Pada tahun 2017 dan 2018 ini, Kementerian Keuangan kembali mempunyai pekerjaan besar yang akan mempengaruhi nilai pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Kegiatan besar ini adalah penilaian kembali atau revaluasi atas asset-aaset yang tercatat pada LKPP dan dikhususkan penilaian pada asset tetap. Landasan hukum untuk melakukan revaluasi ini berupa Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2017. Barang Milik Negara (BMN) apa saja yang menjadi objek revaluasi ? Menurut ketentuan dalam berupa Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2017 revaluasi BMN dilakukan terhadap aset tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta JIJ (Jalan, Irigasi dan Jaringan) pada Kementerian Negara/Lembaga yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015 serta yang sedang dilakukan pemanfaatan. Hal ini dikarenakan beberapa pertimbangan yaitu :
- potensi kenaikan (perubahan) nilai cukup signifikan ;
- komposisi nilainya sangat signifikan dari keseluruhan aset tetap ;
- jumlah item/unit Tanah, Gedung dan Bangunan, serta Jalan Irigasi dan Jaringan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah item/unit Peralatan dan Mesin serta Aset Tetap Lainnya yang sangat banyak ;
- saat ini, BMN berupa Tanah, Gedung dan Bangunan, serta Jalan Irigasi dan Jaringan menjadi underlying asset SBSN sehingga diperlukan revaluasi untuk meningkatkan leverage BMN dimaksud.
Apa yang dimaksud dengan penilaian kembali atau revaluasi dan kenapa revaluasi asset ini penting diakukan ? Penilaian kembali asset pemerintahan pusat khususnya asset tetap dilakukan karena terdapat kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai material antara nilai yang tercapat pada Barang Milik Negara/Daerah dengan nilai wajarnya. Revaluasi juga dalam rangka mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Negara/Daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya, serta dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang berhasil guna. Penilaian asset juga berfungsi sebagai aset register. Jika pemerintah khususnya Kementerian Keuangan, memiliki daftar aset di seluruh Indonesia, dan mengetahui mana yang sudah termanfaatkan, mana yang masih idle, dan mana yang bisa dimanfaatkan, mudah bagi Kementerian Keuangan untuk mengelola dan mengoptimalkan asset. Mengapa asset tetap sangat penting untuk dilakukan penilaian kembali ? selain alasan adanya perbedaaan nilai material dengan nilai wajar, penyajian nilai Barang Milik Negara/Daerah yang akuntabel dan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang berhasil guna serta keperluan register aset, maka penilaian kembali asset penting dilakukan untuk mendorong pemanfaatan Barang Milik Negara/Derah yang menganggur atau idle guna dioptimalkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan mampu mendorong penggunaan Barang Milik Negara/daerah sebagai underlying asset penerbitan SBSN atau sukuk secara lebih efisien. Pemanfaatan Barang Milik Negara/daerah sebagai underlying asset penerbitan SBSN atau sukuk diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (UU 19/2008 tentang SBSN),khususnya Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 dan telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-VII/2009 juga berpendapat bahwa pada pokoknya penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN, tidak merugikan negara tetapi justru menguntungkan negara khususnya dalam membiayai APBN, dan BMN yang dijadikan underlying asset tetap dapat digunakan oleh instansi yang bersangkutan karena hanya hak atas manfaat yang dijadikan underlying asset, tidak ada pemindahan hak milik (legal title) dan tidak dilakukan pengalihan fisik barang, sehingga tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan tugas Pemerintah.
Aset Tetap Dalam Neraca Laporan Keuangan Pemerintah.
Sebagai contoh disajikan neraca LKPP 2016 yang telah diaudit
Aset |
|
Aset Lancar |
304.611.773.163.182 |
Investasi Jangka Panjang |
2.411.824.299.666.043 |
Aset Tetap |
1.921.794.337.569.450 |
Piutang Jangka Panjang |
47.128.879.666.666 |
Aset Lainnya |
771.522.275.180.276 |
Total Aset |
5.456.881.565.245.617 |
Kewajiban |
|
Kewajiban Jangka Pendek |
387.444.848.777.136 |
Kewajiban Jangka Panjang Dalam Negeri |
2.838.622.177.018.286 |
Kewajiban Jangka Panjang Luar Negeri |
663.882.787.443.546 |
Jumlah Kewajiban |
3.889.949.813.238.968 |
Ekuitas |
1.566.931.752.006.649 |
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas |
5.456.881.565.245.617 |
Apabila kita memandang negara Indonesia sebagai suatu entitas, maka kondisi struktur modal Indonesia yang disajikan sebagaimana pada LKPP 2016 masih wajar dengan Debt to Equity Ratio sebesar 2,48 : 1. Komposisi Kewajiban Indonesia juga didominasi oleh Kewajiban Jangka Panjang yang berasal dari Dalam Negeri sebesar 73%, sedangkan Kewajiban Jangka Panjang yang berasal dari luar negeri sebesar 17% dan Kewajiban jangka pendek sebesar 10%.
Pembangunan infrastruktur yang saat ini masif dilakukan oleh pemerintahan, tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Sebagai gambaran bahwa untuk membiayai semua infrastruktur pada tahun 2017 dikeluarkan dana sekitar 400 trilyun, dan untuk tahun 2018 dana infrastruktur sebesar 409 trilyun belum termasuk dana infrastruktur yang disalurkan melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Desa. Kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur ini. Untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan belanja yang lain, sampai dengan saat ini pemerintah belum dapat memenuhinya tanpa berhutang kepada pihak eksternal maupun dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Dengan pengelolaan utang yang tepat serta arah kebijakan pemerintah saat ini yang mendukung pengembangan infrastuktur Indonesia, maka multiplier effect dari kebijakan pemerintah saat ini akan dirasakan manfaatnya di masa mendatang ketika infrastuktur yang ada mendukung perekonomian Indonesia dalam berbagai sektor usaha.
Peran Aset Non Finansial (Aset Tetap)
Pada beberapa literatur, permasalahan pengelolaan aset tetap pada beberapa negara cenderung sama yaitu aset Non finansial (aset tetap) umumnya memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan aset finansial, dan keduanya umumnya lebih tinggi daripada utang pemerintah. Elva Bova, Robert Dippelsman, Kara Rideout, and Andrea Schaechter (IMF Working Paper) pada tahun 2013 memberikan beberapa contoh negara seperti Australia, Kanada,Perancis dan Jepang mempunyai aset tetap yang lebih tinggi dari aset finansial. Di negara-negara tersebut bahkan frekuensi TV, maritime, hutan dihitung sebagai aset tetap. Contoh lain bahkan di Jepang aset tetap Jepang adalah 120% dari GDP negara tersebut. Bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, juga harus bersiap untuk menghadapi tantangan ke depan untuk melakukan inventarisasi dan penilaian terhadap sumber daya alam sebagai salah satu kekayaan yang dikuasai oleh negara. Banyak sekali sumber kekayaan alam yang dimiliki Indonesia belum dinilai dan dicatat sebagai aset tetap Republik ini. Masih terdapat banyak sumber daya alam, minyak dan gas bumi, perairan, pesisir, hutan, udara, atmosfer serta keanekaragaman biota Indonesia lainnya yang belum diukur manfaat ekonominya.
Aset tetap sejak LKPP tahun 2006 terus mengalami peningkatan, oleh sebab itu perlu diadakan penilaian kembali atau revaluasi aset tersebut setelah 10 tahun dan akan kembali dilakukan setelah 10 tahun lagi. Dengan penilaian kembali diharapkan diadapatkan nilai aset tetap yang wajar sesuai kondisi pada jamannya dan hal itu merupakan salah satu cara meningkatkan kredibilitas APBN kita. Dengan penilaian atas aset dengan nilai yang wajar, maka masalah hutang untuk pembangunan infrastruktur niscaya tidak akan menimbulkan polemik di masyarakat karena dengan jaminan atau underlying aset tetap yang dimiliki, Indonesia tidak perlu diragukan kemampuannya membayar atas semua hutangnya disebabkan aset tetap yang dimiliki jauh lebih banyak. Tentunya setelah mampu mengidentifikasi dan mengukur nilai ekonomi dari kekayaan negara, dan merencanakan pembangunan demi kemakmuran rakyat, maka tahapan berikutnya adalah bagaimana mengelola kekayaan negara dengan profesional dan akuntabel dan semua aset tetap dapat dipergunakan sebesar-besarnya demi rakyat Indonesia yang lebih sejahtera.