Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mendorong pemerintah untuk ikut melakukan modernisasi dalam pengelolaan APBN. Pada saat penyampaian Nota Keuangan APBN 2021, Presiden Joko Widodo menyatakan “Salah satu arah kebijakan APBN 2021 adalah mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital”. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan) Kementerian Keuangan telah menggunakan berbagai alat yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang mutakhir. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Ditjen Perbendaharaan telah menggunakan aplikasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang berbasis website sejak tahun 2014. Sistem ini memfasilitasi proses pelayanan mulai dari sisi hulu (penganggaran) hingga hilir (penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat).
Dalam semangat modernisasi pengelolaan APBN, Ditjen Perbendaharaan juga mengembangkan sistem pendukung penggunaan Uang Persediaan. Uang Persediaan (UP) merupakan salah satu instrumen dalam pencairan dana APBN. Penggunaan UP dilakukan dengan prinsip revolving, yaitu dapat dimintakan penggantiannya jika UP sudah habis digunakan. Keterlambatan dalam penggantian UP dapat mengakibatkan Idle Cash, UP yang tidak digunakan akan menganggur di rekening milik satuan kerja (satker).
Sebagai contoh, pada KPPN Batam Uang Persediaan Tunai yang sudah disetujui untuk dikelola satker pada tahun 2023 mencapai hampir 13 milyar Rupiah. Uang Persediaan tersebut jika tidak digunakan satker secara aktif maka akan mengakibatkan kas menganggur (Idle Cash) di Rekening Bendahara Pengeluaran satker. Kas yang menganggur ini tentu saja membebani kas negara yang dikelola oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan karena akan menimbulkan pembiayaan (cost of fund).
Hal tersebut dapat mengganggu pencairan APBN secara keseluruhan. Dalam rangka mengurangi Idle Cash dalam penggunaan Uang Persediaan (UP), Kementerian Keuangan menerapkan pengunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP), Virtual Account Rekening Pemerintah, Kartu Debit Rekening Bendahara Pengeluaran dan Cash Management System (CMS).
Selain kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Menteri Keuangan, Ditjen Perbendaharaan juga melaksanakan modernisasi penggunaan UP dengan mengembangkan Sistem Marketplace dan Digital Payment (Digipay). Dengan adanya Sistem Marketplace dan Digital Payment, diharapkan satuan kerja dapat mengurangi Idle Cash pada rekening masing-masing dan memudahkan transaksi penggunaan Uang Persediaan. Pelaksanaan kebijakan ini tentunya mempunyai risiko dan tantangan, salah satunya adalah perubahan sistem penggunaan UP yang sebelumnya banyak menggunakan uang tunai menuju cashless.
Sistem Marketplace dan Digital Payment
Dimulai dari Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan UP Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment Pada Satuan Kerja serta ditegaskan pada Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor PER-7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay Pada Satuan Kerja Kementerian Neghara/Lembaga, Ditjen Perbendaharaan mulai menerapkan Sistem Marketplace dan Digital Payment setelah sebelumnya melaksanakan piloting uji coba pada satuan kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di seluruh Indonesia.
Penerapan sistem tersebut sejalan dengan penggunaan UP yang menuju cashless. Dengan sistem ini, satuan kerja dapat memilih berbagai penyedia barang/jasa yang terdaftar lengkap dengan produk-produknya seperti pembeli yang berbelanja daring menggunakan Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan sejenisnya. Sistem Marketplace dan Digital Payment memudahkan interaksi antara satuan kerja dengan penyedia barang/jasa dengan tahapan transaksi yang menyerupai transaksi UP pada umumnya.
Tahapan transaksi tersebut mencakup penawaran produk oleh penyedia barang/jasa atau pemilihan produk oleh pemesan (satuan kerja), persetujuan oleh Pejabat Pembuat Komitmen, pemesanan dan negosiasi harga oleh Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, pengiriman barang oleh penyedia barang/jasa, penerimaan barang/jasa oleh satuan kerja hingga pembuatan kuitansi dan pembayaran oleh bendahara pengeluaran satuan kerja menggunakan Kartu Kredit Pemerintah dan Cash Management System. Semua tahapan ini dilakukan secara daring melalui aplikasi berbasis website.
Tantangan Masa Depan
Setiap penerapan kebijakan pasti memiliki risiko dan tantangan. Risiko yang mungkin terjadi dari penerapan Sistem Marketplace dan Digital Payment antara lain:
- Penyedia barang/jasa yang tidak memiliki kredensial menjadi peserta dalam sistem ini. Ini merupakan celah keamanan yang memungkinkan terjadinya penipuan.
- Kemungkinan terjadinya phising atau pencurian data pengguna yang berakibat terjadinya transaksi penipuan.
- Kerusakan data atau database dan gangguan jaringan yang dapat menghambat transaksi pada aplikasi.
- Bug atau ketidaksempurnaan pada aplikasi yang akan menghambat transaksi penggunaan UP.
Selain risiko di atas, terdapat berbagai tantangan dalam penerapan Sistem Marketplace dan Digital Payment yaitu:
- Peralihan penggunaan UP dari uang tunai menuju cashless dan menggunakan aplikasi berbasis website memerlukan sosialisasi dan regulasi yang memadai baik untuk satker maupun penyedia barang/jasa.
- Proses pembayaran sistem ini mengharuskan penyedia barang/jasa memahami cara penggunaan aplikasi berbasis website. Hal ini memerlukan sosialisasi yang menyeluruh kepada penyedia barang/jasa.
Strategi Pengembangan dan Penerapan
Sistem Marketplace dan Digital Payment memiliki salah satu tujuan untuk memudahkan proses penggunaan Uang Persediaan. Namun agar tujuan tersebut dapat tercapai diperlukan beberapa strategi dalam pengembangan dan penerapannya di antaranya:
- Pengembangan sistem dan tampilan aplikasi menyerupai aplikasi Marketplace yang sudah ada misalnya Shopee, Tokopedia, Lazada. Ini dapat dicapai dengan menjalin kerjasama bersama perusahaan Marketplace tersebut untuk mengembangkan aplikasi marketplace pemerintah yang terintegrasi dengan aplikasi mereka.
- Simplifikasi proses pembayaran dan pemesanan tanpa mengurangi aspek formal dari transaksi. Misalnya, pemesanan dan persetujuan pemesanan dapat dilakukan satu user dengan otentikasi pejabat menggunakan OTP (One Time Password) melalui pesan singkat.
- Sentralisasi atau penyatuan menu aplikasi untuk mengakomodir transaksi dari berbagai tahap untuk memudahkan satker dan penyedia dalam menggunakan aplikasi. Salah satu contoh dalam pencetakan invoice/tagihan, jika sudah terbit invoice/tagihan dari penyedia, invoice/tagihan dapat pula dicetak dari user Pejabat Pengadaan atau PPK dari menu/submenu yang sama.
- Proses sosialisasi, pelatihan dan penerapan dilakukan secara bertahap untuk membiasakan budaya penggunaan UP yang cashless.
- Layanan konsultasi satu pintu yang dapat diakses semua pengguna terkait sistem ini, misalnya menggunakan layanan yang sudah ada melalui HAI DJPb.
- Memperhatikan celah keamanan dengan otentikasi dan otorisasi yang memadai.
Arah pengelolaan APBN haruslah mengikuti perkembangan tekonologi dan informasi. Sistem Marketplace dan Digital Payment dapat menjadi alat terbaru dalam instrumen pengelolaan APBN yang didorong oleh kebutuhan tersebut. Berbagai tantangan dan risiko dalam penerapan Sistem Marketplace dan Digital Payment perlu diperhatikan demi menjamin kelancaran implementasinya. Untuk dapat digunakan secara lancar dan berpengaruh signifikan dalam memudahkan para penggunanya diperlukan strategi-strategi penerapan dan pengembangan sistem ini. Dengan memperhatikan hal-hal di atas, diharapkan Sistem Marketplace dan Digital Payment dapat memudahkan interaksi satuan kerja dengan penyedia barang/jasa sesuai tujuannya.