O P I N I

Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun.

“Victoria Concordia Crescit”: Sebuah Kolaborasi Menuju Indonesia Net Zero Emission

Net Zero Emission dan Ekonomi Hijau

Victoria Concordia Crescit, sebuah kalimat sakral bagi Dial Square FC yang berarti Kemenangan Tumbuh dari Keharmonisan. Tak hanya semboyan yang tersemat pada logo atau merchandise sebuah klub sepak bola, tetapi ini adalah istilah yang kaya akan nilai positif dan universal. Nilai ini dipegang teguh klub sepak bola yang kemudian dinamai Arsenal, sebuah klub yang berawal dari sekelompok pekerja pabrik senjata di daerah Woolwich, distrik selatan kota London, Inggris, bertarikh 11 Desember 1886. Maknanya, pihak internal yang harmonis dan saling menghargai merupakan fondasi untuk meraih kejayaan. 

Lebih jauh tentang makna harmoni, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikannya sebagai pernyataan rasa, aksi, gagasan, dan minat; keselarasan; keserasian. Tak heran jika Arsenal pernah menjadi satu-satunya klub sepak bola yang meraih gelar juara Premier League tanpa pernah kalah sekalipun.

Belajar dari Arsenal dalam meraih kemenangan melalui semboyan magisnya, begitu juga dengan Indonesia dalam mencapai visi kemenangan yang tertuang dalam Indonesia Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), yaitu menuju emisi nol bersih (net zero emission) pada 2050. Diperlukan sinergi dalam sebuah harmoni, baik masyarakat adat, perkotaan dan pedesaan, pengusaha, perbankan, pemerintah, badan layanan umum, serta BUMN, dalam menjalankan peran dan aksi. Sasarannya, berkontribusi pada tujuan global dan mencapai tujuan pembangunan nasional, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara pengurangan emisi, pertumbuhan ekonomi, keadilan, serta pembangunan ketahanan iklim.

Ada empat faktor yang memengaruhi kesadaran lingkungan. Pertama, faktor ketidaktahuan. Menurut Amos (2008), sadar dapat diartikan sebagai tahu. Ketika seseorang dikatakan tidak sadar maka orang tersebut tidak memiliki pengetahuan mengenai lingkungan. Maka dapat disimpulkan bahwa ketidaktahuan seseorang dapat memengaruhi kesadaran lingkungannya. 

Kedua, faktor kemiskinan. Miskin merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan menjadi salah satu sumber masalah sosial karena mereka lebih fokus kepada pemenuhan kebutuhan daripada menanggapi isu-isu lingkungan.

Ketiga, faktor kemanusiaan. Kemanusiaan berarti sifat-sifat manusia atau secara manusia. Manusia adalah makhluk berakal yang mampu memilih mana yang benar dan salah. Jika seseorang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi maka ia akan memperhatikan hal yang dapat menyelamatkan banyak manusia dan tidak merugikan manusia lainnya. Oleh sebab itu seseorang dengan tingkat kemanusiaan yang tinggi akan lebih sadar lingkungan sehingga dapat menjaga lingkungan demi kepentingan bersama. 

Keempat, faktor gaya hidup. Gaya hidup seseorang dapat berpengaruh pada tingkat kesadarannya terhadap lingkungan. Jika seseorang memiliki gaya hidup hijau maka ia akan memperhatikan apa yang mereka lakukan terhadap lingkungan. Minatnya akan tertuju pada segala sesuatu yang ramah lingkungan dan opininya pun memiliki pertimbangan menyelamatkan lingkungan (Amos, 2008).

Maka dari itu kesadaran dan kepedulian terhadap perubahan iklim bisa dibilang sebuah privilege. Padahal hal tersebut memengaruhi hajat hidup orang banyak dalam waktu yang sangat dekat. Diperlukan kepemimpinan untuk dapat menerjemahkan apa relevansi perubahan iklim terhadap kebutuhan kita sebagai masyarakat Indonesia dan global, dan terdapat kans emas bagi Indonesia untuk menjadi pionir dalam isu pencegahan dan penanganan perubahan iklim ini. Siapa pun yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa pasti juga mempunyai sikap hormat akan ciptaan Tuhan baik satwa, flora, dan kelestarian alam. Dalam hal ini Indonesia telah memiliki tumpuan yang kuat dari sisi ideologi, yaitu Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa mengemban peran sebagai “steward of the earth. 

Tindakan sadar yang dilakukan manusia terhadap lingkungan hendaknya bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia terhadap lingkungan. Tujuan utama lainnya adalah untuk memperbaiki lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini banyak isu lingkungan yang masih belum dapat terselesaikan, padahal lingkungan sangat berpengaruh dalam semua aspek kehidupan dan dampaknya cukup signifikan terhadap kehidupan manusia (Kollmuss & Agyeman, 2002). 

Data menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari total bencana yang ada di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi. Dokumen roadmap Nationally Determined Contribution (NDC) Adaptasi Perubahan Iklim pada tahun 2020 juga menyatakan bahwa potensi kerugian dapat mencapai 0,66 persen s.d. 3,45 persen PDB pada tahun 2030. Dalam merespons dampak perubahan iklim ini, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement ke dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change. UU ini menjadikan Indonesia wajib memenuhi guidelines dalam menahan laju perubahan iklim tidak mencapai 1,5 derajat Celcius setelah masa industri. 

Kemudian pada tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan dokumen Enhanced NDC yang disusun untuk lebih memutakhirkan kebijakan-kebijakan nasional terkait perubahan iklim, yang berisi penguatan target NDC menjadi 31,89 persen secara mandiri dan 43,2 persen dengan bantuan luar negeri. Berjalan secara paralel dan bertahap, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca akan terharmonisasi dengan kebijakan jangka panjang Indonesia yang telah menyusun Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 sebagai bentuk komitmen mendukung transisi berkelanjutan menuju ekonomi rendah karbon. 

Strategi ekonomi hijau sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial dapat diterapkan, sembari secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi. Hal ini perlu didukung dengan ekonomi sirkular yang lebih berfokus pada optimalisasi penggunaan sumber daya, seperti memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan. Kombinasi dari implementasi hal tersebut menjadi sebuah jalan harmoni antara menjaga alam dan dapat mendatangkan cuan finansial. Teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran juga dapat membantu manusia menjaga kelestarian alam. 

Penerapan peta jalan sampah perusahaan dalam mendaur ulang plastik yang limbahnya tidak dapat luruh di alam adalah salah satu penerapan ekonomi sirkular. Kebijakan baru yang dikeluarkan pada 2019 tentang extended producer responsibility (EPR) memicu tren ekonomi sirkular dan mendorong pertumbuhan social entrepreneur di masyarakat maupun pembangunan industri recycling botol berbahan polyethylene terephthalate (PET) di sisi produsen. 

Hasil daur teknologi pengolahan PET memproses plastik menjadi food grade recycled plastik resin yang diminati industri botol, bantal guling, otomotif bahkan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol. Ekonomi sirkular yang terus tumbuh dan berkembang diharapkan mampu mengubah pandangan pelaku industri yang saat ini masih melihat limbah industri atau limbah konsumsi sebagai sampah yang tidak mempunyai nilai tambah menjadi sebuah komoditas yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses produksi.

Di sisi lain data firma riset Wood Mackenzie menyebutkan bahwa Indonesia masuk dalam salah satu pemilik sumber panas bumi terbesar di dunia. Indonesia memiliki potensi sumber daya 29 megawatt yang merupakan potensi panas bumi terbesar di dunia. Namun, pada Desember 2021 dengan kapasitas terpasang panas bumi tercatat mencapai 2,3 gigawatt, Indonesia menempati nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. 

Gairah investasi panas bumi di Indonesia mulai membara sejak pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Peraturan tersebut meregulasi beli-jual listrik panas bumi berdasarkan batas atas sesuai kapasitas pembangkit listrik atau ceiling price

Selain itu, teknologi dari Jerman yang sudah diterapkan di Tanah Air yaitu refuse derived fuel (RDF) juga mampu mengolah sampah menjadi bahan bakar. Pemanfaatan sampah sebagai energi biomassa melalui RDF dapat menggantikan penggunaan batu bara yang tidak ramah lingkungan. Sampah yang diolah menjadi energi terbarukan rendah emisi menjadi alternatif bahan bakar yang digunakan pada sektor industri dan PLTU untuk menggantikan batu bara pada proses pembakaran. Berdasarkan studi dari KLHK hasil olahan sampah menjadi RDF dapat memberikan substitusi tiga persen dari kebutuhan batu bara, dengan harga yang lebih murah pula. Terlibatnya beberapa perusahaan dan PLTU adalah bentuk peran nyata pihak swasta dalam mendukung regulasi hijau atau green industry dengan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.

 

Kontribusi 

Pemerintah dapat terus mendorong pengembangan energi ramah lingkungan dengan menyelaraskan kebijakan pro-energi bersih untuk mendukung rencana PT Pertamina Geothermal Energy melepas saham perdana ke publik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah tecermin dari adanya penerapan konsep Green Building

Menurut Green Building Council Indonesia (GBCI) Green Building adalah bangunan baru yang direncanakan dan dilaksanakan, atau bangunan yang sudah terbangun yang dioperasikan dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan. Di sisi lain, kemajuan teknologi pun menyebabkan bangunan menjadi bagian dari beban lingkungan hidup yang besar. Hal ini didukung oleh data yang menyatakan bahwa bangunan menyerap sebesar 40 persen sumber energi dunia. Kini perancang pembangunan dapat berfokus pada usaha konservasi dan efisiensi energi bangunan atau yang disebut dengan konsep Net Zero Energy Building (Magdalena & Tondobala, 2016).

Indonesia mempunyai sejumlah sekolah yang menerapkan hal tersebut yaitu SDN Ragunan 08, SDN Grogol Selatan 09, SDN Duren Sawit 14, dan SMAN 96. Selain dimanfaatkan sebagai fasilitas pendidikan dan pembelajaran, sekolah tersebut dapat menjadi teladan bagi sekolah lain untuk menerapkan konsep bangunan sekolah beremisi rendah, dengan biaya operasional yang hemat dan dukungan energi terbarukan.

Kampanye melalui media sosial juga dapat menjadi pilihan. Amplifikasi konten media sosial bernuansa lingkungan yang dilakukan Pandawara Group melalui akun TikTok @pandawaragroup misalnya. Aksi lima pemuda yang fokus dalam membersihkan sampah sungai ini bermula dari keresahan tiap anggota yang merupakan korban banjir hingga mengalami kerugian harta. Berangkat dari keresahan, kelompok yang berasal dari Kopo, Bandung Selatan ini mempunyai misi untuk meningkatkan kesadaran semua pihak untuk membersihkan sampah di aliran sungai.

Dukungan Keuangan

Instrumen keuangan tematik yang dikembangkan oleh inovator pasar juga menjadi salah satu faktor dalam mencapai target penurunan emisi (Net Zero Emission/NZE) dan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Mengingat Indonesia adalah negara berkembang, transisi dari dominasi brown sector ke arah green and sustainable masih memerlukan sumber pendanaan jangka panjang untuk memobilisasi dana dan menutup kesenjangan pembiayaan untuk mencapainya. Sustainability-linked bonds (SLB) merupakan instrumen berkelanjutan yang dapat membantu penerbitnya dalam mengelola risiko terkait iklim serta mengurangi biaya modal untuk kegiatan yang sesuai dengan NZE dan SDGs

Keunikannya tecermin pada use of proceeds SLB yang digunakan untuk tujuan umum sekaligus mendukung tujuan emiten untuk perbaikan kinerja keberlanjutan di masa depan. Dengan kata lain tidak seperti obligasi hijau, SLB dapat digunakan untuk pembiayaan tujuan umum, tetapi dengan syarat bahwa penerbit harus melakukan transisi dan perbaikan terhadap keseluruhan kinerja berkelanjutannya yang dinilai melalui Indikator Kinerja Utama dan diukur pula terhadap Target Kinerja Berkelanjutan. Pada tataran global SLB telah mendapat pengakuan dari regulator pada September 2020, saat Bank Sentral Eropa membuat keputusan untuk menerima SLB sebagai agunan. Komisi Uni Eropa juga memasukan instrumen keuangan berlabel sustainability-linked ke dalam strategi keuangan berkelanjutan mereka.

Teknologi yang dibutuhkan untuk merealisasikan NZE sudah tersedia. Foreign Policy Community of Indonesia pun menyimpulkan bahwa zero emission di sektor energi adalah sesuatu yang visible dan reliable. Namun, masih dibutuhkan political will dari top leaders dan komitmen dari seluruh pihak yang terlibat. Sebab, transisi energi tidak saja bicara tentang sesuatu renewable, tetapi juga bagaimana agar transisi ini dapat menghadirkan kesempatan baru untuk mewujudkan transformasi energi yang berkeadilan dan inklusif.

 

oleh: Wisnhu Chrisnur Cahya, Pelaksana pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1
Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

 

 

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

 

Search

Kantor Wilayah Provinsi, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) 

(Daftar Kantor Vertikal DJPb Selengkapnya ..)