NANGGGULAN, Kulon Progo – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyumbang 61 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Namun akibat merebaknya pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020, kelangsungan hidup UMKM terancam.
“Mayoritas bisnis UMKM khususnya ultra mikro menjadi mandek dan terpaksa tutup akibat penurunan omzet,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Heru Pudyo Nugroho, di Kabupaten Kulon Progo, Rabu (29/07/2020). Kondisi UMKM saat ini berbeda jauh dengan saat krisis ekonomi pada tahun 1998, di mana UMKM dapat tetap bertahan, bahkan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. “Kini UMKM lah yang terkena dampak langsung dari pandemi Covid-19.”
Pandemi memukul perekonomian dan menyebabkan penambahan penduduk miskin. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, hingga Maret 2020, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dan makin lebarnya ketimpangan sosial di Yogyakarta. Berdasarkan hasil Susenas Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 475,7 ribu jiwa atau 12,28 persen dari penduduk.
Terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 34,8 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2019. Pandemi Covid-19 juga menyebabkan melebarnya kesenjangan ekonomi yang ditunjukkan dengan rasio Gini dari 0,428 (September 2019) menjadi 0,434 persen pada akhir Maret 2020.
Pemerintah terus berupaya menahan dampak pandemi dan menjaga perekonomian dengan menggelontorkan anggaran sebesar Rp695,2 triliun untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di antara program dalam PEN adalah dukungan bagi usaha ultra mikro dan UMKM dengan besar anggaran Rp123,46 triliun.
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Yogyakarta selaku instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan di daerah yang memiliki tugas dan fungsi pembinaan, pengawasan dan evaluasi atas investasi pemerintah dan kredit program di daerah berinisiatif untuk melakukan inovasi dalam memberdayakan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan ekonomi rakyat melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kabupaten Kulon Progo.
“Kami ingin ikut berperan serta dalam mengatasi masalah-masalah di daerah,” kata Heru. Kulon Progo merupakan wilayah dengan persentase penduduk miskin terbesar di Provinsi Yogyakarta. Pada 2019, tingkat kemiskinan di Kulon Progo sebesar 17,39 persen, jauh di atas tingkat kemiskinan nasional maupun tingkat kemiskinan di Yogyakarta.
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan kelompok keluarga miskin yang dibentuk, tumbuh, dan berkembang atas prakarsanya dalam melaksanakan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial keluarga. Program pelatihan budidaya ayam petelur bagi anggota KUBE di Desa Kembang, Kecamatan Nanggulan, merupakan hasil Kerjasama Kanwil Ditjen Perbendaharaan dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakKabupaten Kulon Progo.
Pelatihan bagi KUBE di Kulon Progo sudah berlangsung tiga kali sejak pandemi. Heru berharap anggota KUBE bisa memanfaatkan pelatihan untuk mengembangkan usaha, sehingga usaha mereka bisa ‘naik kelas’, berkembang lebih besar sehingga tingkat kesejahteraan warga meningkat.
Mengembangkan KUBE dan mengentaskan warga dari kemiskinan memang banyak tantangan. “Banyak usaha yang dirintis berhenti di tengah jalan karena lemah dalam pemasaran dan kurang pendampingan,” ujar Bambang Sutrisno, Staf Ahli Bupati Kulon Progo. Menurut data Dinas Sosial Kulon Progo, dari 643 KUBE di Kulon Progo, 383 (59,6 persen) dalam kondisi baik dan 182 KUBE (28,3 persen) dalam kondisi sedang. Sisanya, 12,1 persen, mati atau tak ada kabar.
“Tapi saya optimistis dengan perkembangan KUBE,” kata Kepala Dinas Sosial Kulon Progo Yohanes Irianto. Untuk mengembangkan KUBE di Kulon Progo, Dinas Sosial memiliki tiga program, yakni peningkatan peran KUBE dalam Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) APBD dan Program Sembako, pelatihan terpadu, serta pendampingan dan penguatan modal KUBE.