Revolusi Industri 4.0, Peluang atau ancaman ?
Akhir-akhir ini kita sering mendengar dan membaca istilah revolusi Industri 4.0, kemudian apa itu yang di maksud dengan revolusi Industri 4.0 ? Setelah adanya cuitan bos Bukalapak Achmad Zaky di akun media sosial miliknya terkait rendahnya dana riset di Indonesia untuk menghadapi revolusi industri 4.0, cuitan ini akhirnya menjadi hal yang kontroversi di jagat dunia maya. Dalam cuitannya, ia menyinggung perbandingan soal dana riset Indonesia dengan negara lainnya di dunia. Dari data yang ia kutip disebutkan, pada tahun 2016 lalu, dana riset dan penelitian di Indonesia sekitar US$2 miliar. Ia kemudian membandingkan dengan dana riset yang dialokasikan oleh Pemerintah Amerika Serikat yang mencapai US$511 miliar. Di situlah kemudian, Achmad Zaky mencuit semoga Presiden yang baru bisa menaikan anggaran riset itu, yang akhirnya menjadi polemik, karena di sampaikan menjelang adanya pemilihan presiden
Kembali ke topik yang saya bahas, Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah kondisi pada abad ke-21,ketika terjadi perubahan besar-besaran di berbagai bidang lewat perpaduan tehnologi yang mengurangi sekat-sekat antara dunia fisik, digital dan biologi. Konsep revolusi industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Ekonom terkenal asal Jerman itu menulis dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution bahwa konsep itu telah mengubah hidup dan kerja manusia. Revolusi tidak hanya merubah model bisnis tetapi juga merubah sistem yang ada di masyarkat.
Revolusi Industri di mulai ketika di temukannya mesin tenun mekanis pada tahun 1764 yang di jalankan dengan mesin air dan uap, sehingga penggunaan tenaga manusia berubah menggunakan tenaga mesin, kemudian setelah itu tahap kedua Revolusi Industri yang di sebut juga dengan revolusi Industri 2.0, yaitu pada tahun 1870 yaitu di temukannya listrik atau cahaya listrik. Adam smith sebagai Bapak Ilmu ekonomi menelurkan spesialisasi Produksi. Sehingga produktifitas semakin meningkat dan lebih efisien lagi. Pada tahun 1969, di mulai penggunaan komputer pada abad 20 yang di tandai dengan produksi massal dan pembagian kerja. Kemudian muncul revolusi industri 3.0. Dimulai dengan penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Debut revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-969. Sistem otomatisasi berbasis komputer ini membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia. Kemudian 2016 tiba saat ini Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Saat ini industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things.
Bagi pelaku Bisnis, maka dengan Revolusi Industri ini akan menguntungkan, karena dapat menekan biaya produksi terutama adalah penggunaan Sumber daya Manusia, untuk itu perlu di lakukan terobosan-terobosan atau kreatifitas dari manusianya, supaya dapat selalu survive. Pemerintah sudah melakukan Penataan ulang kebijakan yang di ambil yaitu : 1. Perbaikan alur Aliran material, 2. Mendesain ulang Zona industri, 3. Akomodasi standart sustainability, 4. Pemberdayaan UMKM, 5. Membangun Insfrastruktur Digital Nasioanl, 6. Menarik investasi asing, 7. Peningkatan Kualitas SDM, 8. Membentuk Ekosistem Inovasi, 9. Menerapkan Insentif Investasi Tehnologi, dan 10. Harmonisasi aturan dan kebijakan.Apakah penataan Kebijakan yang di buat oleh pemerintah itu nantinya akan berhasil, kita sama-sama melihatnya nanti.
Revolusi Industri akan membawa perubahan ke arah efisiensi dan produktifitas, tetapi di sisi yang lain akan menghapus banyak pekerjaan.pekerjaan yang bersifat rutin dan di kerjakan oleh tenaga manusia akan di gantikan oleh kecanggihan tehnologi internet of things dan artifisial intelegence.
Dulu ketika kita ingin membeli sesuatu sebagai contoh tiket pesawat atau tiket Kereta api, kita harus mendatangi loket atau mendatangi agen penjualan tiket, untuk saat ini ketika kita ingin membeli tiket kita tinggal ambil HP kemudian bisa memesan dan membayarnya,tidak perlu beranjak dari tempat duduknya, bahkan untuk tempat duduk yang nanti akan di dudukinya di pesawat atau kereta, sudah bisa di pilih. Untuk kelas kereta api lokal yang tadinya ketika mau beli harus antri panjang dan seringkali begitu sudah mendekati antrian depan tiket habis, sekarang tidak lagi perlu antri, karena tiket kereta api lokal pun sudah bisa di jual via online. Untuk membeli sesuatu yang sebelumnya mengharuskan pembeli pergi ke toko, dan berhadapan atau membayar barangnya kepada penjual secara langsung, tergantikan gaya hidup dengan berbelanja melalui daring, yang lebih praktis, mudah dan dengan harga yang lebih murah.
Kemudian sektor lain yang rentan terhadap otomatisasi antara lain, Sektor otomotif dan suku cadang, di mana pada saat ini pembuatan dan perakitan suku cadang masih banyak yang menggunakan tenaga kerja manusia, dan sektor ini akan tergantikan oleh otomatisasi kecanggihan robot, kemudan sektor elektronik dan elektrik, sektor tekstil,pakaian jadi, yang masih menggunakan sumberdaya manusia yang mempunyai skill yang rendah, kemudian proses bisnis yang melibatkan pihak ketiga, sektor ritail, di tandai dengan gaya hidup masyarakat yang juga berubah yang tadinya sektor ini sangat banyak menyerap tenaga kerja, dengan revolusi industri 4.0 maka sektor ini sudah tidak lagi membutuhkan Sumber Daya Manusia yang banyak. Sumber dari Tempo menyatakan bahwa negara Asean Paling Beresiko otomatisasi pekerja adalah : 1. Kamboja 60,69 % Sektor garmen.2. Thailand 62,39 % Sektor otomotif, 3. Vieatnam 55, 70 % Sektor Garmen, 4. Indonesia 60,28 % Sektor Retail, 5. Filipina 64,49 % layanan Informasi.
Langkah apa yang harus di lakukan untuk menghadapi Revolusi industri 4.0 ini Kementerian perdagangan menetapkan 4 langkah untuk menghadapi revolusi industri ini antara lain : Pertama, mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya untuk memahami penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Guna mendukung upaya tersebut, pelaksanaan pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri. Pengembangan program ini sekaligus menyiapkan tenaga kerja terampil yang siap pakai di dunia industri dengan target mencapai satu juta orang pada 2019. kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-smart IKM. Ketiga, industri nasional dapat menggunakan teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality.
berdasarkan laporan The Future of Jobs Report, World Economic Forum, terdapat beberapa keterampilan SDM dalam era industri 4.0 dalam rentang waktu 2015-2020. Keterampilan tersebut Critical thingking (kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir masuk akal, kognitif dan membentuk strategi yang akan meningkatkan kemungkinan hasil yang diharapkan. Berpikir kritis juga bisa disebut berpikir dengan tujuan yang jelas, beralasan, dan berorientasi pada sasaran) , Creatifity (kemampuan dan kemamuan untuk terus berinovasi, menemukan sesuatu yang unik serta bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Creativity disini dapat juga diartikan mengembangkan sesuatu hal yang sudah ada sehingga dapat menjadi lebih baik), People menegement (kemampuan untuk mengatur, memimpin dan memanfaatkan sumber daya manusia secara tepat sasaran dan efektif) coordinating with others (Kemampuan untuk kerjasama tim ataupun bekerja dengan orang lain yang berasal dari luar tim ), emotion inteligent (kemampuan seseorang untuk mengatur, menilai, menerima, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya) Judgment and decision making (kemampuan untuk menarik kesimpulan atas situasi yang dihadapi serta kemampuan untuk mengambil keputusan dalam kondisi apapun, termasuk saat sedang berada di bawah tekanan), Service orientation (keinginan untuk membantu dan melayani orang lain sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memiliki service orientation, kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik pada pelanggan tanpa mengharapkan penghargaan semata), Negotiation (Kemampuan berbicara, bernegosiasi, dan meyakinkan orang dalam aspek pekerjaan. Tidak semua orang secara alamiah memiliki kemampuan untuk mengadakan kesepakatan yang berbuah hasil yang diharapkan, namun hal ini dapat dikuasai dengan banyak latihan dan pembiasaan diri.), semoga Indonesia lebih siap..
( Penulis adalah Kepala Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. Sulawesi Tengah)