Menatap Perekonomian DIY 2024:
Tumbuh Lebih Kuat dan Lebih Merata
Oleh :
Tri Angga Sigit (Analisis Perbendaharaan Negara Ahli Muda Kanwil DJPb Provinsi D.I. Yogyakarta)
Meskipun terjadi berbagai disrupsi global sepanjang tahun 2023 seperti adanya gangguan sisi rantai pasokan, volatilitas sektor keuangan terutama kenaikan suku bunga bank sentral negara terkemuka, serta konflik yang masih terjadi terutama di Eropa dan Timur Tengah, perekonomian Indonesia tetap terjaga dan tangguh. Sampai dengan triwulan ke-3 tahun 2023, ekonomi nasional secara kumulatif mampu tumbuh 5,05%. Konsistensi pertumbuhan ini menandakan daya tahan dan kinerja perekonomian Indonesia dengan berbagai bauran kebijakan dan dukungan APBN sangat memadai untuk menghadapi berbagai tantangan terutama dari gejolak eksternal.
Hal serupa juga terjadi di Provinsi DIY. Kinerja perekonomian DIY Triwulan III-2023 tumbuh 4,96%. Pertumbuhan ini memang lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2022 yang tumbuh 6,20%, namun menunjukkan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 sudah dalam trek yang benar. Pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2023 ini didukung oleh kinerja hampir di seluruh lapangan usaha dengan Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh paling tinggi sebesar 14,14% didorong oleh pulihnya sektor pariwisata DIY terutama dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara ke DIY dan adanya momen tahun ajaran baru dan libur panjang.
Kinerja perekonomian DIY ini nampak dari pertumbuhan permintaan domestik dan sisi supply yang tercatat masih kuat hingga triwulan III-2023. Sisi permintaan masih terjaga dengan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) tumbuh 5,16% (yoy) dan Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 8,77% (yoy) dan Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit (PKLNPRT) tumbuh 7,95%. Ketiga komponen tersebut erat kaitannya dengan perkembangan proyek strategis di wilayah DIY, persiapan penyelenggaraan pemilu 2024, dan peningkatan konsumsi masyarakat terutama di sektor jasa. Meskipun ketidakpastian global tahun 2023 sangat tinggi, ekspor DIY masih tumbuh tipis 2,14% (yoy) dimana 98% berupa ekspor hasil industri pengolahan sedangkan impor meningkat 3,42% (yoy). Sisi produksi juga menunjukkan pertumbuhan yang baik didominasi oleh lapangan usaha Industri Pengolahan dengan kontribusi sebesar 11,78%, Infokom sebesar 10,29%, dan Pertanian sebesar 10,02 persen. Sektor Pertambangan juga mampu tumbuh 5,25% di tengah moderasi harga komoditas global.
Inflasi di DIY juga terkendali di level 3,17% (yoy) per Desember 2023. Inflasi pada akhir tahun 2023 didorong oleh peningkatan konsumsi karena melonjaknya wisatawan pada libur Natal dan Tahun Baru sehingga pemicu inflasi utama masih berasal dari kelompok pangan yakni cabai merah, bawang merah, tomat dan cabai rawit.
Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga mampu memperbaiki kondisi makroekonomi DIY meskipun masih belum maksimal. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,69%, turun 0,37% (yoy). TPT DIY termasuk 10 besar TPT terendah se-Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, TPT DIY menunjukkan angka dengan kecenderungan terus menurun. Dengan penguatan pemulihan ekonomi serta dukungan fiskal pemerintah, tingkat kemiskinan DIY mencapai 11,04%, turun 0,30% namun masih lebih tinggi dari nasional yang tercatat 9,36%. Tingkat ketimpangan di DIY yang tercatat sebesar 0,449 juga lebih tinggi dari angka rata-rata nasional sebesar 0,388 sekaligus menjadikan DIY Kembali sebagai daerah dengan ketimpangan terbesar di Indonesia. Kemiskinan dan Ketimpangan memang masih menjadi pekerjaan rumah besar di DIY pada tahun 2024.
PROYEKSI EKONOMI DIY 2024
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DIY (BI DIY) memprediksi perekonomian DIY pada tahun 2024 akan melanjutkan pertumbuhan positif dengan laju inflasi yang terus melandai. Faktor pendorong utama adalah permintaan domestik yang masih terjaga, momentum pemilu serentak, serta berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di DIY. Memandang potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY ke depan, BI DIY meyakini perekonomian DIY pada tahun 2024 bakal tumbuh positif pada kisaran 4,8% s.d. 5,6% (yoy). Kondisi tersebut melanjutkan pertumbuhan positif ekonomi DIY yang pada akhir 2023 diproyeksikan tetap resilien pada rentang 4,6% s.d. 5,4% (yoy). Sementara dari sisi inflasi, hingga akhir tahun 2023 diperkirakan masih berada dalam sasaran target inflasi Bank Indonesia pada kisaran 2% s.d. 4% (yoy).
Faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi DIY selama ini adalah kegiatan pariwisata dan pendidikan tinggi. Kegiatan pariwisata mencakup sektor akomodasi dan makan minum, sektor transportasi, sektor informasi, komunikasi dan jasa keuangan serta sektor perdagangan. Kontribusi aktivitas pariwisata dan semua sektor yang terkait tersebut ditambah sektor pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi DIY mencapai sekitar 50%. Optimisme ekonomi DIY bisa tumbuh lebih tinggi pada tahun 2024 adalah masih berlanjutnya pembangunan infrastruktur antara lain jalan tol. Mengacu pengalaman pembangunan infrastruktur di DIY sebelumnya seperti bandara YIA, pembangunan infrastruktur tersebut mampu mendorong pertumbuhan lebih tinggi seperti yang terjadi pada Kabupaten Kulon Progo waktu pembangunan Bandara YIA pada tahun 2018 s.d. 2019 mengalami pertumbuhan ekonomi sangat tinggi pada rentang sebesar 11% s.d. 13%.
BERBAGAI TANTANGAN DI DEPAN
Ketidakpastian Global
Tahun 2024 secara umum masih akan menghadapi tantangan yang perlu diwaspadai, yakni ketidakpastian ekonomi global yang dapat berdampak terhadap perekonomian. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi Amerika Serikat yang menjadi mitra ekspor terbesar DIY. Pada tahun 2023 pangsa ekspor terbesar DIY adalah ke Amerika Serikat sebesar 40%. Beberapa Lembaga Keuangan seperti JP Morgan, The Conference Board dan Fitch Ratings memprediksi ekonomi Amerika Serikat akan tetap tumbuh lambat disebabkan berbagai faktor seperti peningkatan inflasi, suku bunga tinggi, berkurangnya tabungan akibat pandemi dan meningkatnya utang konsumen. Meskipun porsi ekspor DIY di bawah 5%, kondisi ini tetap perlu diwaspadai karena setiap aktivitas ekonomi yang relate dengan negara tujuan yang sedang slow down pasti akan berdampak ke DIY.
Prediksi perlambatan ekonomi di Tiongkok yang masih terus berlanjut juga harus terus diwaspadai mengingat size ekonomi Tiongkok yang mencapai 15% perekonomian dunia sehingga memmperpanjang fenomena slower for longer, perlambatan ekonomi dunia selama tiga tahun terakhir. Spilovers effect perlambatan ekonomi dunia bisa jadi tidak berpengaruh secara langsung ke DIY, tapi ke Provinsi lain yang memiliki porsi ekspor besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan konsepsi linkage antar wilayah, ketika satu wilayah terkena shock maka dampaknya akan merambat ke wilayah yang lain. Misalnya jika Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur terkena dampak perlambatan ekonomi global, dimungkinkan jumlah wisatawan ke DIY dari ketiga provinsi tersebut akan berkurang sehingga berdampak ke perekonomian DIY.
Faktor lain adalah terdapat potensi tekanan inflasi domestik dari sisi supply terutama dari komoditas energi dan pangan. Negara-negara penghasil komoditas terutama pangan cenderung akan menahan ekspornya sehingga dapat berpengaruh ke sisi supply. Dari sisi permintaan, dorongan kenaikan harga juga perlu diantisipasi sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang masih cukup kuat. Perubahan iklim dengan terjadinya el nino yang lebih panjang juga akan dapat menyebabkan kegagalan panen sehingga mendorong kenaikan tingkat harga pangan.
“Higher For Longer”
Risiko tingkat suku bunga global diprediksi akan bertahan pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama atau dikenal dengan fenomena 'higher for longer'. fenomena 'higher for longer' disebabkan oleh volatilitas ekonomi global yang semakin meningkat, terutama karena adanya tensi geopolitik global. Ketegangan geopolitik yang masih berlangsung menyebabkan terus berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi sehingga memicu tetap tingginya laju inflasi global sehingga suku bunga cenderung akan dijaga pada level tinggi, termasuk yang dilakukan oleh The Fed. Fenomena kebijakan moneter dunia memang sangat didominasi kebijakan suku bunga Fed Fund Rate yang pada akhirnya berpengaruh pada bank sentral lainnya termasuk Indonesia dengan meningkatkan suku bunganya.
Risiko “higher for longer” ini akan menyebabkan tingkat suku bunga di perbankan, termasuk suku bunga kredit akan tetap tinggi. Bagi debitur, beban ini akan meningkat dan semakin berat jika suku bunga kredit bertahan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Akibatnya, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) berpotensi meningkat dan dalam skala besar akan mengganggu perekonomian. Investasi juga akan menurun jika suku bunga terlalu tinggi dan mahal sedangkan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi juga oleh tingkat investasi di suatu wilayah.
Mengurangi Ketimpangan Sisi Selatan dengan Sisi Utara DIY
Dari sisi internal DIY, ketimpangan antara sisi selatan dengan sisi utara masih perlu terus dikurangi. Pada 5 tahun terakhir tingkat kemiskinan tertinggi masih didominasi Kabupaten Kulon Progo (sekitar 18%) dan Kabupaten Gunungkidul (sekitar 17%). Ketimpangan juga terjadi pada aspek IPM antara sisi utara DIY (Kabupaten Sleman dan Kota Jogja) dengan sisi selatan DIY (Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulon Progo). Skor IPM sisi utara DIY jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skor IPM sisi selatan DIY, bahkan skor IPM untuk Kota Jogja dan Sleman adalah yang tertinggi di seluruh Indonesia, melebihi Provinsi DKI.
Dari sisi PDRB, sisi utara DIY memiliki PDRB lebih besar dibandingkan sisi selatan dengan PDRB tertinggi Kabupaten Sleman (33,52%) dengan banyaknya kegiatan ekonomi yang didominasi oleh industri pengolahan dan jasa Pendidikan sedangkan PDRB terendah adalah Kabupaten Kulon Progo (8,25%) yang masih bertumpu pada sektor pertambangan/penggalian dan pertanian. Perbedaan Sektor Unggulan tersebut membuat leverage perekonomian DIY bagian Utara lebih tinggi daripada DIY bagian Selatan.
Beberapa proyek infrastruktur berskala besar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di sisi selatan DIY seperti di Kabupaten Kulon Progo dengan adanya pembangunan Bandara YIA dan JJLS. Namun hal yang tak kalah penting adalah perlu dilakukan pemerataan sentra pertumbuhan ekonomi di sisi selatan DIY tersebut. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Kabupaten Kulon Progo misalnya justru meningkat meskipun Persentase Kemiskinan (P0) turun. Kenaikan indeks P1 dan indeks P2 di Kabupaten Kulon Progo tersebut diduga disebabkan karena sentralisasi pertumbuhan masih terjadi di sekitar YIA dan belum menyebar ke wilayah lain. Namun hal ini masih memerlukan riset lanjutan.
Aspek lain yang tidak kalah penting adalah optimalisasi proyek infrastruktur sisi selatan DIY dengan membangun konektivitas ekonomi oleh Pemerintah Daerah. Dengan nantinya JJLS terhubung secara penuh misalnya, diperlukan pembangunan sentra pariwisata, perdagangan dan akomodasi baru oleh Pemerintah Daerah yang saling terkoneksi di sepanjang JJLS sehingga nantinya moda transportasi yang melewati JJLS tertarik untuk berkunjung ke sentra-sentra baru tersebut. Selain membutuhkan investor yang membutuhkan adanya berbagai parameter ease of doing business, pembangunan konektivitas ekonomi ini hendaknya melibatkan penduduk setempat sehingga mendorong peningkatan penghasilan bagi mereka dan dalam jangka waktu yang lebih panjang dapat mengurangi kemiskinan di sisi selatan DIY.
Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, modalitas kinerja perekonomian tahun 2023 dan sinergi yang semakin harmonis antara berbagai stakeholders seperti Pemerintah Daerah, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan stakeholder lainnya akan membuat timbulnya optimisme terhadap kinerja perekonomian DIY tahun 2024 akan lebih kuat dan lebih merata.