Di tengah dinamika perekonomian global yang penuh ketidakpastian---mulai dari perang dagang, perubahan iklim, hingga ketegangan geopolitik---satu pilar yang harus terus diperkuat adalah penerimaan negara. Inilah tulang punggung dari seluruh rencana pembangunan nasional yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sinilah letak pertaruhan besar Indonesia: bagaimana mengoptimalkan penerimaan negara sebagai fondasi pendanaan pembangunan, tanpa mengorbankan iklim investasi yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Optimalisasi penerimaan negara bukanlah sekadar upaya mengejar target pajak tahunan. Lebih dari itu, ini adalah strategi jangka panjang untuk memperkokoh struktur perekonomian nasional agar mandiri, tidak mudah terguncang oleh badai global, dan yang terpenting---menghadirkan manfaat nyata bagi rakyat.

APBN: Nafas Perekonomian Nasional

Bagi sebagian masyarakat, APBN masih sering dianggap sebagai urusan para pejabat di Jakarta. Padahal, di situlah sesungguhnya terletak denyut nadi ekonomi nasional. Jalan raya yang kita lewati, guru yang mengajar di sekolah, fasilitas kesehatan yang kita akses, hingga subsidi pangan dan energi, semuanya dibiayai oleh APBN.

Sumber pendanaan APBN sendiri berasal dari dua kantong utama: penerimaan negara (pajak, bea cukai, PNBP, dan hibah) dan pembiayaan (utang dan investasi). Semakin besar penerimaan negara, semakin kecil ketergantungan kita terhadap pembiayaan utang. Artinya, APBN yang sehat akan membuat perekonomian nasional lebih tangguh dan mampu membiayai kebutuhan rakyat tanpa harus bergantung pada pinjaman asing.

Itulah sebabnya mengapa pemerintah terus mendorong optimalisasi penerimaan negara dengan prinsip keseimbangan: penerimaan meningkat, investasi tetap tumbuh.

Optimalisasi Penerimaan Negara: Lebih dari Sekadar Pajak

Optimalisasi penerimaan negara tidak berarti memeras rakyat kecil. Justru yang diutamakan adalah memperluas basis pajak (tax base), meningkatkan kepatuhan sukarela (voluntary compliance), dan menutup celah-celah kebocoran melalui digitalisasi.

Digitalisasi sistem perpajakan lewat program Core Tax System menjadi langkah besar. Sistem ini akan membangun ekosistem data yang lebih terintegrasi, transparan, dan adil. Tidak ada lagi ruang bagi penghindaran pajak oleh kelompok-kelompok ekonomi besar. Pajak menjadi alat keadilan, bukan beban.

Di sisi lain, penerimaan negara bukan hanya dari pajak. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari kekayaan alam, pengelolaan aset negara, serta dividen BUMN juga menjadi perhatian. Selama ini, potensi PNBP masih sangat besar tetapi belum tergarap optimal. Digitalisasi pengelolaan aset negara menjadi kunci. Setiap jengkal aset negara harus terdata, termanfaatkan, dan berkontribusi untuk pembangunan.

Menjaga Iklim Investasi: Fondasi Pertumbuhan

Namun, dalam upaya memperbesar penerimaan negara, pemerintah harus cermat agar tidak menciptakan disinsentif bagi dunia usaha. Iklim investasi harus tetap kondusif. Investasi adalah sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya beli masyarakat.

Karena itu, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung investasi. Insentif pajak untuk sektor-sektor strategis, penyederhanaan perizinan, serta percepatan infrastruktur menjadi bukti bahwa penerimaan negara tidak dikejar dengan pendekatan represif, melainkan dengan prinsip keseimbangan antara penerimaan dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan kata lain, penerimaan negara tidak boleh bertumbuh dengan mengorbankan pertumbuhan usaha. Justru penerimaan negara harus bertumbuh bersama pertumbuhan dunia usaha. Ekonomi yang tumbuh, penerimaan akan meningkat dengan sendirinya.

Menuju Kemandirian Fiskal

Indonesia memiliki cita-cita besar untuk menjadi negara maju pada 2045. Kemandirian fiskal adalah salah satu syarat utama untuk mencapai visi tersebut. Kemandirian fiskal berarti Indonesia mampu membiayai kebutuhan pembangunannya dari penerimaan sendiri, tanpa tergantung utang.

Tentu, utang dalam batas tertentu masih diperlukan sebagai instrumen pembiayaan yang produktif. Namun, utang harus digunakan secara bijak, untuk hal-hal yang menghasilkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, bukan sekadar menambal kekurangan anggaran tahunan.

Langkah-langkah konkret menuju kemandirian fiskal sudah berjalan. Reformasi perpajakan, optimalisasi PNBP, digitalisasi pengelolaan aset, hingga upaya membangun ekosistem investasi yang ramah menjadi satu paket kebijakan yang tidak bisa dipisahkan.

Literasi APBN untuk Rakyat: Mengubah Cara Pandang

Namun, upaya optimalisasi penerimaan negara tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat. Oleh karena itu, literasi APBN harus terus diperluas. Rakyat perlu memahami bahwa pajak yang dibayar bukan untuk "memperkaya negara", tetapi untuk membiayai jalan umum, sekolah gratis, subsidi kesehatan, dan berbagai program bantuan sosial.

Masyarakat yang memahami fungsi APBN akan menjadi wajib pajak yang patuh, kritis terhadap penggunaan anggaran, sekaligus turut serta mengawasi agar uang negara digunakan secara efektif dan efisien.

APBN bukanlah sekadar angka-angka dalam tabel. APBN adalah janji negara untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Saatnya Bersama Menjaga Rumah Kita

Optimalisasi penerimaan negara bukan hanya tugas pemerintah. Ini adalah proyek kebangsaan. Pajak yang dibayar, aset yang dikelola dengan baik, dan iklim usaha yang sehat adalah pondasi Indonesia untuk berdiri tegak di panggung global.

Kita semua memiliki peran. Negara harus hadir, tetapi masyarakat juga harus menyadari bahwa kemandirian fiskal adalah warisan untuk generasi mendatang.

Mari kita jaga rumah besar kita ini. Karena penerimaan negara yang kuat adalah jalan menuju ekonomi rakyat yang hebat.

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search