Yogyakarta (05/04/2018) – Hari Kamis, tanggal 4 Oktober 2018, bertempat di Hotel Novotel Yogyakarta, Kementerian Keuangan menyelenggarakan Seminar Forum Ekonom Kementerian Keuangan (FEKK) 2018 bertajuk “Perkembangan APBN untuk Mendukung Pemerataan Pembangunan”. Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan FEKK di seluruh Indonesia yang bertujuan untuk menjalin kerjasama antara pihak Kementerian Keuangan dan masyarakat di daerah melalui akademisi di beberapa kota di Indonesia. Melalui kerjasama tersebut, diharapkan informasi mengenai kebijakan ekonomi dan fiskal yang dikeluarkan Kementerian Keuangan dapat tersampaikan kepada daerah dengan lebih tepat dan akurat. Bertindak sebagai narasumber dalam acara tersebut adalah : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Pusat BKF, Adriyanto; Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Irfa Amri ; Ekonom Kementerian Keuangan Provinsi DIY, Poppy Ismalina dan Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan DIY, Heru Pudyo Nugroho.
Seminar diawali dengan opening remark Gubernur Provinsi DIY yang disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Provinsi DI Yogyakarta, Sugeng Purwanto. Mengawali sambutannya, Gubernur DIY mengapresiasi penyelenggaraan seminar sebagai upaya meningkatkan kualitas kebijakan fiskal dan perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa proses pemahaman kondisi ekonomi secara objektif kepada masyarakat harus terus dilakukan oleh pihak-pihak berkompeten, dan kalangan pemerintah serta akademisi kampus memiliki peranan besar untuk melakukan hal tersebut.
Acara dilanjutkan diskusi panel dengan empat narasumber materi utama dan dipandu oleh Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Ditjen Perbendaharaan DIY Aris Saputro, Pemateri pertama, Adriyanto, dalam paparannya mengenai Perkembangan Ekonomi Terkini menyatakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, beberapa negara berkembang lain memiliki tingkat depresiasi yang lebih rendah. Sementara itu, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan peningkatan dan tingkat inflasi hingga September 2018 relatif terkendali. Sampai dengan Agustus 2018, Pendapatan dan belanjar Negara juga tumbuh lebih baik dari tahun 2017. Demikian juga penerimaan perpajakan yang mampu tumbuh 16,5 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya (10,2 persen).
Pemateri kedua, Irfa Amri, menyampaikan paparan tentang Pembiayaan Risiko Bencana. Beliau menjelaskan bahwa letak geografis Indonesia kaya dengan sumber daya alam, namun juga rawan bencana alam, khususnya gempa, memerlukan upaya mitigasi. Pendanaan penanganan bencana saat ini berupa tanggap darurat menggunakan dana cadangan bencana alam serta rehabilitasi dan rekonstruksi menggunakan anggaran reguler. Namun pengalaman menunjukkan dana kontijensi tidak cukup untuk membiayai penanganan bencana. Solusinya berupa (usulan) strategi pembiayaan risiko bencana, yaitu antara lain Pemerintah mengkombinasikan instrumen keuangan untuk pembiayaan risiko bencana dalam rangka mendapatkan skema pembiayaan yang efisien dan efektif, dan Pemerintah mentransfer risiko untuk pembiayaan bencana dengan frekuensi yang rendah namun dengan tingkat kerugian sedang-tinggi melalui instrumen asuransi. Instrumen ini digunakan pula untuk peningkatan pengelolaan risiko fiskal dan TKDD sebesar 8,98 Triliun . Jumlah tersebut tEkonom Kementerian Keuangan Provinsi DI Yogyakarta, Poppy Ismalina, menyampaikan materi ketiga dengan topik Indonesia dan D.I Yogyakarta dalam Analisis Ekonomi. Poppy mengemukakan bahwa utang Indonesia untuk periode 2012-2017 digunakan untuk peningkatan produktivitas dan berdasarkan simulasi yang dilakukan FEB UGM Indonesia tidak akan menghadapi krisis seperti banyak dikhawatirkan. “Kinerja ekonomi Indonesia di mata dunia internasional dan peringkat ease of doing business Indonesia juga bernilai baik. Di tingkat regional DIY, peringkat doing business di Yogyakarta adalah nomor 1 dibandingkan 20 kota lainnya” ujar beliau. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meski pertumbuhan ekonomi DIY tinggi, namun tingkat kemiskinan dan koefisien gini DIY juga tinggi. Selain itu, terjadi pergeseran sektor ekonomi ke arah sektor jasa namun sektor industri pengolahan masih memberikan kotribusi terbesar dalam PDRB DIY.
Terkait Kinerja Fiskal di Daerah: APBN 2018 untuk DIY, pemateri terakhir, Heru Pudyo Nugroho menjelaskan alokasi APBN dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik belanja pemerintah pusat maupun Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Untuk wilayah DIY, di tahun 2018 ini belanja Negara mencapai 21,17 Triliun, yang meliputi belanja pemerintah pusat sebesar 11,19 Triliun termasuk DAK Fisik dan Dana Desa. Terkait TKDD, dalam paparannya beliau menyatakan bahwa Dana Desa dilakukan secara swakelola (program padat karya tunai) dengan menggunakan sumberdaya lokal dan diupayakan lebih banyak menyerap tenaga kerja setempat.
Acara yang dihadiri kurang lebih 80 undangan ini ditutup tepat pukul 13.00 dan dilanjutkan dengan acara ramah tamah.