Manusia
Yang melakukan keburukan dan kekejaman
Atas perbuatan baik manusia lainnya
Yang melakukan penghinaan dan pembrutalan
Atas nilai-nilai yang firman Tuhan acuannya
-ean: setiap butir debu kezaliman-
Andaikata tidak ada Polisi, tidak ada jaksa dan hakim, tidak ada hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak ada Undang-Undang Dasar 1945, tidak ada Pancasila, bahkan andai tidak ada kitab suci yang diturunkan Tuhan sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, akankah kita akan melakukan pencurian, maukah kita memakan hak orang lain, hendakkah kita mengambil milik yang bukan hak kita, merampok, merampas, mengklaim segala yang bukan punya kita, menghadirkan ketidakbaikan, menebar ketakmaslahatan ataupun membuat yang lain sengsara, tidak peduli dan tidak empati dengan duka serta lara yang menimpa saudara kita?
Saat proses penciptaan manusia pertama yang akan dijadikan sebagai khalifah di muka bumi, Tuhan memberikan tiga bekal untuk menjalani titah-Nya, akal pikiran, hati dan hawa nafsu. Sejak itulah manusia menjadi makhluk yang berkemungkinan, antara menjadi baik atau terjerumus ke asfala safilin. Berbeda dengan iblis dan setan serta malaikat yang merupakan makhluk kepastian, iblis dan setan sudah pasti ingkar (betapa kasihan) dan malaikat sudah pasti taatnya. Manusia bila memperturutkan hawa nafsunya dapat mengalahkan iblis dan setan ingkarnya, namun sebaliknya dengan mengendalikan hawa nafsu manusia akan melebihi malaikat iman dan takwanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia mulai melupakan khittahnya sebagai manusia, dan yang dikawatirkan malaikat saat proses penciptaan terwujud, “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?”(Q.S. 2: 30), maka untuk mengingatkan kembali tugas manusia di muka bumi, Allah mengutus beribu-ribu nabi dan rasul, dan menurunkan ajaran dan peringatan dalam kitab suci-Nya.
''Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'' (Q.S. 30: 41), hal inipun tidak mencukupkan manusia untuk terus melakukan ketidakbaikan dan kerusakan di muka bumi, baik kepada sesama, kepada alam bahkan kepada diri sendiri.
Ketika para wali sedang melakukan pembangunan masjid Demak yang hendak dijadikan pusat pengembangan Islam di tanah Jawa, salah seorang wali tertinggal karena masih ada urusan dengan rakyat di Demak. Mengingat tidak ada waktu lagi untuk mencari pohon besar yang dapat dijadikan tiang/saka masjid, Sunan Kalijaga mengumpulkan tatal, serpihan kayu yang ditarah, sisa-sisa dari pohon yang telah dijadikan tiang oleh wali lainnya (bahkan yang pokok berasal dari sisa-sisa). Tanpa sengaja kapak sang sunan menebas leher orong-orong genthong yang sedang lewat mencari makan hingga terputus kepala dari badannya. Kaget dan menyesal Sunan Kalijaga mengambil seserpih serat kayu untuk menyambung kepala dan tubuh orong-orong tersebut hingga menyatu dan utuh seperti sedia kala, dengan kuasa Tuhan orong-orong kembali hidup dan menikmati kebersamaan dengan kawanannya (Sinau Bareng Mbah Nun).
Ada pesan keselarasan atas peristiwa tersebut, Sunan Kalijaga mengingatkan bahwa agar hidup kita ini “hidup”, maka harus menyelaraskan, menyatukan dan menyeimbangkan antara hati dan akal pikiran, yang ada di dada dan yang ada di kepala, bukan sebaliknya memperturutkan hawa nafsu dan keinginan hati tanpa kita pikir dan pertimbangkan baik dan buruknya. Seperti menyatunya kepala dan tubuh orong-orong, lurus, selurus serpihan kayu jati yang menyambungnya, sebagaimana sejatinya hidup yang seharusnya.
Kamis 8 Desember 2022, dalam satu sesi Gugus Kendali Mutu, Kepala KPPN Kediri menyampaikan kembali secara lebih detil budaya Kementerian Keuangan, yang sebelumnya telah diterangkan saat kegiatan capacity building di Dendy Sky View (tampan: wonorejo), juga internalisasi core values (nilai dasar) ASN yakni BerAKHLAK. Selain Akhlak merupakan budi pekerti atau kelakuan, tingkah laku, tentunya yang dimaksudkan disini adalah tingkah laku yang baik, luhur berdasar nilai ketuhanan, BerAKHLAK juga merupakan akronim Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif.
Berorientasi Pelayanan-berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat, Akuntabel-bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan, Kompeten-terus belajar dan mengembangkan kapabilitas, Harmonis-saling peduli dan menghargai perbedaan, Loyal-berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, Adaptif-terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan, dan Kolaboratif-membangun kerja sama yang sinergis. Tak lupa membeberkan penguatan branding Kemenkeu Satu, Sinergi, Adaptif, Teknologi dan Unggul akan senantiasa menghiasi langkah kerja pegawai Kementerian Keuangan sehari-hari.
Selaras dengan itu semua tanggal 9 Desember 2022 merupakan Hari Anti Korupsi se-Dunia, yang telah diperingati oleh segenap keluarga KPPN Kediri (tampan: pahlawan) tanggal 11 November 2022 di Taman Sekartaji, Taman Brantas dan Loji Café, seolah mengingatkan kembali ada kerja yang harus terus kita perjuangkan, bahkan selama nyawa masih dikandung badan.
Menyambung tanya di awal, akankah kita akan korupsi bila tidak ada hukum yang mengatur itu semua, jawabannya pasti, tidak, karena kita adalah manusia yang dibekali Tuhan akal dan pikiran yang mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang merugikan, tindakan yang menyakiti dan yang menggembirakan, perlakuan terpuji dan yang terlaknat, langkah yang merusak atau yang memperbaiki, yang mendukakan atau yang membahagiakan.
Karena ma(e)nungso bukanlah menus-menus nambahi duso, namun manungso adalah manunggal ing roso.