Jakarta, 13 Juni 2025 – Kajian Fiskal Regional (KFR) Triwulan I Tahun 2025 telah selesai disusun dan menjadi referensi strategis dalam menganalisis serta mengevaluasi kebijakan fiskal di Provinsi DKI Jakarta. Dokumen ini turut memperkuat peran Regional Chief Economist (RCE) dalam mendukung perumusan kebijakan berbasis data.
KFR Triwulan I 2025 menyajikan analisis komprehensif mengenai perkembangan ekonomi dan pembangunan DKI Jakarta hingga Maret 2025. Kajian ini mencakup dinamika ekonomi regional, analisis fiskal, serta analisis tematik dengan tema “Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Koperasi di DKI Jakarta”.
Dengan menitikberatkan pada harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah, KFR ini diharapkan mampu mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Analisis Ekonomi Regional
Pada triwulan I 2025, perekonomian DKI Jakarta tumbuh stabil dan resilien sebesar 4,95% (yoy), dengan kontribusi terhadap PDB nasional mencapai 16,85%. Pertumbuhan tertinggi secara sektoral dicapai oleh Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (9,64%), sementara dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) tumbuh 9,22%. Secara triwulanan (q-to-q), ekonomi Jakarta tumbuh 0,59%, didorong oleh pertumbuhan Lapangan Usaha Administrasi.
Pemerintahan (14,71%) dan Komponen PK-LNPRT (0,51%). Inflasi hingga Maret 2025 tetap terkendali pada level 1,02% (yoy) atau 2,00% (m-to-m) secara bulanan Sementara itu, kesejahteraan masyarakat menunjukkan tren membaik, tercermin dari tren peningkatan NTN selama 3 (tiga) tahun terakhir, walaupun NTP masih cenderung stagnan serta penurunan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) menjadi 0,147. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2025 mencapai 5,47 juta orang dengan TPAK sebesar 65,40%, meskipun tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami kenaikan tipis menjadi 6,18% (yoy).
Analisis Fiskal Regional
Kinerja fiskal regional DKI Jakarta pada triwulan I 2025 mencerminkan sinergi yang kuat antara APBN dan APBD dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hingga 31 Maret 2025, total pendapatan konsolidasian mencapai Rp306,65 triliun, terdiri dari pendapatan APBN Rp297,97 triliun dan APBD Rp12,60 triliun, yang digunakan untuk membiayai belanja sebesar Rp350,98 triliun (APBN Rp343,60 triliun dan APBD Rp10,88 triliun), sehingga mencatatkan defisit fiskal sebesar Rp44,33 triliun. Kinerja pendapatan negara menurun 28,92% (yoy) akibat kontraksi pada penerimaan perpajakan, terutama PPN dan PPh, meskipun penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 5,77%. PNBP juga turun 31,03% karena penurunan laba BUMN, dan hibah menurun drastis 72,34%. Belanja APBN tumbuh 4,06% menjadi Rp343,60 triliun, termasuk TKD sebesar Rp3,49 triliun yang melambat akibat turunnya DBH. Sementara itu, APBD DKI Jakarta mencatatkan surplus Rp1,72 triliun, didukung realisasi pendapatan daerah yang tinggi dan belanja yang efisien, serta penyaluran TKD sebesar Rp12,47 triliun yang mayoritas berasal dari DBH SDA Minyak Bumi dan DBH PPh Pasal 21.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diluncurkan pada 6 Januari 2025 di bawah koordinasi Badan Gizi Nasional (BGN), bertujuan mengatasi gizi buruk dan stunting. Program ini menargetkan 600.000 penerima awal di 26 provinsi, dengan rencana peningkatan hingga 19,47 juta orang pada 2025, didukung anggaran Rp71 triliun. Di DKI Jakarta, empat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah melayani 12.054 siswa di 41 sekolah, dengan target 153 SPPG hingga akhir 2025, dan program
juga diperluas untuk ibu hamil sejak 9 Januari 2025. Hasil analisis, setelah implementasi MBG, inflasi pada kategori Makanan, Minuman, dan Tembakau di DKI Jakarta serta harga rata-rata 14 jenis barang yang digunakan dalam MBG mengalami kenaikan, namun data yang tersedia belum menunjukkan hubungan kausalitas yang kuat. Kendala implementasi meliputi keterbatasan sumber daya manusia dan kompetensi terkait pertanggungjawaban keuangan, kesenjangan antara target dan ketersediaan SPPI, kekurangan verifikator SPPG, serta anggaran pengadaan SPPI yang masih terblokir.
Analisis Tematik: “Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Koperasi di DKI Jakarta”
Koperasi di DKI Jakarta berperan dalam memperkuat ekonomi kerakyatan dan pemerataan kesejahteraan, menunjukkan pertumbuhan dalam jumlah, aset, dan volume usaha, didukung kebijakan pemerintah dan digitalisasi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas PPKUKM, mengimplementasikan program pendukung seperti Cooperative Open Innovation Network (COIN), Gebetan UMKM, transformasi digital, dan fasilitasi akta pendirian dan pembinaan. Program Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih menargetkan 267 koperasi di seluruh kelurahan pada 12 Juli 2025. Namun, realisasi anggaran APBD untuk pengembangan koperasi menurun dari 96,80% pada 2021 menjadi 29,58% pada 2024. Pengembangan koperasi menghadapi tantangan seperti keterbatasan kapasitas SDM pengurus, mismanajemen, isu fraud, dan citra publik yang terpengaruh kasus gagal bayar (total Rp26 triliun). Selain itu, akses terbatas ke pembiayaan, jaringan pemasaran yang belum optimal, tingkat partisipasi anggota yang rendah (sekitar 16,98%), dan persaingan pasar yang ketat menjadi kendala. Keterbatasan jumlah pendamping/mentor juga perlu perhatian. Strategi yang diusulkan meliputi peningkatan kapasitas SDM dan tata kelola, akselerasi transformasi digital dan inovasi teknologi, penguatan akses pasar dan pembiayaan, perbaikan citra dan edukasi publik, serta peningkatan kolaborasi dan jaringan pemasaran. Potensi pengembangan koperasi kelurahan cukup baik, didukung oleh data Potensi Kelurahan (semacam data PODES) dari BPS yang menunjukkan ketersediaan infrastruktur ekonomi dan fasilitas perkreditan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 153 kelurahan.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk mengoptimalkan potensi ekonomi DKI Jakarta dan mengatasi tantangan struktural seperti inklusivitas kerja, inflasi, dan kesenjangan gender, diusulkan empat rekomendasi kebijakan. Pertama, program upskilling dan reskilling bersertifikat berbasis industri guna menurunkan TPT 6,18%. Kedua, penguatan ketahanan ekonomi rumah tangga melalui platform digital distribusi pangan. Ketiga, mendorong partisipasi tenaga kerja perempuan melalui model kerja fleksibel dan subsidi. Seluruhnya perlu dukungan koordinasi bersama dengan Pemprov DKI Jakarta.
Untuk mengoptimalkan kinerja fiskal di DKI Jakarta, pendapatan APBN dapat ditingkatkan melalui pengawasan kepatuhan perpajakan sektor utama, penguatan pengawasan ekspor-impor, dan peningkatan kapasitas SDM . Pemprov DKI perlu mendiversifikasi sumber PAD dari sektor ekonomi digital dan berbasis lingkungan. Di sisi belanja, alokasi diarahkan pada program yang meningkatkan daya beli masyarakat seperti bantuan sosial, subsidi pangan/energi, dan padat karya tunai. Untuk mendorong konsumsi kelas menengah, pemerintah dapat memberikan insentif fiskal seperti relaksasi PPh dan diskon pembelian barang tahan lama. Selain itu, peningkatan peran UMKM dalam Program MBG perlu didorong melalui keterbukaan informasi, penyederhanaan rekrutmen, dukungan permodalan, dan regulasi yang memperkuat kolaborasi antara UMKM, sekolah, dan pemerintah.
Koperasi Kelurahan dapat dikembangkan melalui konsep Community Based Enterprises (CBE) yang menekankan partisipasi aktif masyarakat untuk manfaat yang lebih luas. Sinergi dengan Badan Usaha Milik Kelurahan (BUMKel) akan memperkuat peran koperasi sebagai lembaga kewirausahaan sosial. Pemerintah perlu mendukung peningkatan kapasitas manajerial untuk pengembangan ekonomi lokal berbasis potensi kelurahan di wilayah DKI Jakarta.
Selengkapnya KFR dapat diunduh melalui link berikut: