Di timur Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, berdiri sebuah pelabuhan yang barangkali luput dari sorotan nasional, namun menyimpan potensi besar sebagai penggerak ekonomi kawasan timur Indonesia. Pelabuhan Bajoe, yang terletak di pesisir Teluk Bone, bukan hanya titik transit antarprovinsi, melainkan simpul strategis bagi pertumbuhan ekonomi maritim berbasis daerah. Dalam konteks pembangunan Indonesia dari pinggiran, pelabuhan ini memiliki peluang untuk menjadi gerbang inklusi ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Infrastruktur yang Menyambungkan Harapan
Pelabuhan Bajoe merupakan salah satu titik penting jalur penyeberangan laut yang menghubungkan Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dengan Kolaka di Sulawesi Tenggara. Rute ini telah lama menjadi nadi mobilitas masyarakat dan arus distribusi barang antarwilayah. Setiap harinya, sejumlah kapal ferry beroperasi melayani rute Bajoe–Kolaka, mengangkut penumpang, kendaraan, dan kebutuhan logistik. Keberadaan rute ini menjadi tulang punggung konektivitas kawasan timur Indonesia, khususnya bagi pelaku ekonomi lokal yang mengandalkan efisiensi distribusi melalui jalur laut.
Meski data statistik spesifik belum banyak tersedia di ruang publik, namun saya bisa melihat langsung bagaimana besarnya arus penumpang dan barang dari dan ke Bajoe mencerminkan pentingnya pelabuhan ini dalam mendukung keterhubungan regional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi lintas provinsi.
Namun, infrastruktur Pelabuhan Bajoe masih membutuhkan perhatian lebih. Dermaga eksisting seringkali padat, dan fasilitas penunjang seperti ruang tunggu, terminal barang, serta sistem logistik digital belum terintegrasi sepenuhnya. Dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, penguatan infrastruktur pelabuhan seperti Bajoe adalah langkah strategis untuk membangun tulang punggung logistik nasional yang menjangkau hingga ke pelosok.
Ekonomi Daerah Berdenyut di Sekitar Pelabuhan
Kehadiran pelabuhan membawa denyut ekonomi baru bagi masyarakat pesisir Bone. Di sekitar Pelabuhan Bajoe, tumbuh geliat usaha mikro seperti warung makan, toko oleh-oleh, penyewaan kendaraan, hingga penginapan sederhana. Bahkan nelayan lokal pun mendapatkan pasar baru dari kapal-kapal yang bersandar. Peningkatan aktivitas pelabuhan secara langsung menciptakan efek pengganda (multiplier effect) terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.
Tak hanya melayani penyeberangan antarprovinsi, Pelabuhan Bajoe juga berperan penting dalam lalu lintas komoditas unggulan dari Sulawesi Selatan, seperti beras, pisang cavendish, rumput laut, jagung, kopra, dan hasil perikanan. Produk-produk ini berasal dari sektor pertanian dan kelautan yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Bone dan sekitarnya.
Meski data statistik ekspor yang bersumber langsung dari pelabuhan ini belum banyak tersedia, namun pelabuhan Bajoe diketahui menjadi jalur keluar-masuk logistik penting untuk distribusi komoditas ke wilayah Sulawesi Tenggara dan seterusnya ke pelabuhan-pelabuhan besar seperti Makassar dan Surabaya. Hal ini menegaskan posisi strategis Bajoe sebagai simpul dalam rantai pasok maritim, yang menopang ketahanan ekonomi kawasan pesisir dan memperkuat konektivitas antarwilayah.
Menuju Ekonomi Maritim yang Inklusif
Pemerintah pusat dan daerah sebenarnya telah menempatkan kawasan timur Indonesia dalam prioritas pembangunan maritim. Namun, untuk mewujudkan ekonomi maritim yang inklusif, pembangunan tidak boleh hanya berpusat pada kota besar seperti Makassar. Pelabuhan-pelabuhan menengah seperti Bajoe justru menjadi titik sentuh antara masyarakat dan pasar. Dari sinilah ekonomi rakyat—dari petani, nelayan, pedagang, hingga pelaku UMKM—berkesempatan naik kelas dan terhubung dengan jejaring ekonomi nasional.
Inklusivitas juga berarti membangun sumber daya manusia (SDM) lokal yang mampu mengelola, memanfaatkan, dan mengembangkan potensi daerahnya. Hal ini menuntut perhatian lebih pada pendidikan vokasi kelautan, pelatihan logistik, dan penguatan usaha mikro yang menopang aktivitas ekonomi pelabuhan.
Pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi, memiliki peran penting dalam memperluas manfaat ekonomi dari Pelabuhan Bajoe. Meskipun peningkatan fisik pelabuhan sudah dilakukan secara bertahap, pengembangan ekosistem ekonomi di sekitarnya—seperti kawasan industri kecil, pusat logistik terpadu, serta dukungan pembiayaan usaha—masih perlu ditingkatkan.
Dengan perencanaan yang tepat dan partisipasi masyarakat, pelabuhan ini dapat berkembang tidak hanya sebagai simpul transportasi laut, tetapi juga sebagai katalis pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis potensi lokal dan berkelanjutan.
Transformasi untuk Masa Depan
Mengembangkan Pelabuhan Bajoe bukan hanya soal membangun dermaga baru atau menambah kapal penyeberangan. Ini tentang menyusun visi bersama: menjadikan Bajoe sebagai pusat pertumbuhan ekonomi maritim yang inklusif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, serta pelaku swasta dan masyarakat sipil menjadi kunci.
Transformasi Bajoe juga harus dibarengi dengan penerapan teknologi pelabuhan pintar (smart port), penguatan tata kelola logistik, dan integrasi dengan kawasan industri serta sentra produksi lokal. Bayangkan jika hasil bumi dan laut dari Bone dapat diproses, dikemas, dan diekspor langsung melalui Bajoe. Maka nilai tambah tidak lagi berhenti di hilir, melainkan dinikmati pula oleh masyarakat di hulu.
Menjemput Asa dari Pesisir Bone
Di tengah gempuran arus urbanisasi dan ketimpangan wilayah, harapan akan pertumbuhan ekonomi yang merata lahir dari tempat-tempat seperti Bajoe. Pelabuhan ini adalah simbol bahwa pembangunan tidak harus bertumpu pada megaproyek perkotaan, tetapi bisa dimulai dari simpul-simpul kecil yang hidup berdampingan dengan denyut masyarakat lokal.
Sebagaimana laut yang menghubungkan, bukan memisahkan, maka Pelabuhan Bajoe harus dilihat bukan sekadar titik keberangkatan dan kedatangan. Ia adalah penghubung ekonomi, budaya, dan masa depan masyarakat Bone dan kawasan timur Indonesia. Dari Bajoe, kita belajar bahwa pembangunan daerah bisa dimulai dari dermaga kecil yang bermimpi besar.
Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi