Kediri

Bulan 1000

Tuhan turun ke bumi

-bimbo: lailatul qodar-

 

Seorang alien jatuh ke bumi gegara pesawat ruang angkasanya mengalami kerusakan, terdampar di India yang memiliki penduduk hampir semilyar, memperkenalkan diri bernama PK. Ia kehilangan transponder/GPS yang akan menuntunnya kembali ke planet asal. Di kota dengan keriuhan luar biasa ia bertanya ke setiap orang yang ditemuinya, siapakah yang tahu di mana GPS nya berada, dan setiap yang ditanya hanya menggeleng kepala pertanda tak ada yang tahu.

Satu kali seseorang menjawab, mencari benda sekecil itu di tengah kota dengan lautan manusia dan pemukiman yang berjubel seperti mencari jarum di tumpukan jerami, lalu siapa yang tahu, hanya Tuhan yang tahu. Jawaban akhir yang membawa sang PK keluar masuk kuil, gereja, masjid, sinagog dan tempat ibadah, untuk mencari Tuhan.

Maka ia memutuskan satu tindakan agar Tuhan gampang dan mudah mengenalinya, dengan mengenakan helm berwarna kuning, yang membedakannya dengan penghuni bumi lainnya, seperti warna taksi yang gampang dikenali oleh setiap calon penumpang, meskipun dari kejauhan datangnya (PK diperankan dengan bagus oleh Amir Khan yang juga melakoni tokoh di three idiots).

Rasul Kinasih SAW menceritakan sebuah kisah di era bani Israel ada seorang pemuda durjana yang telah melakukan kejahatan tak terelakkan kejam dan sadisnya, memisahkan nyawa dari raga 99 manusia. Entah ilham apa yang diterimanya, suatu saat ingin rasanya bertobat, mencuci segala maksiat dengan Tuhan berdekat dekat.

Pergilah ia ke seorang pemuka agama, menanyakan kabar tentang dirinya, nasibnya nanti ketika menghadap Tuhannya. Pemuka agama murka, tak kan diterima segala permohonan ampun segala noda, hanya akan menempel menjadi kerak neraka. Murka dibalas dengan murka, satu tikaman panjang menggenapi 100 nyawa.

Pemuka agama berikut yang ia datangi dengan penuh menghiba, menghantarkan dirinya menempuh jalan ke wilayah yang penuh berkah, karena penduduknya sangat mengutamakan tobat menempuh jalan akhirat. Namun di perjalanan, malaikat pencabut nyawa membuatnya terjerembab, putus hubungan dengan dunia. Berkata malaikat rahmat, ini urusanku dia sudah menyatakan bertobat, tapi ditepis malaikat azab, ini urusanku, 100 nyawa manusia tak berdosa hilang di tangannya, dosa segala dosa.

Tuhan yang maha bijak, Dia yang maha pengampun dosa dan penuh kasih, menitahkan satu titik jeda, ukurlah seberapa jauh dia melangkah, seberapa dekat dengan tempat yang ditujunya. Akhir lebih baik dari mula, diangkatlah jasad sang durjana dengan kedua tangan malaikat rahmat, menuju ampunan Tuhan yang tak terhingga.

Raden Mas Sahid tak terima dengan kondisi dan situasi masyarakat yang serba timpang dan tak seimbang, kekayaan menumpuk di satu tangan, sedangkan kemiskinan akut merajalela. Bukan untuk menghukum, namun untuk menyeimbangkan, (Allah menciptakan alam semesta dengan keseimbangan) Sang Raden mengambil dari si kaya dibagikan kepada si miskin papa (mungkinkah ini jadi inspirasi Paul Creswick menulis kisah Robin Hood si maling cluring dari hutan Sherwood).

Takdir tak dapat ditolak, nasib tak bisa dielak, telah menjadi garis tangan masing-masing manusia. Berjumpalah Sang Raden dengan Sang Sunan, yang tak berbekal apa-apa kecuali tongkat di tangan, berkilau tertimpa cahaya mentari pagi, membuat buta mata hati Sang Raden. Mengatasi rasa memiliki Sang Raden, ditunjuklah sebatang pohon kolang kaling dengan tongkat Sang Sunan. Ternganga mulut Sang Raden, heran takjub seluruh pohon menjadi emas persis seperti yang tersimpan dalam gudang para saudagar dan bangsawan.

Namun ketakjuban dan keheranan seketika berubah menjadi kesadaran, jatuh tersungkur memohon ampun telah salah menempuh jalan. Pada akhirnya Sang Raden meniti jalan ashabul kahfi, berkepompong untuk menjadi kupu-kupu bergelar Sunan Kalijogo.

Ramadan telah memasuki tahap akhir, hari-hari sedemikian cepat berlalu (oalah andai seluruh bulan adalah Ramadan), dapatkah satu bulan menyucikan yang sebelas bulan?

Karena neraka dan surga bukan ditentukan seberapa banyak kita menegakkan sembahyang, bukan pula seberapa luas harta yang kita infakkan, atau seberapa panjang puasa yang kita jalankan, namun hanya kasih dan rahmat Tuhan yang akan menempatkan di istana surga, atau berkumpul dengan firaun, iblis, dajjal, Abu Lahab di tempat paling tidak diinginkan bahkan oleh orang yang tidak memiliki iman sekalipun.

Manusia hanya diberi bekal untuk menjemput rahmat Tuhan yang tak terhingga, seluas langit dan bumi (bumi sudah sedemikian luasnya, masih ditambah langit yang bahkan untuk membayangkan saja, tak ada angka yang bisa menuliskannya, hanya lambang ∞).

Hari-hari akhir Ramadan, ada satu malam yang Allah menyebut lebih baik dari seribu bulan, sebagai kesempatan untuk memungut, memancing, menjaring, menjala segala rahmat Tuhan. Bulan satu saja sedemikian indahnya, hingga para penyair, pujangga dan sastrawan mengibaratkan segala keindahan dengan rembulan. Di wajahmu kulihat bulan… sebuah syair lama yang masih bergaung melewati milenium, orang Jawa bilang mbulane ndadari, karena keindahannya bisa dinikmati oleh semua orang, maka kita menggoreng telur dadar agar bisa dibagi-bagi.

Alise nanggal sepisan, sebuah kebijakan lain dari falsafah Jawa, selain ketika masih tanggal satu bulan berbentuk melengkung indah (yang membuat salah seorang artis (TB) menemukan hidayah karena melihat bulan sabit dan di tengahnya ada bintang), namun juga menandakan kegembiraan awal bulan waktunya menerima imbalan hasil kerja selama beberapa pekan.

Anak-anak saat bulan purnama memainkan jamuran jo ge gethok, berkejaran memperebutkan anim listrik yang dijadikan sebagai benteng, sambil mendendangkan turi-turi putih ditandur neng kebon agung, atau kalo bulan bisa ngomong tentu bulan tak akan bohong.

Dan ini ada seribu bulan, betapa indahnya, betapa terangnya, betapa mulianya. Di dalam deret angka kelipatan seribu menandakan pergantian level, dari seribu dengan tiga angka di belakangnya, kelipatan seribu lagi menjadi sejuta, semilyar, setrilyun dan seterusnya, maka bolehkah angka seribu di sini ditadaburi sebagai perumpamaan, bukan seribu thok, bisa kelipatannya.

Apakah malam-malam akhir ini akan berlalu begitu saja, padahal

Kami telah menurunkan Alquran pada malam kemuliaan

Malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan

Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search