PENDAHULUAN
“Cening, pekeling biang, melaksana utawi mekarya sane patut. Sampunang setate mepikeneh ngemulihang jinah sane nenten patut. Mangde nenten melaksana sane ten becik. Eling ring karma ! “
Penggalan paragraf diatas merupakan sebuah ilustrasi pesan seorang ibu kepada anaknya yang merupakan pemuda Bali yang akan bekerja sebagai pegawai Kementerian Keuangan RI. Inti pesannya adalah agar sang anak bekerja dengan baik dan tidak curang karena adanya sebuah karma dalam kehidupan ini. Ya, karma atau karmaphala ! Sebuah nilai budaya yang meyakini bahwa “perbuatan baik akan berbuah kebaikan, perbuatan jahat akan berakibat keburukan”. Pesan Ibu tersebut menggambarkan betapa nilai-nilai luhur budaya lokal masih sangat kental dan terpelihara dengan baik dalam masyarakat Bali.
Latar Belakang dan Tujuan
Tak dipungkiri, korupsi telah menjadi penyakit akut di negeri Indonesia ini. Korupsi telah berlangsung cukup lama dan telah “membudaya”. Muak dan eneg rasanya melihat fakta yang terjadi di negeri ini. Muak dan eneg sah-sah saja, asal jangan pernah ada rasa putus asa ! Terlebih sebagai insan perbendaharaan yang tangguh, kita justru harus turut ambil bagian dalam memberantas atau paling tidak turut mencegah terjadinya korupsi dengan membangun sebuah budaya anti korupsi.
Di tingkat nasional, berbagai upaya telah ditempuh. Berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan langkah konkret negeri kita untuk membersihkan praktik-praktik korupsi. Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, upaya pencegahan korupsi juga telah dimulai sejak adanya reformasi pengelolaan keuangan negara melalui paket UU Keuangan Negara di awal tahun 2000-an. Namun demikian, upaya-upaya tersebut belumlah cukup. Harus tumbuh kesadaran dari diri setiap individu untuk berperan aktif dalam mencegah praktik-praktik korupsi. Perlu langkah-langkah yang dimulai dari diri sendiri, dari hal-hal yang kecil, dan dari sekarang juga.
Berangkat dari kondisi tersebut, KPPN Singaraja sebagai sebuah unit vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan di Provinsi Bali telah memulai sebuah upaya dalam mengembangkan budaya anti korupsi melalui pembangunan inovasi dengan pendekatan kearifan lokal. Pendekatan ini memanfaatkan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi, adat, seni dan budaya yang ada di Bali sebagai nilai-nilai yang menjiwai perilaku setiap individu. Pendekatan dengan mengadopsi budaya dan kearifan lokal sebagai media dalam pengembangan budaya anti korupsi dan pengendalian gratifikasi sengaja dipilih karena bagi masyarakat Bali budaya lokal merupakan nilai-nilai yang telah begitu kuat mengakar, dijunjung tinggi, dan dipegang teguh dalam praktik kehidupan sehari-hari. Dari inovasi inilah KPPN Singaraja ingin turut andil dalam membangun budaya anti korupsi dan turut mengkampanyekan praktik-praktik sehat dalam pengelolaan keuangan negara menuju Indonesia yang bersih dan bermartabat, Good and Clean Government.
PEMBAHASAN
Udheng, Gong Kebyar, dan Karmaphala
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai positif dari sebuah tradisi dan budaya masyarakat yang telah mengakar dan telah berlangsung lama, sangat dipercaya masyarakat, dan sangat mendapatkan legitimasi sosial yang kuat. Dalam konteks ini, KPPN Singaraja turut menggali kearifan lokal yang ada di Bali sebagai sebuah inovasi dalam membangun budaya anti korupsi. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menanamkan nilai-nilai budaya yang luhur melalui pemakaian tutup kepala atau udheng, kesenian gamelan Bali Gong Kebyar, dan penanaman nilai karmaphala dalam kehidupan sehari-hari.
Udheng yang oleh KPPN Singaraja dijadikan sebagai pakaian khas di hari-hari tertentu seperti Hari Bhakti Perbendaharaan, Hari Anti Korupsi Internasional, dan event lainnya, tidak sekedar dikenakan namun dihayati maknanya. Udheng tidak saja sekedar dikenakan di kepala tetapi disosialisasikan filosofinya dan diterapkan ruh maknanya dalam aktifitas harian. Udheng yang pemakaiannya dililitkan di kepala menjadi simbol adanya sinergi dan keharmonisan dalam bekerja dan melakukan kebaikan. Udheng dengan bentuknya yang khas, dimana ujung depannya yang lancip dan tegak lurus mengarah ke atas, dimaknai sebagai sebuah komitmen, integritas, dan kejujuran, serta adanya pengawasan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi melihat udheng yang dikenakannya, para pegawai akan terus teringat akan pesan-pesan tersebut dan selalu merasa terawasi untuk bekerja dengan baik dan berintegritas. Implikasinya adalah terbangunnya budaya anti korupsi di lingkungan KPPN Singaraja, yang pada gilirannya akan turut mempengaruhi perilaku pegawai dan para pemangku kepentingan lainnya.
Sementara itu, gamelan Gong Kebyar yang merupakan seni musik tradisional Bali telah dimainkan oleh segenap pegawai KPPN Singaraja. Bahkan tidak saja dimainkan alat musiknya namun juga diimplementasikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran dan integritas adalah pelajaran yang bisa diambil maknanya dari seni gamelan Bali ini. Setiap jenis alat musik gamelan Bali ini, sebut saja Gangsa, Kempul, atau Gong, selalu mencirikan dirinya dengan bentuk dan nada suaranya masing-masing yang khas. Hal ini menunjukkan adanya jati diri dan prinsip-prinsip kebaikan yang tak pernah goyah. Setiap penabuh juga selalu konsisten menabuh alat musiknya sesuai dengan ritme dan intervalnya masing-masing. Dari sini nampak adanya nilai-nilai konsistensi, komitmen, integritas dan kejujuran yang muncul dari kesenian gamelan ini. Nilai-nilai inilah yang terus diinternalisasikan kepada seluruh pegawai, bahkan menjadi jati diri perilaku para pegawai. Para pegawai senantiasa memahami dan memegang teguh makna nilai-nilai tersebut. Para pegawai yang dalam dirinya telah tertanam nilai-nilai kejujuran dan berintegritas tentu akan senantiasa bekerja melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
Nilai-nilai kearifan lokal berikutnya adalah nilai-nilai karmaphala. Karmaphala adalah sebuah nilai yang diyakini kebenarannya bahwa sebuah kebaikan akan selalu berbuah kebaikan, sebaliknya kejahatan akan mendatangkan keburukan. Nilai karmaphala ini selalu disampaikan kepada para pegawai, dan dijadikan sebagai pegangan bagi mereka dalam berkinerja. Para pegawai selalu sadar bahwa apapun yang mereka kerjakan akan selalu berdampak pada dirinya. Keyakinan ini sangat efektif karena mereka selalu merasa ada yang mengawasi yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Nah, dalam kondisi ketika dalam diri pegawai telah tertanam nilai-nilai karmaphala ini, maka efektifitas penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi organisasi pun akan terlaksana dengan baik.
Di sisi lain, penerapan pendekatan nilai kearifan lokal ini juga tidak serta merta langsung berhasil dengan mudah. Tantangan akan selalu muncul ketika tidak ada political will dari pimpinan dan kurangnya dukungan kemauan dari para pegawainya. Strategi dengan pendekatan kearifan lokal akan jauh lebih efektif apabila dibarengi dengan komitmen dari pimpinan yang terus menerus peduli dan mampu menjadi role model bagi para pegawainya, serta adanya kemauan dan juga komitmen seluruh pegawai. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini diperlukan peran aktif dari pimpinan dan metode penyampaian pesan yang bisa diterima oleh seluruh pegawai. Ini pula yang telah berlangsung di KPPN Singaraja dan telah memberikan bukti nyata keberhasilan penerapannya.
Penerapan pendekatan kearifan lokal ini telah memberi dampak pada pengembangan budaya anti korupsi dan pengendalian gratifikasi di KPPN Singaraja. Hal ini dibuktikan dari hasil survey dan laporan pengaduan KPPN Singaraja. Dalam dua tahun terakhir tidak pernah dijumpai adanya keluhan ataupun pengaduan dari masyarakat. Bukti lainnya adalah hasil survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) untuk KPPN Singaraja yang menunjukkan angka fantastis (sangat memuaskan) yaitu 4,62 dari skala 5,00 dimana untuk pertanyaan kategori “Korupsi” dan “Gratifikasi” menunjukkan angka maksimal (nilai kepuasan 5 dari skala 5).
P E N U T U P
Simpulan dan Saran
Strategi penerapan nilai-nilai budaya lokal untuk membangun sebuah mental dan perilaku anti korupsi pada sebuah organisasi sangatlah efektif, karena nilai-nilai budaya lokal telah menyatu dan mengakar kuat membentuk watak dan perilaku masyarakatnya. Disamping itu, strategi ini juga efektif karena mudah dan murah dalam pelaksanaanya. Efektifitas ini dibuktikan dari keberhasilan KPPN Singaraja dalam menerapkannya. Strategi Inovasi pengembangan budaya anti korupsi melalui pendekatan kearifan lokal pada KPPN Singaraja diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi unit lainnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa rekomendasi dapat dilaksanakan oleh unit organisasi lainnya, yaitu :
- Menggali kearifan lokal yang ada di daerah masing-masing, kemudian mempelajari dan memodifikasi untuk mendukung pengembangan budaya anti korupsi;
- Mengkomunikasikan dan mensosialisasikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut kepada para anggota unit organisasi untuk difahami maknanya dan dipraktekkan dalam perilaku sehari-hari;
- Memperluas penerapannya dengan melaksanakan public campaign dan memjadi role model bagi unit-unit lainnya.
Dengan melaksanakan beberapa rekomendasi tersebut, diharapkan akan terbangun sebuah budaya anti korupsi yang dimulai dari unit kecil tempat kita berada, dan pada gilirannya akan turut mewarnai praktik-praktik yang sehat dalam pengelolaan keuangan di negeri ini demi terwujudnya clean and good government di negeri Indonesia tercinta ini. Semoga !
Dari Singaraja untuk Indonesia !
*) Tullisan ini meraih predikat Terbaik Ketiga dalam keikutsertakannya pada Lomba Penulisan Artikel Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam Rangka Hari Antikorupsi se-Dunia (HAKORDIA) Tahun 2017 dan telah dimuat pada Website KPPN Singaraja pada tanggal ... 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Budiwaty, Suci. 2011. Unsur Pembangunan Karakter Bangsa dalam Kearifan Lokal Bali.
Proceeding PESAT (Psikologi Ekonomi Sastra Arsitektur & Sipil), Universitas Gunadarma- Depok, 18 -19 Oktober 2011. Vol. 4 Oktober 2011. ISSN: 1858-2559
Riadi, Mukhlisin. (17 September 2017). Pengertian, Fungsi dan Dimensi Kearifan Lokal. Kajian Pustaka. Retrieved December 4, 2017, from www.kajianpustaka.coom
Sudarsana, I Wayan. (27 Oktober 2017). Berantas Korupsi Melalui Kearifan Lokal. Bali Tribune. Retrieved December 3, 2017, from http://balitribune.co.id/content/berantas-korupsi-melalui-kearifan-lokal