Tanda
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung
-pepatah lama-
Ketika lampu traffic light menyala kuning, itu adalah isyarat bahwa pengguna jalan yang akan melintas harus segera mengurangi kecepatan, menginjak rem dan melepas tekanan gas agar jeda waktu yang hanya lima detik dapat dimanfaatkan untuk berhenti saat lampu berganti merah. Kondisi ini juga mengisyaratkan bahwa kita juga menghormati siapa pun yang berperan hingga tanda lalu lintas tersebut dapat dinikmati semestinya.
Tukang batu yang membuat fondasi untuk menancapkan besi penyangga, tukang besi/las tempat memesan tiang lampu, teknisi listrik yang menyambungkan berbagai rangkaian kabel berbagai jenis dan warna, besar, kecil, hitam, putih, kuning, merah, biru, hijau, panjang, pendek sehingga lampu dapat menyala bergantian, dan mungkin saja ibu penyedia makanan dan minuman di warung sebelah, dan hormat kepada mereka semua adalah bagian kita sebagai manusia.
Saat bertugas di negeri penghasil aspal, di malam hening tiba-tiba terdengar bunyi dentang panjang menggema yang membuat terjaga dan bertanya-tanya sudah tibakah Malaikat Israfil melaksanakan tugasnya, ternyata bel kapal singgah di Pelabuhan Murhum. Pelabuhan negeri seribu benteng merupakan penghubung antara Indonesia bagian barat dan timur, dan kapal-kapal besar pengangkut penumpang dan barang akan singgah untuk mencukupi kebutuhan selama pelayaran berikutnya, air bersih, bahan makanan pokok, beras, sayur, daging, ikan, tempe, tahu, minyak goreng, gas dan tak ketinggalan media pembersih.
Selama singgah yang memerlukan waktu hingga dua jam, dapat dimanfaatkan oleh penumpang untuk turun dan menengok kota setempat, dan bel pertama adalah tanda bahwa waktu keberangkatan masih sekitar dua jam ke depan, selanjutnya satu jam sebelum keberangkatan akan dibunyikan lagi, dan ketika bunyi berturut-turut empat kali, menandakan bahwa kapal akan angkat sauh seperempat jam menjelang, para penumpang yang masih di darat agar segera naik, karena betapa sering akibat terlena ada penumpang yang ketinggalan kapal.
Masih di bumi yang sama, pada bulan Ramadan sebagai penanda waktu berbuka bukan azan yang terdengar melainkan sirene panjang, dan panggilan salat dikumandangkan setelah marbot selesai berbuka makanan ringan dan minum secukupnya untuk membatalkan puasa serta membasahi kerongkongan. Dengan demikian masyarakat sekitar juga memiliki waktu jeda untuk hal yang sama sebelum menunaikan ibadah magrib, baik di masjid maupun di rumah masing-masing.
Di wilayah para tengku, setiap menjelang salat Jumat, polisi syariat akan berkeliling kota memperingatkan pemilik warung, toko, kantor dan tempat usaha lain untuk segera menutup serta menyudahi kegiatannya, sebagai tanda bahwa waktu ibadah pekanan bagi umat Islam akan segera dimulai, setiap penduduk diminta bersiap-siap untuk menghadap Tuhan, dan semua kembali baraktifitas selepas ibadah Jumat dilaksanakan.
Di tanah dengan harum cendana merebak, pagi ditandai dengan bunyi lonceng gereja sebanyak lima kali, itulah waktu untuk memulai aktifitas, selesai sujud subuh, menyapu lantai rumah dan halaman, mengumpulkan sampah di pojok kebun dan membakarnya. Ketika pesawat melintas dengan bunyi gemuruh di angkasa adalah tanda untuk menyudahi semuanya dan bersiap berbakti untuk negeri, membersihkan raga, menyucikan jiwa, mengenakan seragam, menyiapkan kendaraan serta menyongsong bagaskara di ujung selatan Nusantara.
Di tempat emas seberat 50 kg disimpan di puncak menara menjulang 132 m, pagi dimulai dengan bunyi peluit kereta api yang berhenti di Stasiun Besar Gambir menumpahkan penumpang dari penjuru timur Pulau Jawa, diselingi teriakan knalpot bolong memecah fajar, bunyi srek-srek sapu lidi petugas kebersihan menggores jalanan, waktunya bersiap dengan kemacetan, riuh kendaraan saling mendahului, beradu bel, sesak dada karena polusi dan perih mata karena debu bercampur asap kendaraan lalu lalang serta tiba di kantor dengan peluh namun tiada keluh.
Di bumi Prabu Jayabaya pernah bertahta, dari Semampir 6 akan terdengar bel kereta berbunyi panjang melintas, menandakan siapa pun harus menyingkir dari rel mengingat di kiri dan kanan merupakan perkampungan padat penduduk, dan terkadang ada kejadian entah karena tidak mendengar maupun karena terlanjur melintas yang berakibat tubrukan dengan kereta.
Ketika mentari mulai mlethek, harum cengkih terbawa embusan angin pagi menyeruak di sela-sela jendela kamar memberi tanda, bahwa penyumbang terbesar pendapatan negara di delta Brantas mulai menampakkan aktivitas hariannya, jalanan sekitar pabrik mulai macet, petugas keamanan sibuk mengatur lalu lintas keluar masuk kendaraan, ditingkah anak-anak berangkat menjemput ilmu diantar orang tua sembari ke tempat kerja, ibu-ibu berangkat ke pasar, tukang becak menunggu panggilan penumpang, ojek pengkolan bergerombol sambil mengobrol tentang entah.
Kala suara kendaraan dinyalakan dan salam pamitan terdengar, sebagai tanda bahwa ada yang mau mengantar anak berangkat sekolah sekaligus memberi petunjuk bagi tetangga agar menyiapkan diri menyongsong hari, karena jarum jam mulai berputar menuju pukul 07.00, bahwa ada harapan dan asa yang harus diraih.
Apabila wangi tempe, tahu, ayam, ikan goreng dan telur dadar menguar memenuhi ruangan, itu adalah tanda sudah tiba waktunya untuk mengistirahatkan raga sejenak, mengisi tenaga dengan nutrisi dan inilah saatnya …teringat ku teringat pada janjimu ku terikat, hanya sekejap ku berdiri kulakukan sepenuh hati…
Dan ketika senja menjelang, saat ...man ana man ana… berkumandang itu adalah isyarat menyudahi bakti kepada bangsa dan negara, komputer dimatikan, berkas di meja dibereskan, jaket dikenakan, kunci kendaraan disiapkan, kerudung dirapikan, dompet dan ponsel masuk tas, sandal diganti sepatu (atau mungkin malah sebaliknya) serta salam diucapkan dan malam pun datang.
…izinkan ku lukis senja mengukir namamu di sana, mendengar kamu bercerita menangis tertawa…
*refleksi rindu mengharu biru