Ketika pembangunan nasional masih sering terpusat di ibu kota dan kota-kota besar, kebijakan fiskal melalui Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2025 hadir sebagai koreksi penting terhadap ketimpangan struktural yang lama berlangsung. Dengan alokasi sebesar Rp919,9 triliun, TKD tidak sekadar menjadi instrumen distribusi dana, tetapi juga diharapkan menjadi motor penggerak utama akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan merata dari Sabang sampai Merauke. Lebih dari sekadar angka, TKD adalah manifestasi komitmen negara untuk mewujudkan kesejahteraan dari pinggiran, membangun Indonesia dari bawah, dan memperkuat otonomi fiskal daerah secara strategis.

TKD: Bukan Sekadar Transfer, tapi Strategi Fiskal Jangka Panjang

Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2025 bukanlah pemberian kas rutin yang didistribusikan tanpa arah. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Keuangan, telah merancang skema TKD sebagai kebijakan fiskal terintegrasi yang bertumpu pada lima pilar strategis: memperkuat sinergi pusat-daerah, menggenjot belanja produktif daerah, mendorong sumber ekonomi baru, mempercepat konvergensi wilayah, dan menyempurnakan mekanisme penyaluran dana. Semua ini untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang ditransfer membawa dampak ekonomi yang nyata, bukan sekadar menjadi anggaran mengendap.

1. Mendorong Sinergi dan Harmonisasi Belanja

Tumpang tindih program antara pusat dan daerah menjadi penyakit lama yang menggerogoti efektivitas pembangunan. Dalam APBN 2025, TKD diarahkan untuk menjadi jembatan harmonisasi antara belanja pusat dan daerah. Dengan adanya perencanaan dan penganggaran yang sinergis, duplikasi anggaran bisa ditekan, sementara intervensi pembangunan menjadi lebih terkoordinasi. Hasilnya adalah efisiensi fiskal yang optimal dan pelayanan publik yang lebih merata.

2. Meningkatkan Kapasitas Fiskal dan Belanja Produktif

Tak bisa dimungkiri, banyak daerah yang masih bergantung pada TKD karena lemahnya pendapatan asli daerah (PAD). Oleh sebab itu, TKD tahun 2025 tidak hanya hadir sebagai solusi jangka pendek, tetapi juga sebagai katalisator untuk memperkuat kemampuan keuangan daerah. Pemerintah mendorong daerah untuk mengembangkan inovasi pembiayaan, memperkuat local taxing power, dan menumbuhkan belanja produktif yang mendukung penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.

3. Pengembangan Sumber Ekonomi Baru dan Jejaring Global

Daerah bukan hanya menjadi pasar, tapi juga pusat produksi dan inovasi. Melalui TKD, pemerintah mendorong pembentukan kerja sama antardaerah, peningkatan investasi lokal, serta keterlibatan aktif dalam rantai pasok global (global supply chain). Ini sangat penting di era disrupsi ekonomi dan perdagangan digital, di mana daerah harus menjadi aktor ekonomi yang mandiri dan adaptif.

4. Mengakselerasi Konvergensi Antardaerah

Ketimpangan antardaerah masih menjadi tantangan besar. Sebagian daerah telah melesat jauh, sementara lainnya masih tertatih mengejar ketertinggalan. TKD tahun 2025 diarahkan secara spesifik untuk mempercepat konvergensi ini. Dana transfer difokuskan untuk memperbaiki indikator kesejahteraan dasar seperti pendidikan, kesehatan, akses air bersih, dan infrastruktur dasar di wilayah tertinggal, terluar, dan perbatasan.

5. Perbaikan Mekanisme Penyaluran Dana

Tak sedikit daerah yang kesulitan menyerap anggaran karena mekanisme penyaluran dana yang kompleks dan birokratis. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen memperbaiki mekanisme penyaluran TKD agar lebih fleksibel, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan lokal. Penyederhanaan prosedur, digitalisasi, dan penguatan pengawasan menjadi kunci agar anggaran bisa cepat disalurkan, tepat sasaran, dan terhindar dari praktik penyimpangan.

Masyarakat Harus Tahu: Literasi Fiskal adalah Kekuatan

Di tengah hiruk pikuk politik dan ekonomi nasional, wacana tentang APBN sering kali hanya menjadi konsumsi elit. Padahal, setiap angka dalam APBN---termasuk alokasi TKD---pada akhirnya akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Literasi publik terhadap kebijakan fiskal, khususnya TKD, harus diperluas agar masyarakat bisa menjadi aktor pengawas yang kritis sekaligus mitra dalam pembangunan daerah.

Ketika warga memahami bahwa anggaran desa untuk jalan, air bersih, atau beasiswa adalah bagian dari TKD yang diperjuangkan melalui APBN, maka semangat partisipasi dan kontrol publik akan tumbuh. Ini penting untuk memastikan bahwa dana triliunan rupiah yang dikucurkan dari pusat benar-benar memberi manfaat yang terasa hingga ke pelosok desa.

Menatap Masa Depan: Indonesia yang Tumbuh dari Daerah

Dengan APBN 2025, Indonesia tidak lagi bertumpu pada kekuatan ekonomi sentralistik. Melalui TKD yang strategis dan progresif, pemerintah berkomitmen menciptakan Indonesia yang tumbuh dari bawah---dari desa, kabupaten, dan provinsi---menuju kemandirian fiskal dan pembangunan yang inklusif. Rp919,9 triliun bukan hanya angka dalam dokumen negara, tapi adalah harapan yang dikirim dari pusat untuk ditanam, dirawat, dan dituai di daerah.

Kunci keberhasilan kebijakan TKD bukan hanya pada besarnya dana yang digelontorkan, melainkan pada sejauh mana anggaran itu mampu mengubah wajah daerah menjadi lebih sejahtera dan berdaya saing. Dengan sinergi pusat-daerah yang semakin kuat, serta literasi masyarakat yang meningkat, APBN 2025 berpotensi menjadi titik balik bagi kebangkitan daerah sebagai pilar utama Indonesia Emas 2045.

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search