Tuntulah ilmu hingga negeri Cina
-kanjeng Nabi-
Imlek merupakan penanggalan lunar yang ditetapkan pada masa pemerintahan Dinasti Han di Cina (6 SM-1 SM), dan pada masa inilah narasi hubungan Nusantara dan Tiongkok telah dimulai. Dalam Hou Han Shu disebutkan, Ye Diao adalah negara di Asia Tenggara yang mengirim utusan dan mempersembahkan upeti kepada Wu Di, Kaisar Dinasti Han. Ye Diao adalah tiruan bunyi dari kata sanskrit Javadvipa, untuk menyebut Jawa atau Sumatera. Ada sejarawan yang menganggap bahwa Ye Diao adalah kerajaan yang didirikan di Banten pada 65 SM, dan diperintah oleh raja bernama Diao Bian, salinan bunyi dari bahasa Sanskrit, Devavarman. Upeti dapat diartikan sebagai tanda pengakuan, kesetaraan, hubungan diplomatik atau pembukaan hubungan dagang.
Hubungan Tiongkok-Nusantara mencapai puncaknya pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M), dengan tujuh kali muhibah Laksamana Cheng Ho, para cendekiawan yang turut dalam misi ini membuat catatan perjalanan yang umumnya menggambarkan keadaan sosial budaya Nusantara. Demikian terkesannya Dinasti Ming dengan Nusantara, hingga menitahkan membuat kamus bahasa Melayu-Tiongkok, Man La Jia Yi Yu, Kumpulan kata-kata Negeri Malaka. Kenapa orang Jawa yang memulai hubungan, menurut Nurni Wahyu Wuryandari, peneliti dari Pusat Studi Cina Universitas Indonesia, karena bangsa kita adalah pelaut ulung (historia.id).
Pada masa Dinasti Tang (618-905 M), Khalifah Utsman bin Affan mengutus Saad bin Abi Waqqash ke negeri Tiongkok untuk mengabarkan tentang Islam. Utusan Khalifah Utsman itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yong Hui yang sangat menghargai ajaran Islam dan menganggap punya kesamaan dengan ajaran Konfusionisme. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap Islam, kaisar mengizinkan berdirinya masjid pertama di Chang-an (Kanton). Masjid itu bernama Huaisheng atau Masjid Memorial. Makam Saad bin Abi Waqqash yang meninggal di Cina pada tahun 635 M dikenal dengan nama Geys’ Mazars (republika.co.id).
Laksamana Cheng Ho memang diperintahkan kembali ke Tiongkok, tetapi sejumlah pengikutnya tinggal di Jawa. Salah satunya adalah Bun Sui Ho. Anak dan cucu laki-lakinya, Sunan Bonang dan Sunan Ampel adalah anggota Walisongo yang dihormati yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Nama asli Sunan Bonang adalah Bun An, tetapi dalam bahasa Jawa berbunyi Bonang. Selain Sunan Ampel dan Sunan Bonang, dua wali lain juga masih keturunan Cina, yakni Sunan Drajat dan Sunan Muria (bentangpustaka.com).
Hubungan Cina Nusantara yang telah terjalin bahkan jauh sebelum Islam datang ternodai oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1740. Berawal dari perdagangan gula di Nusantara, yang dibanjiri produk dari Malabar (India), VOC mulai membatasi kedatangan warga Cina yang akan bekerja di pabrik gula. Banyak warga Cina yang menjadi pengangguran dan gelandangan di Batavia (Jakarta), dan berdampak terhadap meningkatnya kriminalitas.
VOC membuat peraturan baru yang mengharuskan warga Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki izin tinggal, berusaha dan berdagang, dan bagi yang tidak memiliki pekerjaan harus ditangkap serta dibuang ke Srilanka. Namun kabar yang beredar mereka dibuang di tengah laut. Pada 8 Oktober 1740 orang-orang Cina yang berada di luar kota Batavia mulai menyerang kota, 10 Oktober 1740, gubernur jenderal Adrian Valckanier mengeluarkan surat perintah untuk mengamankan orang-orang Cina. Menurut perkiraan 10.000 lebih warga Cina tewas dalam peristiwa yang dikenal sebagai Geger Pecinan (republika.co.id).
17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya yang dibacakan oleh duet Soekarno-Hatta. Dibalik naskah proklamasi, 1 dari 63 anggota BPUPKI adalah warga Cina bernama Liem Koen Hian, yang memperkenalkan gagasan kewarganegaraan Indonesia, hanya dengan turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia-lah warga Tionghoa bisa memperbaiki nasibnya yang waktu itu juga menjadi korban diskriminasi politik apartheid pemerintah Hindia-Belanda. Yap Tjwan Bing, anggota termuda PPKI dan satu-satunya perwakilan Tionghoa menyerukan kaum Tionghoa untuk berpihak kepada Indonesia.
Djiauw Kie Siong, mengizinkan tentara PETA untuk menjadikan rumahnya sebagai tempat menahan Soekarno-Hatta dalam peristiwa Rengasdengklok. Meski mendapat desakan dari para pemuda, Bung Karno dan Bung Hatta tetap membacakan naskah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang bertepatan hari Jumat Legi 9 Ramadhan 1364 H, saat umat Islam menunaikan ibadah puasa (seri buku Tempo: Aktivis Cina di Awal Kemerdekaan).
Pasang surut warga Tionghoa di Nusantara masih terus terjadi, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 2/OEM-1946 yang salah satunya menyoal hari raya orang Tionghoa, segera setelah kemerdekaan Indonesia. Ada empat perayaan yang masuk dalam penetapan tersebut, yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu pada tanggal 18 bulan 2 Imlek, Ceng Beng, dan hari lahirnya Khonghucu pada tanggal 27 bulan 2 Imlek.
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina pada 6 Desember 1967. Instruksi tersebut menetapkan seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Karena itu, perayaan imlek saat itu umumnya tidak dilakukan, atau berlangsung tersembunyi. Namun masih ada pertunjukan wayang potehi (wayang titi) di klentheng-klentheng yang ada hampir di tiap kota kabupaten, mengisahkan Hakim Bao, Sun Go Kong (yang masih teringat) serta cerita lainnya.
Pada masa K.H. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, masyarakat Tionghoa mendapatkan kebebasan lagi untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka. Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif, yang tidak ditentukan pemerintah pusat secara langsung, melainkan oleh pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing, dan sekarang telah menjadi hari libur nasional (tempo.co).
Kita berawal dari satu, dan akan kembali menjadi satu. Selamat tahun baru Imlek 2574.