Apakah Anda seorang Bendahara? atau Staf Pengelola Keuangan yang berkutat dengan dana APBN dan berbagai aplikasi keuangan instansi?? Jika iya, Anda pasti sudah familier dengan KPPN dan berbagai jenis layanannya. KPPN adalah singkatan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) yang menjadi perpanjangan tangan Menteri Keuangan untuk berperan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) di Daerah.
Layaknya dalam sebuah keluarga, seorang ibu rumah tangga telah diberi tugas mengatur dan memastikan uang yang terkumpul tiap bulannya digunakan untuk pos-pos yang telah ditentukan seperti listrik, air, biaya sekolah anak, tabungan, hingga membayar cicilan kredit. Demikian pula dalam menjalankan roda pemerintahan, Presiden selaku Kepala Negara memberi tugas kepada Menteri Keuangan sebagai BUN dalam mengelola seluruh pendapatan yang tertuang pada APBN untuk membayar pengeluaran Kementerian/Lembaga, pembangunan infrastruktur, investasi, hingga angsuran pinjaman pemerintah.
Fungsi Kementerian Keuangan selaku BUN ini telah ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang merupakan paket regulasi yang menjadi tonggak awal reformasi Keuangan dan Perbendaharaan Negara di Indonesia. Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade, pengelolaan keuangan dan perbendaharaan negara mengalami kemajuan yang pesat, hal tersebut meliputi kejelasan konsepsi, kualitas proses bisnis, peningkatan transparansi, mekanisme check and balance, serta akuntabilitas.
KPPN menjadi garda terdepan dalam mengawal proses pelaksanaan anggaran di daerah. Sampai saat ini, terdapat 182 KPPN yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan jenis layanannya, 182 KPPN tersebut terdiri atas 98 KPPN Tipe A1, 81 KPPN tipe A2, 1 KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah, dan 1 KPPN Khusus Investasi. Bukan tanpa alasan, hadirnya KPPN di berbagai daerah tidak lain adalah untuk memberikan pelayanan secara langsung kepada stakeholder yang ada di daerah tersebut. Ya, sesuai namanya KPPN adalah Kantor PELAYANAN, tugas utamanya memang untuk melayani, bukan sekedar Kantor Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan saja. Bahkan pada beberapa KPPN ada yang membuka layanan KPPN Filial, yakni dengan cara menugaskan salah seorang staf-nya untuk mendatangi daerah yang sulit dijangkau untuk memberikan pelayanan.
Apa saja bentuk pelayanan KPPN? Berdasarkan Keputusan Dirjen Perbendahaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup DJPb, KPPN memiliki dua jenis layanan utama, yaitu Layanan Penerimaan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Layanan Rekonsiliasi. Agar layanan tersebut dapat berjalan maksimal, tentu dibutuhkan sarana dan prasarana (Sarpras) yang memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, serta sistem dan prosedur yang adaptif.
Perkembangan sistem dan prosedur layanan di KPPN sangat menarik untuk dicermati, terutama sistem teknologi informasi yang digunakan. Sejak bergulirnya reformasi Keuangan dan Perbendaharaan Negara pada tahun 2004 yang ditandai dengan pemisahan wewenang antara Kementerian/Lembaga sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN), berbagai sistem telah dirancang untuk menyempurnakan proses bisnis dan meningkatkan kualitas layanan.
Sistem Perbendaharaan Dan Anggaran Negara (SPAN)
Pada awal tahun 2014 diperkenalkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPAN adalah sistem yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Bisa dibayangkan, tiap tahapan pengelolaan anggaran selama ini yang dilaksanakan oleh unit terkait di lingkup Kemenkeu menggunakan sistem dengan pangkalan data (database) yang berdiri sendiri-sendiri. Bukan pekerjaan yang mudah untuk menggabungkan proses tersebut kedalam satu sistem yang terintegrasi dengan konsep single database, dibutuhkan infrastruktur yang handal, sistem informasi modern terkait software dan hardware, penyempurnaan proses bisnis, dan suatu manajemen perubahan untuk membantu perubahan pola pikir para pihak yang terlibat. Ditjen Perbendaharaan, bersama dengan Ditjen Anggaran dan Pusat Informasi dan Teknologi (Pusintek) Sekjen Kementerian Keuangan mengembangkan SPAN dengan mengacu pada beberapa negara maju yang telah berhasil menerapkan program sejenis, seperti Australia, Amerika, dan Kanada. Penggunaan SPAN telah mendapat pujian dari Bank Dunia yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah berhasil menerapkan program yang inovatif, sistem tersebut membantu menata keuangan publik secara lebih baik.
KPPN selaku kantor vertikal yang terlibat langsung dalam tahap pelaksanaan anggaran juga menggunakan SPAN pada proses pencairan dana APBN. Hal tersebut sangat berdampak pada proses layanan penerimaan SPM. Sebelum menggunakan SPAN, proses penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sampai dengan uang masuk ke rekening penerima memakan waktu satu sampai dua hari kerja. Kini, melalui SPAN yang telah mengintegrasikan database antara KPPN, Kantor Pusat DJPb, dan Bank Operasional, prosesnya hanya satu sampai tiga jam saja. Tak hanya itu, untuk memantau proses penyelesaian SP2D, Sisa Pagu Dana, dan Kartu Pengawasan Uang Persediaan, petugas Satker dapat memanfaatkan fitur Online Monitoring SPAN (OM SPAN) yang dapat diakses melalui alamat www.spanint.kemenkeu.go.id menggunakan user dan password yang dapat diperoleh melalui CSO KPPN.
Rekonsiliasi Elektronik Laporan Keuangan (E-Rekon-LK)
Selain layanan penerimaan SPM, KPPN juga membuka layanan rekonsiliasi untuk mencocokkan data transaksi keuangan antara Satker K/L selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) dengan KPPN selaku Unit Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara (UAKBUN). Hasil rekonsiliasi ini akan menjadi dasar penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang selanjutnya akan diaudit dan diberi opini oleh BPK. Sebelum BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPP Tahun 2016, beberapa catatan dan rekomendasi atas kekurangan yang masih perlu diperbaiki telah diungkapkan. Salah satunya tentang proses rekonsiliasi tingkat UAKPA yang masih memiliki kelemahan pengendalian aplikasi terkait integrasi Data.
Proses rekonsiliasi sebelum diberlakukannya E-Rekon pada tahun 2016 telah mengalami berbagai perubahan prosedur dan pergantian sistem aplikasi yang digunakan. Sampai tahun 2014, proses rekonsiliasi dilaksanakan dengan cara Satker datang ke KPPN mitra kerjanya dan menyerahkan Arsip Data Komputer (ADK) dari aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan Tingkat Akuntansi (SAKPA) yang kemudian diganti menjadi aplikasi Sistem Akuntansi Berbasis Akrual (SAIBA) untuk kemudian diunggah pada aplikasi Verifikasi Akuntansi KPPN. Hasil rekonsiliasi yang sudah sama akan dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) dan ditandatangani secara manual oleh pejabat yang bertanggungjawab dari kedua pihak. Kemudian tiap Unit Akuntansi mengirimkan data tersebut secara periodik ke Unit Akuntansi diatasnya, mulai dari tingkat Wilayah, Eselon I, hingga tingkat K/L. Begitu pula pada KPPN yang juga mengirimkan data hasil rekonsiliasi secara berjenjang ke unit diatasnya.
Permasalahan terkait efektifitas dan efisiensi kerap terjadi karena adanya perbedaan database antara unit akuntansi Satker dengan tingkat Wilayah dan Eselon I. Selain itu, proses konsolidasi laporan keuangan tingkat Satker menjadi Laporan K/L memakan waktu dan biaya karena harus datang dan bertatap muka, serta pengawasan (monitoring) proses konsolidasi tidak dapat dilakukan dengan cepat.
Hadirnya E-Rekon yang berbasis web dengan konsep single data submission dapat menyelesaikan masalah perbedaan data, mempercepat proses konsolidasi, memberikan sarana pengawasan yang cepat, dan yang tak kalah penting dapat menentukan keandalan dan kevalidan data akuntansi sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan. Proses rekonsiliasi menggunakan E-Rekon dapat dilakukan oleh Satker secara mandiri dimana saja, tanpa harus datang ke KPPN dan mengantri berlama-lama. Petugas rekon Satker akan memperoleh user dan password dari KPPN untuk login melalui alamat www.e-rekon-lk.djpbn.kemenkeu.go.id kemudian mengunggah data kiriman dari aplikasi SAIBA. Proses rekonsiliasi akan berjalan secara otomatis, jika status hasil rekon sama maka akan diterbitkan BAR yang kemudian ditandatangani secara elektronik dengan mengisikan PIN. Dari penjelasan diatas, penerapan E-Rekon jelas memberikan dampak yang signifikan dari segi efektifitas, efisiensi, dan validitas data jika dibandingkan dengan sistem yang digunakan sebelumnya.
Penyempurnaan sistem perbendaharaan negara yang telah dilakukan DJPb selama lebih dari satu dekade terakhir patut diberi apresiasi yang tinggi. Dengan bermodalkan semangat reformasi, DJPb berhasil melakukan transformasi pada sistem dan proses bisnis yang berdampak nyata terhadap kualitas layanan di KPPN. Mungkin sudah saatnya SPAN dan E-Rekon juga diadaptasi oleh Pemerintah Daerah untuk menyempurnakan pengelolaan keuangan di daerah dan memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam Sistem Akuntansi Pemerintah, sehingga Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia juga dapat memperoleh opini WTP dari BPK.
Penggunaan SPAN dan E-Rekon sebagai sistem pada layanan utama KPPN saat ini juga masih jauh dari kata sempurna. Seiring dengan berjalannya waktu akan nampak celah dan kekurangan. Disitulah diperlukan analisa dan perbaikan secara terus-menerus, sehingga sistem perbendaharaan negara di Indonesia bisa setara dengan negara-negara maju lainnya. Sebagaimana visi dari DJPb yaitu “Menjadi Pengelola Perbendaharaan Negara yang Unggul di Tingkat Dunia”. (Harlinah, Kasubbag Umum KPPN Mamuju, Sulawesi Barat)