Jl. Jend. A. Yani Km. 10 No. 20 Maburai, Tanjung – 71571

FRAUD TRIANGLE THEORY AND FRAUD DIAMOND THEORY:

UNDERSTANDING THE CONVERGENT AND

DIVERGENT FOR FUTURE RESEARCH

Rabi’u Abdullahi, Noorhayati Mansor, Muhammad Shahir Nuhu

Universiti Sultan Zainal Abidin, 21300 Kuala Terengganu, Malaysia

 

Jurnal ini membahas dua teori tentang penyebab korupsi. Teori pertama adalah Fraud Triangle Theory (selanjutnya disebut FTT) yang diperkenalkan oleh Donald Cressey di tahun 1950. Teori kedua adalah Fraud Diamond Theory (FDT) yang digagas oleh David T. Wolfe dan Dana R. Hermanson di tahun 2004 sebagai pengembangan dari FTT. Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai FTT dan FDT, jurnal ini terlebih dahulu menjabarkan tentang konsep fraud secara singkat.

 

Konsep Dasar Fraud

Ada tiga definisi fraud yang dikutip dalam jurnal ini, yaitu:

  1. Merriam Webster’s Dictionary of Law mendefinisikan fraud sebagai:

“any act, expression, omission, or concealment calculated to deceive another to his or her disadvantage, specifically, a misrepresentation or concealment with reference to some fact material to a transaction that is made with knowledge of its falsity. And or in reckless disregard of its truth or falsity and worth the intent to deceive another and that is reasonably relied on by the other who is injured thereby.”

  1. Ernst and Young mendefinisikan fraud sebagai “an act of deliberate action or mistake made by person or group of person who knows that the error can result in some benefits that are not either to individuals or entities or other parties.”
  2. Adeneji dan Institute of Chartered Accountants of Nigeria: “fraud is an intentional act made by one or more individuals among management, employees or third parties who produce errors in financial reporting.”

Meskipun disadari bahwa fraud adalah bagian mendasar dari korupsi, tidak adanya pembahasan tentang konsep korupsi dalam jurnal ini agak membingungkan. Oleh karena itu, penting untuk menengok salah satu definisi korupsi dalam Black’s Law Dictionary, “the act of doing something with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others: a fiduciary’s or official’s use of a station or office to procure some benefit either personally or for someone else, contrary to the rights of other.”

 

FRAUD TRIANGLE THEORY (FTT)

Teori ini digagas oleh Cressey setelah mewawancarai 250 orang terpidana korupsi. Wawancara tersebut dilakukan dalam waktu 5 bulan. Kesimpulan Cressey adalah:

“Trust violators, when they conceive themselves as having financial problem which is non-shareable, and have knowledge or awareness that this problem can secretly resolved by violation of position of financial trust. Also they are able to apply their own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their conceptions of themselves as trusted persons with their conceptions of themselves as users of the entrusted funds or property.”

Ada tiga kata kunci dalam kesimpulan di atas, yaitu adanya non-shareable financial problem, adanya oppurtunity to commit violation, dan rationalization. Ketiga hal inilah yang mendasari FTT menyatakan bahwa tiga penyebab terjadinya korupsi adalah perceived pressure/incentive/motive, perceived opportunity, dan rationalization.

 

Perceived Pressure/Incentive/Motive

Bagian pertama ini adalah sesuatu yang memberikan trigger awal seseorang untuk melakukan korupsi. Bisa disebut juga motif awal, bisa berupa tekanan (pressure) atau insentif. Kata perceived yang berarti “dipersepsikan” menunjukkan bahwa tekanan atau insentif tersebut tidak harus benar-benar ada. Seseorang cukup berpikir bahwa dia tertekan atau tergoda pada bayangan insentif, maka trigger pertama ini telah terpenuhi.

 

Perceived Opportunity

Hal kedua adalah adanya kesempatan yang dapat terwujud dalam banyak hal. Contoh yang paling sering muncul adalah lemahnya sistem pengawasan. Kata perceived juga menunjukkan bahwa kesempatan ini juga tidak harus benar-benar riil. Lemahnya sistem pengawasan itu cukup ada dalam persepsi pelaku. Sampai di titik ini, sebesar apapun tekanan atau godaan yang ada dalam diri seseorang, kalau dia tidak dapat melihat adanya kesempatan, menurut Cressey, dia tidak akan melakukan korupsi.

 

Rationalization

Hal ketiga adalah rasionalisasi. Dari hasil wawancaranya, Cressey menemukan bahwa para pelaku selalu punya rasionalisasi untuk setidaknya menipiskan rasa bersalahnya. Misalnya, “saya melakukan ini karena saya tidak digaji secara layak” atau “keuntungan perusahaan terlalu besar dan tidak dibagi secara adil kepada pegawai” dan lain sebagainya. Howe dan Malgwi menyatakan, “a bridge between incentive/pressure and opportunity is created when an individual is able to rationalize the fraudulent behaviour”.

 

FRAUD DIAMOND THEORY (FDT)

FDT pada dasarnya adalah expanded version dari FTT. Tambahan unsur penyebab terjadinya korupsi menurut Wolfe dan Hermanson adalah capability atau kemampuan. Seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bisa melakukan korupsi. Meskipun seseorang telah mengalami tekanan atau tergoda insentif, punya kesempatan, dan telah memiliki alasan rasional untuk korupsi, tanpa kemampuan yang memadai, korupsi tidak akan terjadi.

 

Capability

Kemampuan di sini sangat terkait dengan posisi, kecerdasan/kreatifitas, dan kemampuan persuasi. Tiga hal ini sangat menentukan mampu tidaknya seseorang melakukan korupsi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

  1. Seseorang dengan posisi yang rendah, meskipun menyadari adanya kesempatan melakukan korupsi, tetap tidak dapat melakukannya jika terus ada dalam pengawasan atasan yang jujur. Makin tinggi posisi seseorang, makin tinggi kemampuannya melihat dan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan korupsi.
  2. Belakangan banyak riset yang menghubungkan antara korupsi dan tingkat pendidikan. Hal ini sangat wajar karena untuk korupsi, diperlukan kecerdasan dan kreatifitas. Kecerdasan di sini diperlukan untuk melihat peluang, sedangkan kreatifitas diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut, dan gabungan keduanya digunakan untuk menutupi perbuatan yang telah dilakukan.
  3. Kemampuan persuasi di sini terkait kemampuan memaksa, menipu, dan menekan orang lain untuk memuluskan rencananya. Minimal salah satu kemampuan ini dimiliki seseorang agar dapat melakukan korupsi.

 

TINJAUAN TEORI KRIMINOLOGI[1]

Mengamati apa yang dijabarkan para penulis dalam jurnal tersebut, FTT dan FDT pada dasarnya bersesuaian dengan salah satu teori dalam mazhab contemporary classicism, yaitu rational choice theory (teori pilihan rasional).

Teori pilihan rasional ini didasarkan pada ide bahwa setiap orang bertindak berdasarkan pertimbangan logis. Hal ini terlihat dari FTT dan FDT yang memasukkan unsur kesempatan dan rasionalisasi sebagai dasar terjadinya korupsi. Tanpa adanya kesempatan dan rasionalisasi, seseorang tidak akan melakukan korupsi. Apalagi FDT menambahkan unsur kemampuan. Unsur ini makin menunjukkan kencederungan pengembangan FDT sebagai bagian dari rational choice theory. Unsur kemampuan dalam FDT menunjukkan asumsi bahwa seseorang bertindak setelah mempertimbangkan banyak hal dan akhirrnya sampai pada kesimpulan bahwa dia mampu melakukan korupsi -dan tidak terbongkar. Clarke dan Cornish memberikan 6 dasar proposisi sebagai pertimbangan seseorang kriminal. Salah satunya adalah, “event decisions involve a sequence of choices made at each stage of the criminal act – for example, preparation, target selection, commision of the act, escape, and aftermath.”

 

[1] Bagian ini adalah komentar saya terhadap apa yang dijelaskan dalam jurnal tersebut berdasarkan referensi Tim Newburn, Criminology, Third Edition, Routledge, New York, 2017, halaman 299-304.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search