Pendahuluan
Hukum pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan umum melalui pengaturan perbuatan yang dilarang dan sanksi yang dikenakan atas pelanggaran tersebut. Dalam konteks birokrasi pemerintahan, termasuk di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), pemahaman terhadap hukum pidana sangat penting, khususnya dalam menjaga integritas, akuntabilitas, dan profesionalisme pengelolaan keuangan negara. Harmonisasi hukum pidana dengan regulasi internal dan sistem pengawasan DJPb menjadi krusial agar tidak terjadi tumpang tindih, kriminalisasi administratif, atau pelanggaran prosedural.
Harmonisasi Hukum Pidana
Harmonisasi hukum pidana adalah upaya menyelaraskan ketentuan-ketentuan pidana dengan peraturan perundang-undangan lainnya agar tercipta kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan perlindungan terhadap hak-hak individu, termasuk aparatur negara. Harmonisasi ini menjadi penting untuk mencegah interpretasi hukum yang keliru serta membedakan antara kesalahan administratif dan tindak pidana.
Relevansi dalam Konteks DJPb
Sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kas negara, pegawai di lingkungan DJPb berhadapan langsung dengan regulasi keuangan negara, seperti UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, hingga Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam praktiknya, tindakan atau kelalaian aparatur dapat berimplikasi hukum — baik administratif, perdata, maupun pidana.
Contoh kasus seperti keterlambatan penyetoran, kesalahan input data dalam sistem perbendaharaan, atau penyalahgunaan wewenang dalam pencairan dana APBN, dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda tergantung konteks dan motifnya. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mendalam dan harmonisasi antara ketentuan pidana (misalnya KUHP, UU Tipikor) dengan aturan teknis di lingkungan DJPb.
Pentingnya Harmonisasi bagi Pegawai DJPb
- Menghindari Kriminalisasi Administratif
Kesalahan prosedural yang bersifat administratif seharusnya tidak langsung dianggap sebagai tindak pidana, kecuali disertai niat jahat (mens rea). Harmonisasi membantu memisahkan secara tegas batas antara pelanggaran administratif dan tindak pidana.
- Mendorong Kepastian Hukum
Harmonisasi memberikan kepastian hukum bagi pegawai dalam menjalankan tugas, terutama ketika menghadapi audit atau pemeriksaan atas pengelolaan anggaran.
- Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi
Pegawai yang memahami posisi hukum dan potensi risikonya akan lebih berhati-hati dan akuntabel dalam bertindak.
- Memperkuat Perlindungan Hukum bagi Aparatur Sipil Negara
Harmonisasi memungkinkan perlindungan hukum yang proporsional bagi ASN yang bertindak berdasarkan tugas dan kewenangannya secara sah.
Strategi Harmonisasi Hukum Pidana di Lingkungan DJPb
Penyusunan SOP yang Selaras dengan Ketentuan Pidana
Semua prosedur kerja harus merujuk pada regulasi yang berlaku dan mempertimbangkan risiko hukum pidana.
Pelatihan dan Sosialisasi Hukum Pidana
Pegawai perlu diberi pemahaman hukum pidana dasar serta keterkaitannya dengan tugas perbendaharaan.
Kerja Sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH)
Membangun komunikasi dan pemahaman yang sama antara DJPb dan APH untuk memastikan proporsionalitas dalam penegakan hukum.
Evaluasi dan Harmonisasi Internal Regulasi
DJPb bersama Biro Hukum Kemenkeu dapat melakukan evaluasi regulasi internal agar tidak bertentangan atau menimbulkan celah pidana yang tidak proporsional.
Penutup
PO
Harmonisasi hukum pidana dalam lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan bukan hanya soal legalitas, tetapi juga soal menjaga marwah kelembagaan dan profesionalisme ASN. Pemahaman yang baik tentang batas-batas antara tindakan administratif dan pidana akan menciptakan ekosistem kerja yang adil, aman, dan berorientasi pada pelayanan publik yang optimal.
Penulis: Remsi Sihombing