Biting
bersatu kita teguh
bercerai kita runtuh
-pepatah lama-
Situs Biting terdapat di Kabupaten Lumajang, merupakan benteng dan permukiman peninggalan era Majapahit hingga Mataram Islam, dibangun oleh Menak Koncar yang ada hubungan dengan Nambi sebagai bentuk perlawanan kepada Majapahit, karena kecewa tidak memenuhi janji kepada Arya Wiraraja untuk memberi kuasa atas Lamajang Tigang Juru yang meliputi Lumajang, Panarukan dan Blambangan. Namun kekecewaan ini dapat diredam oleh Raja Jayanegara, dan semasa Hayam Wuruk naik tahta, Lumajang diserahkan kepada putranya, Bhre Wirabumi (kebudayaan.kemdikbud.go.id).
Biting berarti benteng dalam bahasa Madura, karena dikelilingi oleh benteng pertahanan dengan tebal 6 meter, tinggi 10 meter dan panjang 10 km, dengan luas 135 hektare yang mencakup 6 blok/area merupakan blok keraton seluas 76,5 ha, blok Jeding 5 ha, blok Biting 10,5 ha, blok Randu 14,2 ha, blok Salak 16 ha, dan blok Duren 12,8 ha (id.wikipedia.org).
Suatu masa, ada seorang kiai yang meninggal dunia dan sebagai ketakziman kepada gurunya, pada santri menyelenggarakan selamatan selama 7 hari, dengan bacaan tahlil dan surat Yasin. Dengan kuasa Allah, pada hari ketujuh seorang santri didatangi sang kiai dalam mimpinya. Terjadi dialog antara guru dan murid,
“Kyai bagaimana keadaan Panjenengan di sana”
“Alhamdulillah pada prinsipnya semua baik, namun ada satu hal yang mengganjal di hatiku”
“Punopo meniko Kiai”
“kamu ingat waktu kita diundang kenduri oleh tetangga sebelah, sepulangnya membaca doa masih ada sisa makanan yang terselip di gigiku, sambil jalan aku mengambil seserpih pagar tetangga dan kujadikan biting untuk mencongkel slilit di gigiku, inilah yang mengganjal hatiku, karena aku belum sempat meminta izin kepada tetangga itu, bisakah kamu mewakiliku agar tetangga mau mengikhlaskan seserpih pagarnya” (EAN: Slilit Sang Kiai).
Tahun 1989, digawangi Candra Darusman, Erwin Gutawa, Denny TR, Aminoto Kosin dan Uce Haryono yang digantikan Aldy dan Budhy Haryono, Grup Band Karimata mengeluarkan album ketiga bertajuk Biting, dengan cover album bergambar tangan yang sedang menata tulisan biting dan dibuat dari biting.
Diproduseri Prosound terdapat sembilan komposisi musik dalam album, selain Biting itu sendiri ada Kharisma, Final Chapter, Ketika, Good Bye Kiss, Sketsa, Sahabat, Cinderamata, dan Melangkah.
Mengusung aliran jazz fusion, serta memadukan dengan musik etnik tradisional Indonesia, Candra Darusman (yang banting stir menjadi politikus) dan Erwin Gutama (masih menekuni musik hingga kini) dan kawan-kawan menasbihkan diri sebagai salah satu grup musik legendaris di Nusantara.
Biting adalah tulang yang menyangga daun kelapa/aren dan dapat dimanfaatkan untuk bermacam fungsi yang karena sudah terbiasa menjadi seolah-olah tidak luar biasa.
Ilham apakah yang diberikan Tuhan kepada simbah kita dulu saat menemukan teknik (inovasi, ijtihad) untuk membuat sebuah pincuk (inipun bisa dielaborasi lebih dalam lagi) agar tidak udar mesti disunduk dengan sepotong kecil biting (sekira 3-5 cm), atau membuat bungkusan pelang, conthong, geneman bothok, lonthong (getuk pisang) atau takir yang tak bisa tergantikan oleh teknologi saat ini, baik dari segi estetika, rasa, tampilan, keindahan maupun kemanusiaan. Dan tidak sembarang daun dapat dijadikan tempat/wadah untuk membungkus makanan, serta hanya tusukan biting yang mampu menyempurnakan wujud dan bentuknya.
Biting menandai era kenikmatan sebuah makanan, bedakan antara menikmati nasi pecel tumpang di jalan Doho menggunakan piring atau pincuk, aromanya, rasanya, keindahannya, keotentikannya, kebersahajaannya, dan saat nasi pecel tersebut telah berpindah ke dalam perut, biting yang mengikat daun sehingga menjadi pincuk (dan sangat berbeda rasanya ketika daun untuk pincuk disatukan dengan staples misalnya dan bukan biting), dapat kita jadikan pencongkel sisa-sisa makanan yang masih terselip di sela-sela gigi.
Biting bisa juga dimanfaatkan untuk tusuk sate, terutama yang bagian bongkot, sehingga mampu menopang dan menusuk beberapa potongan daging untuk dibakar diatas arang yang membara. Akan ada sedikit terbakar di bagian pucuknya, yang menambah nikmat seporsi sate ayam atau kambing (kenapa tidak kita temukan penjual sate sapi/lembu). Di Kediri ada sate bekicot (02) yang ditusuk dengan biting, sangat khas serta tidak kita temukan di daerah lain.
Selain itu yang banyak juga terdapat di masyarakat, biting (juga biasa disebut sodo) digunakan untuk membuat rege, semacam piring dari anyaman biting melingkar sedemikian rupa, dan untuk dapat dipakai menjadi sebuah piring harus diberi alas daun, hingga makanan yang dituang di atasnya tidak bocor atau merembes di sela-sela anyaman biting tersebut. Hal ini juga sebuah inovasi para leluhur sebelum ditemukannya cara membuat piring dari logam (emas, perak, tembaga), kaca atau yang terkini piring berbahan plastik atau keramik.
Lebih dari itu semua, kumpulan biting bila disatukan dapat dijadikan sebagai sapu atau penebah, yang bermanfaat untuk membersihkan kotoran di rumah, dan sebutan untuk kumpulan biting bukanlah sapu biting, melainkan sapu korek/kerik (seperti nasi, bila satu piring disebut sego/sekul, namun bila sendiri menjadi upo).
Kita adalah biting-biting yang membentuk sapu, yang membersihkan rumah kita (KPPN Kediri) dari segala kotoran dan sampah yang membuat tidak sehat dan tidak nyaman dalam pandangan mata, dan saat menyapu akan menyisakan galur-galur yang indah di tanah, saat pagi atau sore hari.
Kita adalah biting yang membentuk komposisi musik yang indah, yang mampu membuat siapapun yang mendengarkan, berhenti sejenak dengan segala aktivitasnya dan berkata dalam hati wah.
Dan kita adalah biting yang berupa benteng, melindungi dan menahan serta menangkis dari segala serangan dan serbuan ketidakbaikan, keburukan dan ketidakbermanfaatan yang senantiasa berkelindan dengan niat baik untuk mewakafkan hidup kepada bangsa dan negara.
Kita adalah biting yang meskipun dalam kesendirian, sepotong, seserpih tetap memberikan manfaat yang luar biasa bagi siapapun, dan ketika tidak ada, semua akan mencarinya.
Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik (Q.S. 2:26).