Navigasi Ekonomi di Masa Transisi

Oleh: Fahmi Trisnadi, Pelaksana pada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup

 

Masa transisi pemerintahan sering dianggap membawa angin segar berupa harapan baru. Namun demikian, tak jarang pula menimbulkan berbagai tantangan yang dapat memengaruhi berbagai sektor. Sebagai contoh, saat transisi dari Presiden Barack Obama ke Donald Trump di Amerika Serikat pada tahun 2016-2017. Pergantian itu membawa perubahan signifikan dalam isu imigrasi, perdagangan, dan lingkungan. Pemerintah Amerika Serikat saat itu menerapkan kebijakan tarif 25% pada barang-barang Tiongkok senilai sekitar US$250 miliar, menyebabkan ketegangan perdagangan kedua negara. Selain itu, masa transisi juga menciptakan perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan. Hal ini ditandai dengan rotasi atau pengunduran diri lebih dari 40 pejabat tinggi dalam beberapa bulan pertama pemerintahan Trump.

Di Indonesia, pelantikan Presiden dilakukan bulan Oktober lalu. Perhatian masyarakat tertuju pada keputusan-keputusan penting yang akan diambil selama masa transisi. Keputusan tersebut akan menjadi penentu masa depan ekonomi Indonesia. Tantangan dan peluang di bidang ekonomi tak lepas menjadi sorotan utama pada masa transisi ini. Menurut laporan World Bank “Indonesia Economic Prospects”, terdapat proyeksi positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2025. Namun, memburuknya ketentuan perdagangan, ketidakpastian geopolitik, dan deflasi, menjadikan stabilitas ekonomi makin penting di masa transisi. Oleh karena itu, kebijakan APBN 2025 diharapkan tidak hanya mencerminkan visi baru pemerintahan, tetapi juga mampu mengatasi tantangan yang ada dan mampu membangun fondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Tantangan Ekonomi dalam Masa Transisi

Masa transisi pemerintahan di Indonesia kerap dihadapkan pada sejumlah tantangan ekonomi yang kompleks, terutama ketika kepemimpinan baru berupaya menyesuaikan prioritas kebijakan dengan visi yang diusung. Salah satu tantangan terbesar adalah ketidakpastian geopolitik global, yang dapat berdampak langsung terhadap kinerja ekspor Indonesia. Ketegangan di pasar global dan perubahan dalam dinamika perdagangan internasional dapat memperburuk terms of trade Indonesia, yaitu perbandingan harga barang ekspor dan impor. Ketidakpastian ini berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global. Terutama dalam sektor komoditas seperti batubara, minyak kelapa sawit, gas alam, minyak, karet, dan timah, yang sangat bergantung pada stabilitas harga internasional.

Tantangan berikutnya adalah terkait deflasi yang terjadi selama lima bulan beruntun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2024 Indonesia mengalami deflasi 0,12%. Kondisi ini merupakan deflasi terdalam dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir. Deflasi ditandai dengan penurunan harga-harga barang dan jasa secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Sederhananya, uang yang beredar di masyarakat makin berkurang bukan semata-mata karena mereka tidak ingin berbelanja, melainkan karena pendapatan mereka sudah menurun, sehingga daya beli mereka ikut terpengaruh. Karena itu, di masa transisi dibutuhkan kebijakan fiskal yang mendukung peningkatan daya beli masyarakat. Dalam APBN 2025, pengelolaan bantuan sosial dan pembukaan lapangan kerja melalui pembangunan infrastruktur perlu dioptimalkan untuk mengembalikan kepercayaan konsumen dan mendukung pengeluaran rumah tangga, sehingga dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Tantangan lainnya datang dari sisi fiskal. Dalam APBN 2025, total pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp2.996,9 triliun, yang mencakup penerimaan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun, penerimaan non-pajak sebesar Rp505,4 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp0,6 triliun. Defisit anggaran untuk 2025 diproyeksi meningkat menjadi 2,53% dari PDB dibandingkan tahun 2024 sebesar 2,29%. Sebagian besar dipicu oleh peningkatan pengeluaran sosial dan menurunnya pendapatan dari sektor komoditas akibat harga yang fluktuatif. Meskipun masih dalam batas yang diperbolehkan oleh undang-undang, yaitu defisit 3% dari PDB, kenaikan ini tetap menjadi tanda bahwa ruang fiskal untuk pengeluaran tambahan cukup terbatas. Pemerintah harus menyeimbangkan pengeluaran yang lebih besar dengan upaya peningkatan pendapatan negara, agar stabilitas fiskal tetap terjaga dalam jangka panjang.

 

Peluang Ekonomi dalam APBN 2025

Peluang ekonomi dalam APBN 2025 berfokus pada beberapa aspek strategis yang dapat mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia. Pertama, pengembangan sumber daya manusia melalui investasi di sektor pendidikan dan pelatihan keterampilan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Selain itu, dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia melalui akses kredit dan bantuan teknis juga akan memperkuat daya saing.

Kedua, penguatan investasi infrastruktur menjadi prioritas utama, termasuk proyek infrastruktur fisik dan digital. Program ini akan meningkatkan konektivitas dan efisiensi distribusi barang dan jasa antarwilayah. Hal ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung sektor konstruksi serta manufaktur.

Ketiga, transformasi digital dan peralihan menuju ekonomi hijau merupakan peluang jangka panjang yang makin relevan di era modern. Pemerintah dapat mendorong inovasi digital di sektor-sektor seperti teknologi informasi, kesehatan, dan pendidikan, serta membuat kebijakan ekonomi hijau. Transisi menuju energi terbarukan dan pengembangan infrastruktur ramah lingkungan akan menciptakan peluang investasi baru dan berkelanjutan, serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.

Keempat, penurunan suku bunga global terutama di Amerika Serikat sebagai dampak kebijakan Federal Reserve dengan suku bunga pada kisaran 4,75%-5,0% menciptakan kondisi yang baik bagi Indonesia untuk mendorong investasi di sektor-sektor penting yang berfokus pada pembangunan infrastruktur hijau dan ekonomi inklusif. Biaya pinjaman yang lebih rendah, baik sektor publik maupun swasta, memberikan ruang yang lebih luas untuk mengembangkan proyek-proyek strategis yang mendukung transformasi digital dan transisi ke ekonomi hijau. Sektor swasta juga dapat memperluas investasi domestik karena modal yang lebih terjangkau, sehingga memperkuat sinergi antara sektor publik dan swasta dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Selain itu, diversifikasi ekspor dan penguatan industri kreatif akan mengurangi ketergantungan pada komoditas tradisional seperti hasil pertanian, perkebunan, dan mineral, serta memperkuat sektor-sektor baru seperti manufaktur teknologi dan ekonomi hijau. Dengan demikian, APBN 2025 tidak hanya bertujuan untuk mengatasi tantangan yang ada, tetapi juga menciptakan ruang fiskal yang lebih besar bagi program-program strategis, sehingga dapat memperkuat daya tahan ekonomi dalam menghadapi tantangan global.

 

Fokus Utama APBN 2025

Fokus utama APBN 2025 adalah mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Strategi ini mencakup upaya untuk memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok yang rentan. Guna mencapai hal tersebut, Pemerintah berencana untuk meningkatkan investasi dalam sektor-sektor yang dapat menciptakan lapangan kerja, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pertumbuhan inklusif juga akan didorong melalui penguatan UMKM, yang diharapkan dapat berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian.

Reformasi pajak menjadi langkah krusial dalam APBN 2025 untuk meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah akan memperluas basis pajak dan memperkuat penerimaan dengan memperbaiki sistem perpajakan, sehingga mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mendukung program-program pembangunan. Selain itu, pengendalian defisit dan utang negara menjadi perhatian utama. Pemerintah akan berusaha menjaga keseimbangan fiskal dalam batas yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Masa transisi pemerintahan diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian, dengan fokus pemerintah pada stabilitas dan kesinambungan kebijakan. Meskipun terdapat tantangan global seperti ketidakpastian geopolitik dan deflasi, Indonesia tetap optimis menghadapi masa transisi ini dengan baik melalui langkah-langkah strategis yang telah dirumuskan dalam APBN 2025.

Seperti yang dikatakan oleh Albert Camus, peraih Nobel Sastra tahun 1957, dalam esainya yang berjudul Return to Tipasa, “In the depth of winter, I finally learned that within me there lay an invincible summer”. Bahkan di tengah perubahan yang sulit sekalipun, selalu ada harapan dan kesempatan untuk menemukan arah baru. Utamanya dalam memberikan arah navigasi ekonomi jangka panjang, sembari memastikan keterlibatan semua stakeholder dalam mewujudkan visi ekonomi yang lebih baik.

 

 

Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.

 

Copyright ©2024 ASEAN Treasury Forum - All Rights Reserved By DJPb.



Search