Bola
Buah keheningan adalah doa.
Buah doa adalah iman.
Buah iman adalah cinta.
Buah cinta adalah pelayanan.
Buah pelayanan adalah damai
-bunda teresa-
Perayaan itu usai sudah, telah nyata siapa pemenangnya yang berhak membawa pulang piala bergengsi setiap empat tahun sekali, telah di ketahui siapa pencetak gol terbanyak dari seluruh pertandingan yang dilaksanakan, berapa biaya yang dikeluarkan, pesta pembukaan dan penutupan, tempat penyelenggaraan, nama stadion, sponsor dan atribut serta maskot resmi, hal pertama apa saja yang mulai dilaksanakan, nilai hadiahnya, nama stadion yang dipergunakan untuk pertandingan, bahkan jumlah penonton yang menyaksikan secara langsung dapat dikalkulasi dengan akurat.
Sepak bola merupakan salah satu pertandingan olah raga yang unik, satu bola diperebutkan 22 pemain yang saling adu taktik dan teknik untuk memasukan ke gawang lawan, yang dipimpin satu orang wasit di tengah lapangan dengan dibantu beberapa hakim garis, dan saat ini dengan kemajuan teknologi yang semakin melampaui imajinasi, setitik ketidaksportifan dapat ditayangkan dan dianulir hasilnya. Pemeo diantara para penyampai kebajikanpun juga menunjukan keunikan sendiri, wasit sepak bola itu aneh, lari kesana kemari hanya untuk mencari kesalahan orang lain (meskipun ada yang lebih aneh lagi, yakni wasit pertandingan tinju, ada orang berkelahi tidak dilerai dan dibiarkan, namun sebaliknya ketika yang berkelahi berangkulan, justru dipisah).
Sepak bola adalah permainan, namun hasil pertandingan 2 x 45 menit merupakan latihan dengan sungguh-sungguh selama bertahun-tahun, konsisten dan disiplin bahkan jauh sebelum seorang pemain diterjunkan dalam suatu pertandingan. Tak dapat dipungkiri latihan yang berujung pada keluwesan pemain juga berbanding lurus dengan fadhilah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada masing-masing pemain. Jangan suruh ikan ikut lomba terbang (mbah Nun).
Keahlian menggiring bola, menghindari hadangan lawan, menyundul bola, menyarangkan ke gawang lawan, teknik takling namun tidak diberi peringatan atau berbuah kartu kuning dari wasit, menangkap bola bagi penjaga gawang agar jalanya tidak bergetar, melempar dan menendang dengan ketepatan dan keakuratan yang pasti, menendang jauh, menendang rendah, menendang tinggi, menghindari offside, teknik jatuh yang aman, berguling yang tidak mencederai, bahkan selebrasi setelah menghadiahkan gol buat tim, semua itu tidak dilakukan dengan main-main dan senda gurau.
Rabu, 14 Desember 2022 bertempat di Ruang Aula Panjalu, KPPN Kediri menyelenggarakan kegiatan in house training dalam rangka internalisasi service excellent, mengundang narasumber dari Bank Syariah Indonesia KC Hayam Wuruk Kediri, Ibu Ayu Sukma sebagai fund marketing dan Bapak Bagas sebagai tenaga keamanan terbaik BSI region Jawa Timur. Alih-alih melayani orang lain, melayani diri sendiri juga harus sungguh-sungguh dan dengan sebaik-baiknya, satu poin yang tersirat dari yang disampaikan oleh kedua narasumber.
Service excellent bukanlah tindakan sekejap mata yang dapat dibentuk pada suatu individu, namun sebaliknya, seperti pemain sepak bola, petugas layanan yang memberikan layanan dengan kualitas terbaik ditempa oleh latihan dan tindakan yang menjadi kebiasaan sehari-hari dengan sungguh-sungguh, tidak hanya dalam hitungan jam dan hari, tetapi selama bertahun-tahun.
Senyum yang tulus, tidak mungkin berasal dari jiwa yang penuh benci dan dengki, harus berawal dari pikiran yang positif, penuh dengan prasangka baik kepada siapa saja yang dilayani, meski hanya seorang yang numpang hendak ke kamar mandi karena tidak mungkin untuk melakukan buang hajat di jalan. Dan ini bukan berasal dari kebiasaan sehari dua hari, namun lebih kepada sikap hidup bahwa ibadah yang paling mudah adalah memberikan senyum kepada orang lain, bahkan kepada yang tidak kita kenal sekalipun.
Salam yang penuh berkah, tidak sekadar mengucap selamat siang atau selamat pagi, namun terkandung di dalamnya doá panjang untuk kebaikan dan keselamatan yang diberi salam, dan ini membutuhkan keikhlasan dari hati yang paling dalam. Proses ini bukan hasil didikan dalam hitungan jam dan hari, melainkan kebiasaan yang telah merasuk dalam dada, mengalir dalam darah hingga tak akan lekang oleh panas dan hujan.
Sapa suci tak terperi, bukan sekadar menyapa seperti robot yang tanpa jiwa, yang hanya berdasarkan program dan algoritma untuk menghasilkan bunyi sapa atau tanya. Lebih dari itu sapa yang suci menghadirkan rasa empati dan simpati kepada yang ditanya, bukan menghasilkan jawaban yang kering dan seadanya, namun rasa bebrayan yang mengikat menjadi paseduluran hingga akhir zaman.
Senyum, salam dan sapa adalah nada dasar sebuah layanan prima, sebagaimana sebuah lagu, merdu dan sumbangnya suara biduan tergantung dari kesesuaian nada dasar antara penyanyi dan musik yang mengiringinya. Akan terasa sakit di telinga, menyesakkan di dada saat suara vokalis tidak segelombang dengan alunan musik yang menyertainya. Demikian juga dengan senyum, salam dan sapa, betapa kering kerontang rasanya ketika yang tersenyum, yang memberi salam dan yang menyapa tidak mendasarinya dengan ketulusan dan keikhlasan. Seperti membentur tembok tinggi dan tebal saat senyuman, salam dan sapaan tidak berasal dari sifat ilahiah, hanya untuk memenuhi tuntutan instruksi, menggugurkan kewajiban bahkan mungkin hanya sekadar basa yang sudah sangat basi.
Seperti bermain sepak bola yang sudah menjadi sikap hidup pemainnya, menjadi pegangan jiwa sehari-hari, sportivitas dengan kawan dan lawan, latihan terus menerus dengan sungguh-sungguh selama nyawa dikandung badan. Demikian juga dengan layanan prima, tidak mungkin begitu saja dengan sekejap dapat terwujud, karena untuk merasuk dalam jiwa harus menjadi sikap hidup, terpatri dalam tulang, mengalir lewat darah, dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, di kantor, di jalan, di pasar, di ruang ibadah dan di mana saja, dengan kawan, saudara, sesama insan, dengan hewan, tumbuhan, bumi, air, batu dan alam sekitar yang menyemesta hingga langit ketujuh.
Karena melayani adalah memberi, dan memberi adalah mensyukuri, maka melayani adalah suatu bentuk ibadah kasat mata terhadap orang lain yang memerlukan dan membutuhkan jasa, tenaga, ilmu dan pikiran serta bentuk materi lainnya dari kita yang memilikinya, yang berujung pada kedamaian, melayani seperti sinar mentari pagi.