Kediri

 

Mata bisa menyesatkan

Otak juga bisa  melenakan

-Sari: sang kiai-

 

Terdapat banyak macam cara dan teknik untuk menanam tumbuhan, ada yang harus ditanam lewat bijinya, batangnya atau bisa keduanya, serta ada tanaman yang meneruskan keberlangsungan hidupnya lewat tunas anakannya. Tebu salah satu tumbuhan yang harus ditanam melalui media batangnya, sedangkan mangga, jambu dan tumbuhan buah lain dapat ditanam lewat biji maupun cangkok batangnya. Pisang lewat tunas anakannya, sedangkan jagung merupakan satu contoh tumbuhan yang ditanam lewat bijinya, tidak bisa lewat batang maupun bunga, apalagi anakannya.

Cangkul cangkul yang dalam, menanam jagung di kebun kita, berbeda dari lirik lagu menanam jagung tersebut, para petani untuk memulai menanam jagung tidak dengan mencangkul yang dalam, cukup dengan nggejig.

Gejig dilakukan dengan melubangi tanah menggunakan sebatang tongkat kayu, (menusuk tanah dengan kayu) dan lubang bekas tusukan tersebut yang akan digunakan sebagai media tanam dengan memasukkan biji jagung ke dalamnya. Dan untuk mempercepat proses penanaman, biasanya para petani menggunakan tongkat setinggi badan dipegang di tangan kanan, dan setelah lubang terbentuk, tangan kiri yang menggenggam biji jagung menjatuhkan ke dalamnya.

Dalam masa revolusi fisik dan perjuangan merebut kemerdekaan, bisa jadi para petani menggunakan tombak sebagai sarana pengganti tongkat untuk melubangi tanah, sambil berjaga-jaga siapa tahu ada musuh yang lewat. Sehingga tombak yang ujungnya lancip, saat nggejig pangkalnyalah yang bermanfaat membuat lubang di tanah.

Bung Karno menanam benih-benih kemerdekaan sejak di gang Peneleh Surabaya saat nyantrik di rumah mbah Cokro (H.O.S. Cokroaminoto) bersama kawan-kawan seperjuangan. Terinspirasi oleh pidato mbah Cokro, Bung Karno muda menjadi singa podium yang bahkan bila telah berbicara hingga dua jam lebih tak ada satupun pendengar yang beranjak dari tempat duduk atau berdirinya.

Bung Karno terus menanam tanpa pernah tahu kapan benih tersebut akan berbuah, setahun dua tahun bahkan berpuluh tahun setelahnya, buah bernama kemerdekaan baru dapat dipetik dan itupun beliau masih terus menanam untuk mengisi buah kemerdekaan dengan benih-benih yang baru.

Demikian juga dengan para pendiri negeri yang telah menanam benih kemerdekaan jauh sebelum 17 Agustus 1945, dan tak ada satupun yang mengira dan mampu memastikan bahwa benih yang telah ditanamnya akan dipetik di hari Jumat Legi 9 Ramadan 1364 H.

Mbah Hasyim tak tahu bahwa organisasi yang dibentuknya akan sebesar seperti sekarang, beliau hanya menanam, berikhtiar dengan kebaikan-kebaikan, Beribu-ribu pondok pesantren, sekolah, madrasah rumah sakit sarana pendidikan berafiliasi dengan organisasi NU. Mbah Dahlan juga segendang seirama, tak akan menyangka bahwa organisasi yang digagasnya, menjadi besar dan merambah hingga seluruh penjuru nusantara.

Apabila dirunut lebih jauh lagi, segala benih kemerdekaan bermula dari tugas para nabi dan rasul, dan dipungkasi oleh Kanjeng Nabi Muhammad S.A W., membebaskan umat manusia dari keterjajahan dan keperbudakan selain kepada Tuhan yang telah menciptakan alam semesta seisinya.

Masyarakat Arab yang hidup dalam masa kegelapan, bapak mengubur anaknya hidup-hidup hanya karena malu memiliki anak perempuan, ibu diwariskann kepada anaknya saat sang bapak tiada, si kaya menindas si miskin, para budak hanya sebatas benda dan barang yang dapat diperlakukan semau para tuannya, ketergantungan kepada judi, minuman keras, ramalan para dukun, mengundi nasib dengan panah, dan yang paling menggelisahkan bagi keberlangsungan kehidupan, menduakan Tuhan yang telah dikenalnya sebagai sejatinya Tuhan.

Sang Nabi dengan petunjuk langsung dari Tuhan mengikis habis segala penjajahan yang melanda masyarakat Arab pada saat itu, penjajahan manusia atas manusia, materi atas manusia, agar manusia bebas merdeka untuk langsung bermunajat kepada Tuhannya.

Benih yang ditanam Nabi terus menyebar hingga seluruh penjuru bumi, dan hari ini buah kebaikan tinggal kita yang memetiknya.

Nabi menanam benih, Bung Karno menanam benih, Bung Hatta menanam benih, Mbah Hasyim menanam benih, Mbah Dahlan menanam benih, dan semuanya tidak berangan untuk memetik buahnya dalam waktu satu tahun dua tahun atau sepuluh tahun, karena manusia menanam Tuhan yang menumbuhkan, Tuhan yang membuahkan, manusia merawat dan terus merawat segala benih kebaikan yang ditanamnya.

KPPN Kediri hanya nggejig dan telah menanam benih-benih kebaikan bahkan jauh sebelum ada gerakan Zona Integritas, dan hanya menanam, menyirami, menyiangi, memelihara, memupuk, menyingkirkan gulma dan tanaman pengganggu yang lain.

Benih yang ditanam para Bapak Bangsa telah kita petik dan kita rayakan hari ini dengan lomba makan kerupuk berdua, memasukkan pensil dalam botol bertiga, menautkan marang di sebuah cincin yang digantung, berlima membawa balon dalam permainan kelabang balon dan berduabelas secara estafet mengisi timba dengan air, yang intinya adalah gembira dalam kebersamaan dan bersama dalam kegembiraan. Karena dengan gembira akan tumbuh bahagia, dan rasa bahagia menaikkan imun tubuh dan dampaknya di dalam tubuh yang sehat akan dapat bekerja dengan giat.

Benih yang ditanam KPPN Kediri telah dituai dalam WBK, dan saat ini waktunya KPPN Kediri memetik buah WBBM. Ini bukan kepastian, karena kepastian adalah wilayah yang dimiliki Tuhan. Ini hanya sebuah keyakinan, sebab keyakinan adalah doa, dan Tuhan telah melihat upaya dan usaha KPPN Kediri untuk memberikan yang terbaik buat negeri.

Merdeka! WBBM bisa!

Penulis:

Yudi Santoso

 

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search