Peran Strategis KPPN di Masa Pandemi
Oleh: Rahmatullah
Sejak kasus Covid-19 merebak awal Maret lalu, Indonesia cukup terhantam akibat penyebarannya yang cepat. Bukan hanya pada sektor kesehatan manusia, namun juga telah mengganggu kesehatan ekonomi. Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk, bisa mencapai minus 0,4 persen. Hal itu dapat terjadi karena perpaduan gejolak pada aspek kesehatan yang merembet ke sektor ekonomi. Sebagian besar aktivitas ekonomi terhenti demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19
Dampak dari penyebaran Covid-19 ini telah memukul berbagai sudut ekonomi. Sektor UMKM adalah sektor yang paling terdampak dari pandemi Covid-19 karena tidak adanya aktivitas di luar rumah oleh sebagian besar masyarakat. Kondisi tersebut diperparah dengan kendala impor bahan baku dan barang modal dari Tiongkok yang menjadi episentrum pandemi. Kenaikan harga barang ditambah pendapatan yang merosot, menjadi kombinasi fatal pemukul daya beli.
Berbagai langkah telah diambil pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19. Anjuran untuk bekerja, sekolah, dan beribadah di rumah,dan senantiasa mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir terus menerus digaungkan. Beberapa perkantoran maupun pertokoan yang diijinkan beroperasi diminta untuk menyediakan sarana cuci tangan, seperti wastafel portable lengkap dengan sabun cuci tangan. Himbauan untuk selalu mengenakan masker apabila terpaksa harus bepergian dan jaga jarak pun tak henti disampaikan. Bahkan di beberapa daerah, dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengendalikan laju pertambahan kasus positif Covid-19.
Dalam rangka penanggulangan pandemi ini, pemerintah telah menyusun berbagai program. Beberapa waktu lalu, DPR telah mengesahkan Undang-Undang No 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pemerintah pun telah menggelontorkan sejumlah dana dalam berbagai program. Berdasarkan data OMSPAN hingga tanggal 15 Mei 2020, telah terealisasi berbagai program penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 25,8 triliun. Diantaranya adalah penggantian klaim RS atas Pasien Covid-19 sebesar Rp48,8 miliar, Dana Siap Pakai BNPB sebesar Rp3,5 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp4,9 triliun yang disalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat (PKM), Program Sembako Bantuan Pangan Non Tunai sebesar Rp7,1 triliun. Selanjutnya adalah Bansos Paket Sembako sebesar Rp591 miliar, Bansos Tunai sebesar Rp3,7 triliun, Padat Karya Tunai sebesar Rp3,58 triliun, Kartu Prakerja sebesar Rp2,4 triliun.
Dalam DAK Fisik juga telah terealisasi Rp768.950.897.439,00 atau sebesar 99,97% dari dana yang dialokasikan. Demikian pula dengan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa sebesar Rp 265.724.400.000,00.
Mekanisme penyaluran program tersebut melalui kantor-kantor vertikal yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang menjalankan fungsi sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah. Mengingat berbagai program yang telah digulirkan tersebut bertujuan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19, KPPN memiliki peran begitu penting dan strategis. KPPN merupakan garda terdepan Kementerian Keuangan dalam proses pencairan dana APBN, mulai dari biaya operasional Kementerian/Lembaga hingga program penanggulangan dampak Covid-19. Peran ini begitu penting agar pandemi Covid-19 dapat dikendalikan dan masyarakat yang terdampak tidak makin terpuruk.
Khusus untuk penanggulangan Covid-19, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-43/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban APBN dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019. Peraturan ini menjelaskan mekanisme pelaksanaan anggaran belanja, alokasi dana penanganan pandemi yang dialokasikan dalam Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Kementerian/Lembaga (K/L), pengelompokan dana penanganan Covid-19 dalam akun khusus Covid-19, dan masa berlaku PMK 43/2020.
Salah satu aturannya ialah memungkinkan Pejabat Perbendaharaan untuk mencairkan anggaran dalam keadaan mendesak atau tidak dapat ditunda walaupun dana tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA (Pasal 3 ayat 2). Namun, pencairan mendesak ini hanya terbatas untuk obat-obatan, alat pandemi, sarana prasarana pandemi, sumber daya manusia baik tenaga pandemi maupun nonpandemi, dan kegiatan lain berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19. Peraturan ini juga mencakup, di antaranya mekanisme pembayaran, pelaksanaan penyaluran belanja bantuan sosial (bansos) pada K/L serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
Berhubung di masa pandemi ini diberlakukan physical distancing, maka layanan pada KPPN tidak lagi dilakukan secara tatap muka. Semua layanan, mulai dari pengajuan pencairan anggaran, pengesahan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP), rekonsiliasi keuangan dan laporan pertanggungjawaban bendahara, hingga konsultasi dilakukan dengan memaksimalkan sarana teknologi, baik melalui aplikasi daring, surat elektronik, whatsapp, dan sarana komunikasi lainnya.
Mekanisme pencairan anggaran yang dilaksanakan melalui Surat Perintah Membayar (SPM) diajukan melalui aplikasi e-SPM. Satuan kerja di Kementerian/Lembaga cukup mengunggah berkas pengajuan dan Arsip Data Komputer (ADK) yang dihasilkan dari aplikasi SAS, maka KPPN akan segera memproses pengajuan tersebut. KPPN akan lebih memprioritaskan pengajuan SPM dalam rangka penanggulangan dampak Covid-19. Hal ini sebagai bentuk dukungan terhadap penanganan Covid-19 yang saat ini sangat mendesak untuk dilakukan.
Saat ini telah diterbitkan mekanisme baru sebagai penjabaran dari PMK nomor PMK-43/PMK.05/2020. Pengaturan tersebut dijabarkan dalam bentuk Surat Dirjen Perbendaharaan nomor S-447/PB/2020 tentang Pengaturan Pengajuan SPM ke KPPN Pada Masa Keadaan Darurat Covid-19 dan ditindaklanjuti dengan Nota Dinas Direktur Pelaksanaan Anggaran nomor ND-496/PB.2/2020. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga melalui pemberian Tambahan Uang Persediaan (TUP) Tunai kepada satuan kerja untuk keperluan satu bulan.
Banyak keistimewaan diberikan terhadap mekanisme pemberian tunai ini, yaitu (1) TUP Tunai dapat dipergunakan untuk kebutuhan pembayaran belanja operasional dan nonoperasional; (2) Bagi satuan kerja yang tidak memiliki Uang Persediaan (UP) Tunai, dapat langsung diberikan TUP Tunai tanpa pengajuan permintaan UP Tunai terlebih dahulu; (3) TUP Tunai dapat pula dipergunakan untuk pembayaran perjanjian pengadaan barang/jasa untuk selain penanganan pandemi dengan nilai kontrak sampai dengan Rp1 miliar untuk satu rekanan, yang data kontraknya belum didaftarkan atau belum direalisasikan ke KPPN; (4) Pembayaran tunggakan dengan nilai sampai dengan Rp1 milyar untuk satu penerima sepanjang rincian tunggakannya sudah tercantum dalam halaman IV.B DIPA.
Kebijakan di atas hanya mengatur mengenai mekanisme pembayaran. Proses pengadaan barang dan jasa tetap dilaksanakan sesuai pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pembayaran dengan menggunakan TUP Tunai ini tidak berlaku untuk pembayaran belanja pegawai dan penghasilan PPNPN, belanja bantuan sosial dan bantuan pemerintah yang disalurkan ke rekening masing-masing penerima bantuan, dan pembayaran penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan pada tahun anggaran sebelumnya.
Semua mekanisme tersebut, sepanjang menyangkut pencairan anggaran, dapat diajukan melalui aplikasi e-SPM yang bersifat daring. Agar pelaksanaan e-SPM berjalan maksimal perlu adanya peningkatan kualitas akses jaringan terhadap server e-SPM.
Berbagai kebijakan di atas, tentunya sebagai wujud nyata dukungan agar pandemi Covid-19 ini segera berakhir sehingga kehidupan dapat berjalan normal kembali. (*)