Gd. A Lantai 2 dan 3, Komplek GKN, Jl Tgk. Chik Ditiro, Banda Aceh

Portal InTress Aceh

Peran TPID dalam Mengatasi Lonjakan Harga Beras

oleh: Mahpud Sujai*

 

Pasca pelaksanaan Pemilu putaran pertama tanggal 14 Februari lalu, kita dikejutkan dengan berita tentang melonjaknya harga beras yang cukup signifikan. Masyarakat mulai bersuara karena selain harganya yang melonjak, beras juga cukup langka tersedia di pasaran. Berdasarkan pantauan di beberapa media, beras kualitas premium telah melonjak harganya hingga mencapai 17 ribu per kilogram, bahkan ada yang mencapai hingga 20 ribu per kilogram. Kondisi ini tentusaja sangat mengkhawatirkan, karena terjadi peningkatan hingga sekitar 20 persen dari harga sebelumnya yang stabil dikisaran 12 ribu hingga 13 ribu perkilogram.

 

 

 

Lonjakan Harga Beras

Kenaikan harga beras yang sangat signifikan ini tentu saja mengancam tingkat inflasi nasional. Mengapa demikian, karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia dan memiliki bobot paling besar terhadap penghitungan inflasi. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan bahwa kenaikan 1 persen harga beras akan berdampak terhadap meningkatnya tingkat inflasi pada angka 0,03 persen hingga 0,04 persen. Bayangkan jika harga beras meningkat hingga 20 persen, maka tingkat inflasi secara kasar diperkirakan akan naik hingga 0,6 persen hingga 0,8 persen. Ini tentu saja akan mengancam ketahanan perekonomian nasional.

Beras dan bahan pangan lainnya dikategorikan sebagai volatile food dalam perhitungan inflasi. Berdasarkan data BPS, inflasi pada bulan Januari lalu tercatat sebesar 2,57 persen (yoy). Meskipun masih terjaga dalam rentang sasaran, namun perlu diwaspadai ditengah inflasi volatile food yang cenderung meningkat.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan inflasi volatile food perlu diwaspadai peningkatannya. Pertama adalah terkait fluktuasi harga komoditas global terutama energi dan pangan. Fluktuasi harga komoditas global ini tentu saja secara langsung akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga komoditas domestik terutama pangan dan energi. Faktor lain yang sangat mempengaruhi adalah terganggunya pasokan dan produksi pangan domestik terutama beras. Hal ini disebabkan oleh gangguan cuaca ekstrim termasuk el nino yang menyebabkan terjadinya gagal panen di banyak wilayah di Indonesia.

 

Strategi Kebijakan

Dalam mengatasi permasalahan inflasi tersebut, tentu saja perlu dirumuskan beberapa strategi bauran kebijakan baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Sinergi fiskal moneter tentu saja akan sangat krusial dalam menjaga kestabilan harga terutama harga pangan domestik. Dalam hal kebijakan moneter, tentu saja kebijakan inflation targeting harus lebih diperkuat terutama dalam menjaga faktor suku bunga yang sangat berpengaruh terhadap kestabilan harga. Selain itu juga perlu perumusan kebijakan moneter yang pro stability dan pro growth yang akan menjamin peningkatan usaha sektor riil terutama di sektor pangan dan pertanian.

Selain kebijakan moneter, kebijakan fiskal juga sangat berperan penting dalam menjaga stabilitas harga domestik. Kebijakan fiskal melalui instrumen APBN tentu saja memiliki fungsi stabilisasi yang sangat berperan terutama dalam kondisi perekonomian yang penuh gejolak dan ketidak pastian. APBN berperan penting sebagai penyerap guncangan (shock absorber) ketika terjadi guncangan perekonomian global. Sehingga apa yang terjadi secara global tidak secara langsung tertransmisi ke dalam perekonomian dometik.

Optimalisasi APBN sebagai shock absorber dalam stabilisasi harga dirumuskan dalam strategi 4 K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif. Strategi keterjangkauan harga dilakukan melalui peningkatan  pelaksanaan operasi pasar murah, program stabilisasi pasokan dan harga pangan serta bantuan pangan dan BLT mitigasi risiko pangan. Sementara itu, strategi menjaga ketersediaan pangan dilakukan melalui penguatan cadangan pangan pemerintah, penyediaan pupuk bersubsidi hingga mempermudah akses pembiayaan petani melalui skema KUR dan kredit alsintan.

Strategi lain dilakukan dengan menjaga kelancaran distribusi pangan melalui perluasan kerjasama antar daerah, pemberian bantuan biaya logistik hingga optimalisasi distribusi untuk menjangkau daerah 3T. Strategi komunikasi juga perlu dilakukan secara efektif melalui pemantauan dan penyediaan data harga serta pasokan yang tepat waktu dan akuntabel. Dilakukan juga upaya komunikasi efektif melalui tim pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah.

 

Peran TPID

Pemantauan inflasi terus dilakukan secara komprehensif di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat krusial. Tanpa peran serta dan sinergi pusat dan daerah maka pengendalian inflasi tidak akan tercapai dengan baik. Pemerintah melalui Keppres Nomor 23 tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional telah merancang sinergi kelembagaan yang solid antar seluruh tingkatan pemerintahan.

Peran TPID yang dipimpin oleh Kepala Daerah setempat diharapkan lebih menjangkau masyarakat dan tepat sasaran dalam mengendalikan harga. Selain itu, dukungan APBD juga menjadi penting sebagai alokasi tambahan bagi pengendalian inflasi. APBD tersebut dapat dalokasikan melalui berbagai program seperti peningkatan produksi dan ketersediaan pangan strategis, pengendalian laju alih fungsi lahan, pemberian bantuan sector pertanian yang tepat sasaran, penguatan tata kelola logistic daerah dan pengawasan harga dan operasi pasar.

TPID juga memiliki peran untuk mendorong inovasi program unggulan pengendalian inflasi di daerah. Inovasi tersebut tentu saja perlu disesuaikan dengan klasterisasi regional sehingga lebih tepat sasaran. Sebagai contoh, untuk klaster wilayah Sumatera inovasi dilakukan melalui peningkatan produktivitas padi dengan alsintan modern di sentra-sentra produksi padi di wilayah Sumatera seperti di Sumatera Barat, Utara dan Lampung. Untuk wilayah Kalimantan, inovasi dilakukan dengan mengintegrasikan peternakan sapi dan perkebunan kelapa sawit berbasis kemitraan usaha inti plasma.

Selain di tingkat daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, pengendalian inflasi juga dilakukan secara komprehensif hingga tingkat desa. Di tingkat desa, pengendalian inflasi dilakukan dengan mengoptimalkan dana desa untuk ketahanan pengan. Hal ini telah diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2023 tentang APBN tahun 2024 yang menyatakan bahwa dana desa ditentukan penggunaannya minimal 20 persen untuk program ketahanan pangan dan hewani.

Berbagai program dan sinergi antar kelembagaan pemerintah tersebut diharapkan dapat secara efektif meningkatkan produksi pangan yang pada akhirnya akan membuat harga pangan lebih stabil dan terkendali. Melalui pengendalian inflasi di daerah, diharapkan tingkat inflasi agregat secara nasional dapat dikendalikan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai dapat mendorong keterjangkauan harga pangan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

 

*Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi Aceh. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.     

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search