Birokrasi kerap dipandang sebagai lembaga yang lamban, korup, bahkan jahat, sehingga birokrasi identik dengan berbagai persepsi negatif. Itu satu hal.
Hal lain, politisi adalah oknum konsumtif di segala masa dan tempat karena politisi selalu ingin membuktikan ukuran keberhasilan dengan cara mendorong sebanyak mungkin belanja ke arah para konstituennya (Irene S Rubin, Nothern Illionis University). Bayangkan kalau politisi menjadi sekaligus birokrat, dan jabatan politis selalu terjadi, kerumitan peran yang tidak main-main karena berbuah tindakan-tindakan politis birokrat yang berbaur sedemikian rupa kemudian bergerak sebagai bandul yang berayun ke ekstrim kanan atau kiri. Itu sebabnya kerap diserukan agar politisi yang masuk ke ranah birokrasi menyadari bahwa ia bukan lagi milik partai melainkan pelayan bagi semua.
Mengharapkan birokrasi sebagai pelayan bagi sebagian kalangan mungkin masih bagai mimpi di siang bolong. Untuk itulah perlu ditetapkan suatu ukuran pelayanan sehingga mutu birokrasi dapat dinilai secara tegas alias tidak kabur. Dalam dunia usaha pengukuran mutu telah dilembagakan dalam suatu standar oleh International Organiszation for Standardization yang mengembangkan berbagai pengukuran misalnya mutu pelayanan, mutu peralatan, mutu produk, dsb. Organisasi yang telah memenuhi syarat akan diberikan sertifikat ISO. Secara etimologis, ISO berarti “sama”. Makna yang hendak ditekankan adalah kesamaan antara ketetapan dan hasil. Sebagaimana dilansir oleh organisasi ini penerapan ISO akan dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan, jaminan atas kualitas dengan standar internasional, menghemat biaya, mengoptimalkan kinerja pegawai, meningkatkan image perusahaan. Mungkinkah standar pelayanan ISO sedemikian bisa diterapkan di dunia birokrasi? Pentingkah birokrasi didapuk dengan sertifikat ISO?
Supaya lebih mudah dipahami, kita batasi semesta pembicaraan ini pada standar mutu pelayanan. Adagium ISO, “kerjakan yang tertulis, tuliskan yang dikerjakan”, artinya seluruh mutu pelayanan mestilah sudah direncanakan, ditetapkan, dan terdokumentasi terlebih dahulu sejak hulu sampai hilir dan kesesuaian/ketidaksesuaian hasil pelayanan pun dicatat sedemikian rupa yang berguna untuk pengembangan selanjutnya. Sesuai aturan ISO maka mutu pelayanan sebagai tanggung jawab manajemen selalu diawali dengan menetapkan suatu Kebijakan Mutu atau lazim disebut sebagai Janji Layanan. Dalam hal ini pimpinan puncak dalam suatu organisasi birokrasi harus memastikan bahwa Janji Layanan sudah sesuai dengan sasaran organisasi, mencakup komitmen perbaikan terus-menerus, menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu, dikomunikasikan untuk dipahami semua pihak dalam organisasi dan dipahami oleh para pemangku kepentingan, dan ditinjau secara terus-menerus. Secara praksis Kebijakan Mutu biasanya dirumuskan dalam suatu Janji Layanan berbentuk motto yang mudah diingat. Misalnya di salah satu instansi vertikal Kementerian Keuangan, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KKPN) Mamuju, merumuskan “Jaga PUNDI” sebagai Janji Layanan yang disingkat dari kata-kata “Jaga, Pasti, Unggul, Nyaman, Dinamis, Integritas”. Janji Layanan ini terdokumentasi dan dibuat juga berbentuk banner atau spanduk yang ditempatkan pada posisi yang mudah terlihat untuk maksud internalisasi kepada seluruh lapisan manajemen dan para pemangku kepentingan.
Selanjutnya ditetapkan suatu Sasaran Mutu yang harus konsisten dengan Kebijakan Mutu. Sasaran Mutu diperlukan untuk memastikan bahwa persyaratan produk dipenuhi. Sasaran Mutu lazim disebut Indeks Kinerja Utama (IKU) yang berisi target setiap orang dalam organisasi yang didukung oleh berbagai inisiatif strategis untuk mendukung pencapaian target. Itu sebabnya Sasaran Mutu menggambarkan kinerja organisasi secara komprehensif yang diukur dalam suatu indeks sehingga dapat diketahui kesenjangan rencana target dan realisasi target perorangan dan target organisasi.
Seluruh Sasaran Mutu akan dicapai melalui Rencana Mutu yang ditetapkan sebagai rencana tindakan sehingga dapat didentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sasaran Mutu merupakan suatu rangkaian seluruh aktifitas yang terukur dalam suatu prosedur baku. Untuk itu diperlukan suatu Pedoman Mutu yang lazim disebut Proses Bisnis atau Standar Operasional Prosedur (SOP). Pedoman Mutu terdokumentasi dan dikomunikasikan juga kepada mitra kerja (pemangku kepentingan) sebagai bentuk rencana dan pengembangan rangkaian proses layanan. Secara praksis Pedoman Mutu dirancang dalam bentuk brosur, spanduk, banner, dan media elektronik (media sosial) yang mudah dibaca oleh para pemangku kepentingan. Di ujung segala prosedur ISO diperlukan suatu Catatan Mutu untuk mendokumentasi seluruh pelaksanaan manajemen mutu sehingga dengan demikian ada suatu bahan yang kuat dan terpercaya untuk secara terus-menerus mengembangkan manajemen mutu yang lebih baik.
Terhadap seluruh Kebijakan Mutu, Rencana Mutu, Sasaran Mutu, dan Pedoman Mutu akan dilakukan pengukuran, analisis, dan perbaikan secara berkala dan terus-menerus. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan kesesuaian antara layanan dengan persyaratannya, memastikan kesesuaian implementasi ISO, dan meningkatkan efektifitas ISO. Pengukuran dimulai dengan menilai kepuasan mitra kerja yang dilakukan dalam suatu audit mutu internal, monitoring dan pengukuran proses layanan dan layanan itu sendiri. Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam proses layanan dan aktifitas lainnya, maka hal ini segera dikendalikan dengan cara menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan dari segi sistem, peralatan, dan sumber daya manusia. Bahkan diperlukan suatu analisis data untuk menemukan cara-cara yang lebih baik dalam meningkatkan pelayanan.
Sesungguhnya dengan menerapkan ISO dalam suatu birokrasi, maka seluruh lapisan manajemen akan amat terbantu menyelesaikan berbagai soal. Setiap orang akan melakukan tugas secara terukur. Setiap orang adalah auditor bagi orang lain dalam organisasi sehingga seluruh produk layanan akan terawasi secara seksama. Pada tingkat top management penerapan ISO akan sangat membantu dalam rangka mengevaluasi setiap langkah yang ditempuh organisasi karena ISO amat bermanfaat untuk mengefektifkan berbagai sumber daya yang tersedia, termasuk mengatasi berbagai perilaku korup yang masih marak terjadi di lingkungan birokrasi, sehingga dengan demikian top management lebih dapat berkonsentrasi memikirkan berbagai hal untuk membawa organisasi ke pencapaian-pencapaian yang lebih tinggi.
Mungkinkah ISO diterapkan dalam kancah birokrasi yang sedemikian kental dengan streotip? Jawabannya bukan hanya mungkin, berita baiknya adalah bahwa sudah terbukti beberapa organisasi birokrasi sudah menerapkan ISO. Reformasi birokrasi menjadi awal untuk mewujudkan pelayanan yang berkelas dunia. Amat diyakini bahwa menyusun sistem yang baik menjadi sisi yang perlu dibangun untuk memastikan suatu prosedur yang lebih menjamin birokrasi dapat berjalan di rel yang benar. Sisi lain yang tak mungkin diabaikan adalah sumber daya manusia yang harus dipastikan direkrut dan dibina sesuai sistem yang dirancang untuk menemukan SDM terunggul. Meski sarana dan prasarana diperlukan untuk membentuk birokrasi yang bekerja optimal, namun paling tidak prasyarat sistem yang baik dan SDM yang unggul mutlak dipenuhi.
Secara serius, baiklah jika birokrasi menghitung seluruh beban kerja seraya mencocokkan dengan kebutuhan SDM yang sesuai. Kemudian disusun suatu organisasi yang ramping struktur namun kaya fungsi. Rekrutmen dan penempatan SDM birokrasi agar tidak lagi terlalu beraroma politis yang membebani pertimbangan top management khsususnya dalam konteks pemerintah daerah. Ini menjadi langkah awal membawa birokrasi berstandar ISO. Birokrasi yang meletakkan batu-batu pijakan sejarah untuk menjawab tantangan zaman yang tidak semakin mudah. Sudah saatnya birokrasi kita didorong ke kompetensi tingkat global, sebab memang kita sedang bertarung dalam era tekonologi informasi yang bermuka dua, ramah dan kejam. Namanya juga pemerintah, mestilah mengambil peran utama memberi teladan tata cara berorganisasi yang berkelas dunia. Di buana yang sudah tak berbatas ini, birokrasi standar ISO akan menghasilkan kebijakan standar ISO sehingga menghasilkan suatu masyarakat berkelas dunia. Mari ki’, Punggawa! (Saor Silitonga, Kepala KPPN Mamuju)