebas, namun waktu kerja yang ditetapkan seharusnya berpedoman kepada jumlah jam kerja yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan yaitu 42 jam dan 45 menit dalam satu minggu.  Misalkan seorang pegawai ingin bekerja hanya 4 hari dalam seminggu, maka ia akan bekerja selama sekitar 10 jam 30 menit dalam sehari. Dia bebas memilih mulai jam kerja pada pukul berapa asalkan secara total memenuhi jangka waktu kerja tersebut. Sistem kerja seperti ini telah diterapkan pada perusahaan swasta dan asing yang memberlakukan jam kerja fleksibel kepada karyawannya yang biasanya adalah perusahaan startup yang dikelilingi oleh milenial muda serta tidak mengharuskan karyawan pergi ke kantor. 

Perusahaan multinasional misalnya, mereka mempekerjakan karyawan dari berbagai negara dengan zona waktu yang berbeda dan dilakukan secara online sehingga ruang kerjanya adalah ruang kerja virtual. Dimana jam kerja tidak dapat ditentukan sama untuk semua pegawai yang tersebar di berbagai negara. Namun yang menjadi acuan kinerja pegawai adalah tetap pada output dan outcome pegawai. Perusahaan memegang prinsip bahwa jam berapapun karyawan masuk, asalkan pekerjaan selesai dan waktu yang digunakan memenuhi jumlah jam yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja.

Mengapa hal ini perlu diatur juga di Kementerian Keuangan? Karena saat ini kondisi keuangan tidak hanya ditentukan pada jam kerja sesuai zona waktu di Indonesia semata, namun perlu mencermati perkembangan global dunia yang bisa saja berubah pada saat malam hari atau hari libur di Indonesia. Selain itu, penerapan FWH adalah untuk menuju organisasi yang agile dan adaptif, perlu untuk mengakomodir kondisi para pekerja yang saat ini banyak diisi oleh generasi milenial. Sehingga organisai Kementerian Keuangan tidak pernah tidur atau istirahat, selalu bekerja selama 24 jam dalam 7 hari.

Adapun manfaat implementasi FWH antara lain:

  1. Pegawai lebih produktif

Dengan memilih jam kerjanya sendiri, pegawai diharapkan lebih produktif dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dikarenakan tidak semua pegawai memiliki jam produktif yang sama untuk setiap orang.

  1. Pegawai senantiasa dalam mood yang positif

Pegawai yang dapat memilih jam kerjanya sendiri diharapkan memiliki mood kerja yang selalu positif.

  1. Pegawai dapat merencanakan tugas dengan baik

Dengan menerapkan FWH, pegawai dituntut untuk merencanakan tugas dan menyelesaikannya dengan baik.

  1. Pegawai lebih bahagia

Penerapan FWH memungkinkan seorang pegawai bekerja dimanapun bahkan di rumah bersama dengan keluarganya. Dengan memperbanyak interaksi dengan keluarga, diharapkan pegawai lebih nyaman dan bahagia.

Namun penerapan FWH ini tidak dapat diterapkan di seluruh unit kerja dan seluruh pegawai. Terdapat pegawai dan unit kerja tertentu yang mengharuskan tetap bekerja pada hari dan jam kerja regular. Seperti contohnya adalah pada unit layanan masyarakat. Unit atau instansi tersebut tidak dimungkinkan suatu unit kerja layanan dapat fleksible mengatur jam layanannya sendiri kepada masyarakat. Sehingga perlu diperhatikan dalam penerapan FWH adalah sebagai berikut:

  1. FWH tidak boleh mengganggu jam layanan kepada masyarakat atau stakeholder.
  2. FWH tidak bisa menghentikan roda jalan organisasi
  3. Pengawasan kinerja harus tetap terjaga.

Dengan penerapan FWS dan FWH di lingkungan Kementerian Keuangan, harapannya organisasi Kementerian Keuangan menjadi organisasi yang modern, adaptif, agile dan tentu saja produktif dalam pengelolaan keuangan negara.

 

Artikel ini dibuat oleh Ragil Prihadi, Kepala Subbagian Umum KPPN Sungai Penuh dan telah diterbitkan di Forum Perbendaharaan pada tanggal 8 November 2021.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search