Penulis:
AGUSTINUS PRASETYO
(Penulis adalah Pegawai pada KPPN Sanggau)
Selama satu tahun terakhir, pandangan mata masyarakat dunia tertuju pada Indonesia yang mengemban presidensi G-20. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 merupakan momen yang sangat penting, baik itu bagi negara anggota G-20 maupun masyarakat dunia. Group of Twenty atau Kelompok G-20 adalah forum kerja sama internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia yang berfokus pada bidang ekonomi dan pembangunan. Kegiatan KTT G-20 merupakan arena diskusi para pimpinan negara yang memiliki pengaruh signifikan terhadap dunia, dimana 19 negara anggota dan Uni Eropa mewakili 60% jumlah penduduk dunia, 70% kegiatan perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Oleh karena itu, keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan KTT G-20 tidak hanya penting bagi Indonesia, namun juga bagi negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah di seluruh dunia.
Kesepakatan terkait dengan rencana aksi negara-negara maju dan berpenghasilan menengah dalam menangani isu global sangat diperlukan. Isu global yang diusung tahun ini, salah satunya adalah pemulihan ekonomi global setelah dunia dilanda pandemi Covid-19, disamping krisis energi dan pangan sebagai dampak dinamika geopolitik internasional. Oleh karena itu, Indonesia dalam Presidensi G-20 ini mengangkat tema terkait arsitek kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital. Tema yang diangkat dalam KTT G-20 tahun ini adalah Recover Together, Recover Stronger.
Leaders Declaration yang disahkan pada saat acara penutupan KTT G-20 oleh Presiden Joko Widodo di Bali memuat 52 paragraf, yang salah satunya menyangkut penyelesaian perang antara Rusia - Ukraina yang telah berdampak luas pada negara-negara di dunia. Kesepakatan lain dalam sidang KTT G-20 tersebut meliputi, penanggulangan permasalahan Kesehatan global, perlindungan ekonomi makro dan keuangan, upaya mengatasi krisis pangan dan energi, perubahan iklim dan digitalisasi ekonomi.
Langkah nyata yang telah diambil dalam KTT G-20 yaitu para pemimpin negara-negara G-20 telah sepakat untuk membentuk Pandemic Fund (PF). Pundemic Fund dibentuk untuk mendanai perbaikan sistem kesehatan global, agar dunia di masa depan siap menghadapi pandemi dengan lebih baik. Hal ini dijadikan salah satu topik utama pembahasan karena pengalaman dalam mengatasi pandemi Covid-19 membutuhkan kerja sama lintas negara. Dana yang diperlukan untuk pembentukan PF sebesar USD 31,1 miliar yang akan dikumpulkan dari seluruh negara anggota G-20 dan Non-G-20, lembaga bilateral dan multilateral, Lembaga filantropis, serta diharapkan ada kontribusi dari sektor swasta.
Komitmen lain yang tidak kalah penting adalah terkait konflik antara Rusia-Ukraina. Forum G-20 memang bukan arena untuk menyelesaikan peperangan, namun seruan untuk menghentikan perang antara kedua negara ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo di dalam pidato penutupan kegiatan konferensi. Perang telah berdampak luas dan menyebabkan timbulnya gangguan rantai pasok pangan, krisis ekonomi, krisis energi, peningkatan inflasi serta stabilitas ekonomi global. Bagi Indonesia, dampak peperangan Rusia-Ukraina sangat dirasakan masyarakat, misalnya timbulnya kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada peningkatan kebutuhan subsidi energi, sehingga perlu dilakukan penyesuaian harga bahan bakar. Dampak negatif lainnya adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, kenaikan harga gandum impor, dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagian besar anggota G-20 mengutuk dan meminta kepada pihak yang berseteru untuk segera menghentikan perang.
Dengan telah selesainya penyelenggaraan KTT G-20, para pemimpin negara-negara anggota G-20 dan Uni Eropa masih memiliki pekerjaan rumah, yaitu mulai melakukan pokok-pokok dalam deklarasi yang telah diputuskan di Bali pada tanggal 16 November 2022. Secara singkat pokok-pokok leaders declaration tersebut, antara lain, mengutuk perang di Ukraina, pernyataan penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir tidak dapat diterima. Konflik antar negara harus diselesaikan secara damai melalui dialog. Selanjutnya, komitmen untuk menjaga agar rantai pasokan makanan dilakukan untuk mengatasi kerawanan pangan dengan memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan pangan dan produk pangan bagi mereka yang membutuhkan, khususnya di negara berkembang dan negara kurang berkembang. Poin penting lainnya, adalah terkait isu lingkungan. Para pimpinan negara G-20 sepakat untuk melindungi 30% daratan dan lautan pada 2030, mengurangi degradasi tanah sampai 50% pada tahun 2040 secara sukarela.
Bagi Indonesia, Presidensi G-20 di Bali memberikan keuntungan selain meningkatkan sektor pariwisata Bali, juga dapat memberikan informasi dan pengetahuan lebih awal tentang perkembangan ekonomi global, potensi risiko yang dihadapi di masa depan, serta kebijakan ekonomi yang diterapkan negara lain terutama negara maju. Informasi tersebut dapat digunakan oleh Indonesia untuk menyiapkan kebijakan ekonomi yang tepat dan terbaik. Selain itu, Indonesia juga mendapat dukungan internasional, seperti untuk perlindungan lingkungan hidup, masukknya investasi asing, dan lain-lain. Yang tidak kalah pentingnya adalah nama dan prestasi Indonesia juga semakin dikenal dan diakui berbagai organisasi dan forum internasional.
(Disclaimer: tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak atas nama institusi tempat penulis bekerja).