Mikro
hukumlah jika ia meminta kemenangan
sebab, itu berarti
mendoakan kekalahan
bagi sesamanya
-ean: doa untuk anakku
Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis yang mengakibatkan efek domino yang luar biasa hingga lengsernya Presiden Soeharto dan digantikan B.J. Habibie. Banyak raksasa ekonomi yang tumbang satu demi satu akibat krisis tersebut, selayaknya rumah kartu yang roboh diterpa angin. Namun ada yang tetap dan mampu bertahan di tengah badai krisis, tak goyah meski terdampak, tak ambruk meski berderak, dan tak bergeser meski terdesak.
Para liliput ekonomi, pelaku usaha kecil, pelaku ekonomi mikro, yang terserak di pinggir-pinggir jalan, di sudut-sudut kampung, di gang-gang sempit, di tritis pertokoan besar, di bawah tenda, di sempilan tanah yang dilupakan, tetap bertahan, terus berjalan dengan keimanan yang tak tergoyahkan.
1400 tahun yang lewat, lahir seorang bayi kecil di jazirah Arab dari keturunan murni, mulia, sejati dan diberi nama Muhammad. Sebuah nama yang sudah familiar terdengar di telinga, namun tak pernah digunakan oleh anak dari siapapun dan dimanapun, yang sudah tertera di pintu surga bersanding dengan nama Tuhan, bahkan jauh sebelum penciptaan manusia pertama, Adam A.S.
Manusia sejati yang sejak awal hingga kembali ke haribaan ilahi senantiasa berpijak dan berpihak kepada rakyat kecil, lapisan bawah, masyarakat yang terabaikan, kaum akar rumput, para budak, kaum miskin dan yang terpinggirkan, karena tak terperi betapa Allah menyebut orang yang tak peduli dengan kaum dhuafa dengan sebutan mendustakan agama, dan melalaikan salatnya karena enggan menolong dengan barang berguna (Q.S. Al-Maun: 1-7).
Tahun 1450 ketika kekuasaan Majapahit sedang dalam masa kritis, rakyat hidup dalam kesengsaraan karena pungutan upeti yang tinggi dari penguasa, lahir seorang pendobrak dari kalangan ningrat yang rela melakukan ketidakbaikan demi membantu rakyat miskin dan kekurangan. Bahkan setelah lulus menjadi murid Sunan Bonang, pemuda yang kelak mendapat julukan Sunan Kalijaga tetap dengan komitmennya untuk senantiasa berbaur dan bergelut dengan rakyat, membesarkan dan menguatkan hati lapisan bawah, agar optimis dan yakin dengan Rahman dan Rahim Allah yang tak terhingga.
Lewat tembang yang seolah nyanyian dolanan anak-anak, namun terkandung makna dalam yang memberi tambahan keyakinan bahwa Gusti Allah ora sare. Gundul-Gundul Pacul, Sluku-Sluku Bathok serta mantra penenang jiwa Kidung Rumekso ing Wengi, semua tak lepas dari keberpihakan kepada kaum miskin papa.
25 Mei 1835 (11 Jumadil Akhir 1235 H) di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan lahir seorang anak lelaki yang kelak terkenal di bumi hingga langit bernama Syaikhona Kholil Bangkalan (Mbah Kholil), nasabnya bersambung hingga ke Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menurunkan murid-murid yang memengaruhi arah perpolitikan bangsa dan negara. Mbah Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul ‘Ulama dan Pesantren Tebuireng, Mbah Wahab Chasbullah pendiri Pesantren Tambakberas Jombang, Mbah Manaf pendiri Pesantren Lirboyo Kediri.
Kepedulian Mbah Kholil terhadap kondisi rakyat sekitar yang kesulitan dan kekurangan dengan membagikan uang kepada penduduk lewat cara menyediakan setumpuk uang di mushola, silakan mengambil sesuai jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Bila sendiri maka cukup mengambil satu keping, bila dua orang maka mengambil dua keping, demikian seterusnya. Meskipun seseorang mengambil sepuluh keping, bila yang ditanggung hanya dua orang anggota keluarga, maka sesampai di rumah, jumlah keping uang yang diambilnya akan sesuai jumlah anggota keluarga. Demikian sebaliknya, yang merasa cukup dengan satu keping, sedangkan jumlah anggota keluarga yang ditanggungnya berjumlah sepuluh, maka sesampai di rumah keping uang di saku akan menjadi sepuluh.
5 Juli 2017 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah, dengan salah satu tugasnya mengelola penyaluran dana dalam program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Program Pembiayaan Ultra Mikro merupakan fasilitas pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah bagi usaha ultra mikro yang belum dapat mengakses program pembiayaan dari perbankan, dengan pagu tertinggi sebesar Rp20 juta dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, serta syarat yang sangat mudah dan ringan, yakni cukup KTP dan tidak sedang menerima program pemerintah yang lain (KUR). Selain memberikan kredit kepada para debitur, pihak penyalur juga berkewajiban untuk melakukan pendampingan kepada para nasabahnya, sehingga tidak sekadar memberikan dana dan ditinggal begitu saja.
Salah satu tujuan program pembiayaan Ultra Mikro yakni menyediakan pembiayaan yang mudah dan cepat bagi pelaku usaha ultra mikro, yang berarti berpihak kepada rakyat kecil, masyarakat yatim yang tidak dapat menjangkau pembiayaan lewat perbankan, yang bahkan untuk datang ke bank sudah merasa gamang dan ragu. Harapannya dengan semakin bertambahnya masyarakat yang mendapat alokasi pembiayaan UMi, maka akan semakin bertambah pula pelaku-pelaku usaha yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana nama pembiayaan UMi, maka program ini diutamakan bagi ibu-ibu yang tidak memiliki kegiatan lain saat di rumah, atau ibu-ibu yang memiliki waktu luang setelah membantu suami sebagai pencari nafkah utama di sebuah keluarga.
Mengapa ibu-ibu?
Batas maksimal pinjaman UMi sebesar Rp20 Juta setiap debitur, dan tentunya pada awal akad tidak langsung bernilai sebesar itu. Mulai dari nilai terkecil Rp3 Juta hingga batas maksimal tertinggi Rp20 Juta, yang akan dilihat dari kemajuan usaha dan kemampuan debitur dalam mengelola dan menatausahakan kredit-nya.
Bagi bapak-bapak uang sebesar Rp3 Juta mungkin hanya akan lewat begitu saja, tanpa ada hal berarti yang dapat dimunculkan, berbeda bagi seorang ibu, uang Rp3 Juta dapat menjadi apa saja bahkan dapat untuk melakukan segala sesuatu yang mampu menopang kehidupan sebuah keluarga.
Jamak sudah menjadi rahasia umum, seorang ibu adalah seorang akuntan andal yang bahkan akuntan sejati yang telah menempuh pendidikan dan memperoleh gelar akan heran dan bingung dibuatnya. Modal bulanan dari bapak yang sangat terbatas, mampu dikalkulasi oleh ibu, sedemikian rupa sehingga saat akhir bulan ternyata masih ada sisa yang dapat digunakan untuk membayar tagihan dari tetangga, atau masih dapat dimasukkan tabungan sebagai bekal bila ada hal-hal yang mendesak diselesaikan.
Selain itu, seorang ibu juga seorang matematikawan ulung, yang mungkin Aristoteles dan Al-Jabr pun tak mampu membuat rumus-rumus serumit rumus yang dibuat oleh seorang ibu. Bagaimana mungkin dengan bekal minimal yang diberikan bapak sebagai kepala keluarga cukup untuk menghidupi sebuah keluarga selama satu bulan. Mungkinkah membagi uang itu untuk memenuhi kebutuhan yang macamnya di luar batas nalar manusia, sandang, pangan, papan, biaya sekolah, bayar cicilan kendaraan, ditambah keperluan anak-anak yang tiba-tiba dan sewaktu-waktu dan harus dipenuhi saat itu juga.
Maka sangat tepat jika sasaran pemberian kredit UMi diutamakan untuk para ibu, para penjaga keluarga disaat para bapak berjuang di luar rumah menempuh jalan Tuhan menjemput rezeki.
Para ibulah yang mampu memanfaatkan dana UMi untuk melakukan kegiatan dan usaha sehingga dapat memberi nilai tambah untuk sebuah keluarga, memberi manfaat lebih atas suatu modal yang bagi sebagian besar orang tak memungkinkan untuk memulai sebuah peningkatan nilai ekonomi, yang pada akhirnya tiang utama pencaharian keluarga beralih ke tangan ibu.
KPPN sebagai instansi vertikal DJPb dan wujud nyata pelaksanaan Regional Chief Economist, berkewajiban melaksanakan monitoring dan evaluasi kepada para debitur penerima pembiayaan UMi, bertemu langsung dan bertatap muka dengan pelaku usaha ultra mikro penerima manfaat UMi.
Dalam kegiatan monev tersebut, beberapa hal yang menjadi perhatian bahwa tidak semua debitur UMi pada mulanya berkenan ketika ditawari untuk ikut dalam program UMi, hal ini mengingat dalam khasanah budaya Jawa dan Islam ada nasihat untuk menghindari utang, dan tidak berminat ketika ditawari untuk penambahan nilai kreditnya. Rasa cukup dan syukur dengan pemberian yang telah diberikan Tuhan sebagai cerminan umat beriman sangat kental dengan kehidupan masyarakat di negeri ini, terutama di daerah perdesaan dan kampung-kampung yang terselip di sudut kota.
Namun terdapat debitur yang karena memiliki utang lewat program UMi menambah semangat dalam melakukan usaha, berdagang di pasar setempat. Saat musim hujan, di mana orang lain sedang berselimut menikmati hangatnya tempat tidur, yang bersangkutan, bahkan jauh sebelum azan subuh berkumandang, telah mempersiapkan ubo rampen dagangannya untuk dibawa ke pasar, ayo pak ke pasar hari ini waktunya bayar cicilan, begitu pesan sang ibu saat membangunkan suaminya untuk bersegera beranjak dari istirahat malamnya.
Lain lagi dengan seorang ibu yang memanfaatkan kredit UMi-nya untuk berjualan rujak di depan rumah yang jauh dari jalan raya, sehingga pembeli dagangannya benar-benar hanya tetangga sekitar, dan hanya berdasar gethok tular, bahwa di sudut gang masuk kampung ada penjual rujak yang recommended, namun selang beberapa waktu mampu membelikan seekor lembu untuk dipelihara sang suami.
Bagi ibu yang memiliki usaha rias pengantin, nilai pembiayaan UMi sebesar Rp2 Juta mampu menambah satu etalase di rumahnya sebagai sarana menyimpan dan menempatkan tambahan usahanya, sebagai sisi lain rias pengantin. Baju, kerudung, peralatan kecantikan, obat-obatan luar, minyak gosok, madu dan bahkan dari pada lemari pendinginnya menganggur, dibuatlah es batu yang dijual ke tetangga sebelah yang membutuhkannya.
Dengan kepositifan dampak yang diberikan dari adanya kredit UMi bagi masyarakat yang memerlukan pembiayan murah, mudah dan cepat, tentunya menandakan bahwa niat baik pemerintah untuk memberdayakan serta keberpihakan kepada para pelaku usaha kecil, mikro telah diterima dan berjalan dengan baik oleh para penggelut usaha yang mampu bertahan disaat yang lain tumbang satu demi satu ketika ada krisis melanda negeri.
Harapan lanjutan bila pelaku ekonomi penerima manfaat UMi telah mampu dan layak mendapatkan layanan dari perbankan, hal ini akan menaikkan kelas untuk memperoleh pembiayaan yang lebih besar, yang tentunya juga akan menaikkan nilai usahanya, dari semula usaha tersebut dijalankan secara mandiri, ditangani sendiri apapun keperluannya, maka dengan tambahan dana dan modal, usaha tersebut akan dapat merekrut pekerja atau karyawan dan menciptakan lapangan kerja baru, yang akan semakin menyebarkan dan menebarkan kebaikan bagi siapa saja.
Dampak berikutnya tentu saja pelaku-pelaku usaha semakin tumbuh dan berkembang yang akan memberi dampak lanjutan baik secara materi maupun non materi bagi masyarakat luas, bagi bangsa dan negara.
Dan yang lebih penting, bahwa keberpihakan kepada pelaku usaha mikro sejalan dan ittiba’ dengan apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW ribuan tahun yang lewat.
Ditulis oleh: Yudi Santoso (Kepala Seksi Bank KPPN Kediri)