Akhirnya surat itu sampai juga di tangan bendahara Satuan Kerja Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Barat. Surat tersebut adalah surat pemberitahuan retur SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) yang dibuat oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) Mamuju
yang sekaligus merupakan jawaban atas pertanyaan yang selama beberapa hari ini ditanyakan oleh sang bendahara, kenapa sudah dua hari sejak SPM (Surat Permintaan Membayar) beliau masuk, dananya belum juga masuk ke rekening tujuan. Rupanya terjadi retur sehingga dana tsb terpaksa “parkir” sementara di rekening penampungan retur milik Ditjen Perbendaharaan sampai dengan administrasi penyebab retur tersebut diselesaikan oleh Satuan Kerja berkenaan.
Retur…, Hmmm…, “Makhluk” apakah ini? Apakah penyebab terjadinya retur ini? Bagaimana pencegahannya? Bagaimana penyelesaiannya ketika sudah terjadi seperti kejadian diatas? Artikel sederhana ini akan coba mengulik serba serbi retur dalam mekanisme pembayaran atas beban APBN, mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh KPPN terhadap SPM yang diajukan oleh Satuan Kerja.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-30/PB/2014 tentang Mekanisme Penyelesaian dan Penatausahaan Retur Surat Perintah Pencairan Dana Dalam Rangka Implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara, Retur SP2D adalah penolakan/pengembalian atas pemindahbukuan dan/atau transfer pencairan APBN dari bank/kantor pos penerima kepada bank/kantor pos pengirim. Secara sederhana dalam praktek sehari-hari di lapangan, retur SP2D adalah sejumlah dana yang dimintakan melalui SPM oleh Satuan Kerja ke KPPN tidak bisa sampai kepada rekening tujuan, sehingga dana tersebut “terpental” sementara ke rekening penampungan retur, menunggu koreksi administrasi terhadap kesalahan penyebab retur yang dilakukan oleh Satuan Kerja berkenaan.
Setelah mengetahui definisi retur diatas, tentu saja kita semua akan bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi hal yang bernama “retur” ini. Pada prinsipnya ada dua hal mendasar yang menjadi biang keladi dari retur. Pertama, ketidakcocokan antara data yang terdapat pada ADK (Arsip Data Komputer) atas SPM yang dibawa oleh Satuan Kerja ke KPPN dengan data supplier yang telah ada pada database SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Perbendaan yang umum kejadian adalah kurang lengkapnya penulisan jumlah digit dari nomor rekening bank penerima, atau kesalahan penulisan nomor rekening itu sendiri atau perbedaan nama pemilik rekening antara yang tercatat pada data supplier KPPN dengan yang dicantumkan pada SPM Satuan Kerja. Penyebab kedua dari retur ini biasa dikenal dengan istilah dormant. Istilah tersebut menunjukkan bahwa rekening tujuan dari SPM Satuan Kerja saat ini bersifat “tidak aktif” dan/atau jumlah saldo yang terdapat dalam rekening tersebut berasa dibawah jumlah minimal yang disyaratkan oleh bank tersebut. Terkait dengan dormant ini, setiap bank punya kebijakan berbeda-beda. Misalnya di Bank A status tidak aktif adalah jika 6 bulan rekening tersebut tidak terjadi transaksi apapun, sedangkan di Bank B mungkin status menjadi tidak aktif jika 1 tahun tidak terjadi transaksi apapun di rekening pada bank tersebut.
Diperlukan solusi berbeda pula atas kedua penyebab utama terjadinya retur SP2D tersebut diatas. Menonaktifkan data supplier salah yang berada di database KPPN, menggantinya dengan data yang benar, kemudian KPPN dengan fungsi dan kewenangannya sebagai BUN (Bendahara Umum Negara) menerbitkan SPM dan SP2D untuk “mengalirkan” dana retur tersebut ke rekening penerimanya yang sudah dikoreksi tadi. Ini merupakan tindakan solutif yang harus dilakukan terhadap penyebab retur yang pertama tadi. Bagaimana jika penyebabnya adalah dormant.? Untuk kasus penyebab retur kedua ini KPPN akan meminta kepada Satuan Kerja untuk mengaktifkan kembali status rekening penerima yang sudah tidak aktif itu. Ada dua cara pengaktifan kembali yang tersedia, yaitu pertama dengan meminta pemilik rekening untuk menyetorkan sejumlah uang ke rekening berkenaan, yang dengan adanya transaksi setoran tersebut akan merubah status tidak aktif rekening menjadi aktif. Cara kedua adalah Satuan Kerja bermohon kepada bank bersangkutan untuk mengaktifkan rekening tersebut melalui sistem di bank tersebut. Jika ditemui penyebab dormant adalah saldo dibawah limit bank, maka Satuan Kerja meminta pemilik rekening untuk menambah jumlah saldonya sampai paling tidak telah berada diatas batas minimal saldo dari bank tersebut, sehingga status rekening terkait dapat berubah menjadi aktif.
Selanjutnya, dalam rangka menjamin keakuratan dan validitas data retur SP2D, untuk penyelesaian retur SP2D yang diterima mulai tahun 2016, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-44/PB/2015 tentang Mekanisme Percepatan Penyelesaian Retur Surat Perintah Pencairan Dana menetapkan adanya pelaksanaan rekonsiliasi data retur SP2D dengan Satuan Kerja mitra kerjanya, yang dilakukan setiap bulan Juli. Secara garis besar pelaksanaanya adalah dengan cara Satuan Kerja melakukan verifikasi atas data retur SP2D yang disampaikan oleh KPPN. Hasil verifikasi oleh Satuan Kerja tersebut berupa 2 (dua) kelompok data retur SP2D, yaitu pertama retur SP2D yang diakui Satuan Kerja dan akan dimintakan pembayarannya kembali. Jika dalam 2 (dua) bulan sejak tanggal penandatanganan BAR (Berita Acara Rekonsiliasi), Satuan Kerja belum melakukan perbaikan atas retur SP2D berkenaan, maka KPPN dapat langsung menyetorkan dana retur milik Satuan Kerja tersebut ke Kas Negara. Kemudian yang kedua adalah kelompok retur SP2D yang diakui oleh Satuan Kerja dan tidak akan dimintakan pembayarannya kembali.
Jauh lebih penting dari semua solusi tersebut diatas adalah bagaimana tindakan pencegahan agar tidak terjadi retur di Satuan Kerja. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya retur ini. Pertama, meminta Satuan Kerja untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam penulisan nama dan nomor rekening (terkait jumlah digit-nya dan kebenaran nomor rekening itu sendiri), agar tidak terjadi kesalahan mendasar terkait dengan kedua hal tersebut. Kedua, meminta kepada Satuan Kerja untuk memastikan dahulu status rekening penerima (aktif atau tidak aktif) sebelum di input ke dalam SPM untuk dibawa ke KPPN. Hal ini khususnya kepada para penerima yang mempunyai karakteristik memiliki rekening tersebut hanya untuk menampung dana bantuan (Bantuan Siswa Miskin, Beasiswa dll), yang jika dana bantuan tersebut masuk, langsung ditarik semua oleh penerima tersebut, sehingga otomatis rekening tersebut tidak akan terjadi transaksi apa-apa lagi sampai dengan menerima lagi bantuan yang sama antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun ke depan (secara periodik).
Berdasarkan pemaparan di atas, ternyata fenomena retur dan proses penyelesaiannya cukup banyak memakan energi dan waktu. Masyarakat yang jadi tujuan pembayaran beban APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ter-zolimi dengan tambahan waktu yang lebih lama lagi untuk penyelesaian retur ini, agar dana yang menjadi hak-nya dapat masuk ke rekening. Jika kejadian ini terjadi kepada sekian ratus atau bahkan sekian ribu penerima di seluruh wilayah Indonesia, tentu saja sedikit banyak akan mengganggu proses penyerapan APBN. Kemudian kalau dibiarkan terus terjadi dampaknya secara makro dapat melemahkan fungsi APBN sebagai alat kebijakan fiskal negara, yang bertujuan untuk mencapai sebuah perekonomian yang makmur dan sejahtera serta untuk menentukan arah dan tujuan, bidikan, prioritas pembangunan bangsa atau pembangunan nasional dan tentunya menghasilkan sebuah pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Dengan demikian sangat dibutuhkan peran kita bersama sebagai aparatur negara yang profesional dalam pengelolaan APBN untuk mencegah terjadinya retur ini. Zero retur untuk APBN kita..!!! (Robertus Bambang D.S, Kepala Seksi Bank KPPN Mamuju, Sulawesi Barat)
Daftar Pustaka:
Kemenkeu, Ditjen Perbendaharaan 2014. PER-30/PB/2014 tentang Mekanisme Penyelesaian dan Penatausahaan Retur Surat Perintah Pencairan Dana Dalam Rangka Implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Jakarta: Kemenkeu.
Kemenkeu, Ditjen Perbendaharaan. 2015. PER-44/PB/2015 tentang Mekanisme Percepatan Penyelesaian Retur Surat Perintah Pencairan Dana. Jakarta: Kemenkeu