APBN dan Perlindungan Sosial: Mengurai Tantangan, Merajut Harapan
Setiap tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen vital negara untuk menjawab tantangan kesejahteraan rakyat. Di dalamnya, alokasi untuk perlindungan sosial (perlindos) menjadi satu pilar penting dalam upaya mengurangi ketimpangan, mengentaskan kemiskinan, dan menjaga daya beli masyarakat yang rentan terhadap guncangan ekonomi.
Namun, seiring meningkatnya ekspektasi publik terhadap kinerja negara dalam menjamin keadilan sosial, kita dihadapkan pada dua tantangan krusial: ketidaktepatan sasaran penerima manfaat dan terbatasnya integrasi antarprogram perlindungan sosial. Dua tantangan ini bukan sekadar teknis administratif, melainkan menyangkut masa depan rakyat kecil.
Ketidaktepatan Sasaran: Luka di Tengah Niat Baik
Program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan subsidi energi telah berjalan selama bertahun-tahun. Tapi, inclusion dan exclusion errors masih menjadi noda yang belum benar-benar terselesaikan.
Bayangkan, jika saat seorang lansia di pelosok belum pernah menerima bantuan apapun karena tidak tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sementara tetangganya yang tergolong mampu justru rutin menerima bantuan. Ini bukan lagi soal data, tapi soal keadilan sosial yang terganggu. Ketidaktepatan sasaran semacam ini memicu ketidakpercayaan publik, menggerus legitimasi program, dan menciptakan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
Minimnya Integrasi: Ibarat Panggung Tanpa Sutradara
Tantangan kedua adalah lemahnya sinergi antarprogram. Seringkali satu rumah tangga mendapatkan beberapa jenis bantuan, sementara rumah tangga lain yang sama-sama miskin justru luput sama sekali. Program-program seperti PKH, Kartu Sembako, Bantuan Langsung Tunai, hingga subsidi energi berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi sistemik.
Inilah saatnya kebijakan perlindungan sosial tidak lagi dilihat sebagai proyek instansi, tetapi sebagai orkestrasi nasional untuk membangun jaring pengaman sosial yang benar-benar adil dan terarah.
Arah Kebijakan: Perbaikan Menyeluruh untuk Perlindungan Sepanjang Hayat
Pemerintah sangat merespons tantangan ini dengan arah kebijakan yang lebih sistemik. Pertama, perbaikan pensasaran program secara berkelanjutan harus dilakukan dengan pembaruan data yang dinamis, pemanfaatan teknologi digital, dan keterlibatan aktif pemerintah daerah serta masyarakat.
Kedua, konvergensi dan komplementaritas antarprogram menjadi kunci. Tidak boleh lagi ada program yang tumpang tindih atau saling menegasikan. Semua skema bantuan harus dirancang saling melengkapi, bukan bersaing.
Ketiga, mekanisme graduasi atau exit strategy bagi penerima manfaat harus diperkokoh. Perlindungan sosial bukan untuk mempertahankan orang dalam kemiskinan, tetapi menjembatani mereka menuju kemandirian ekonomi melalui sinergi dengan program pemberdayaan seperti pelatihan kerja, bantuan UMKM, dan pendampingan usaha keluarga.
Keempat, desain program harus berorientasi pada efektivitas implementasi, dengan memperkuat tata kelola, pengawasan, dan evaluasi. Penggunaan teknologi, aplikasi digital, dan real-time monitoring harus diintensifkan agar setiap rupiah dari APBN dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Kelima, perlindungan sosial sepanjang hayat harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan demografi ke depan, seperti populasi lansia yang terus meningkat dan risiko krisis akibat perubahan iklim atau pandemi. Di sinilah pentingnya skema perlindungan sosial yang adaptif, fleksibel, dan tangguh terhadap kejutan eksternal.
Literasi APBN: Menjadikan Rakyat Bagian dari Solusi
APBN bukan sekadar angka-angka dalam lembaran negara. Ia adalah cermin keberpihakan pemerintah dan bukti nyata komitmen negara terhadap keadilan sosial. Untuk itu, literasi APBN perlu didorong agar masyarakat tahu, paham, dan terlibat dalam mengawasi serta memberikan masukan terhadap program-program perlindungan sosial.
Transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran, partisipasi publik dalam pengawasan bansos, serta edukasi publik tentang skema subsidi dan bantuan adalah kunci menjadikan APBN milik bersama, bukan sekadar urusan elite birokrasi.
APBN yang Lebih Melindungi
Membangun perlindungan sosial yang tepat sasaran, terintegrasi, dan berkelanjutan bukanlah tugas yang ringan. Tapi dengan arah kebijakan yang jelas dan komitmen kolektif dari pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan, APBN dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah nasib jutaan rakyat miskin dan rentan di negeri ini.
Sudah saatnya APBN benar-benar menjadi pelindung bagi yang lemah, jembatan bagi yang terpinggirkan, dan harapan bagi masa depan yang lebih adil.
Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi