Kediri

Ayah

dalam hening sepi kurindu

-ebiet g. ade: titip rindu buat ayah-

 

Panel dalam kalender itu berisi lima gambar, hanya diisi dengan warna merah dan putih serta garis hitam, ditambah keterangan di bawahnya, D.O.A. Etching on Metal Plate, Enamel – 100 cm x 100 cm – 2014, Riyan “The Popo” menuangkan rasa terima kasihnya kepada almarhum sang ayah pada karya ini. Sebuah karya yang membawa cerita dalam 5 (lima) bagian, di mana dia sadar akan peran ayahnya yang merupakan kritikus sekaligus pembimbing dalam pembentukan perspektif karyanya.

Gambar pertama, seorang ayah memanggul anaknya hanya agar sang anak bisa melihat sebuah gambar pemandangan (ingatlah ketika masih sekolah dasar, bila guru meminta kita menggambar pemandangan, maka yang terjadi adalah dua buah gunung dengan matahari bersinar di atasnya serta sawah dan jalan lurus lempang di bawahnya, tak lupa dua ekor burung terbang di atas gunung menuju mentari) yang dikarenakan tingginya tiang untuk memasang gambar, mata si anak tak bisa menjangkaunya, dan dengan duduk di pundak sang ayah tampaklah gambar gunung itu di mata si anak.

Gambar kedua, si anak terjun payung dengan sang ayah yang menjadi parasutnya, menggembung layaknya kain yang seolah menyatakan perlindungan untuk si anak yang menampakkan wajah ceria. Gambar ketiga, sang ayah tampak membersamai anak belajar, sebuah buku tebal terbuka dengan mimik si anak tengah membaca, sedangkan ayah kepalanya menjadi lilin yang meleleh, menerangi anak mengeja kata-kata.

Gambar keempat, si anak sedang bermain kuda-kudaan kayu, namun apa yang terjadi, salah satu kaki kuda goyang itu patah menjadi dua bagian, mungkin saking serunya dia melonjak, dan sebagai gantinya tangan ayah dicopot menggantinya, dengan seperangkat perkakas tergeletak di sampingnya, yang menandakan ayah sendiri yang memperbaikinya.

Gambar terakhir, si anak tampak menangis karena balonnya terbang lepas dari genggaman, dan sang ayah, demi anak rela mencopot kepalanya dijadikan balon sebagai ganti, hanya agar si anak kembali gembira, tak lagi meneteskan air mata.

Betapa sedih tak terkira hati seorang ayah melihat salah satu anaknya menjadi pembunuh, dan yang dihilangkan nyawanya tak lain anak lelaki satunya, hanya karena si anak merasa keputusan sang ayah tidak adil dan tidak menguntungkan dirinya. Bahwa beliau adalah seorang nabi, hingga membuatnya semakin bersedih, bagaimana mungkin seorang utusan Tuhan, yang berbicara langsung dengan penguasa langit dan bumi, memiliki keturunan pembunuh.

Betapa muram hati seorang ayah, melihat anak yang sangat disayangnya membangkang, tak mau menuruti nasihat dan ajakan kebaikannya, meski sang ayah tahu dan sangat tahu, tak ada siapapun dan apapun yang dapat menyelamatkan dari bencana banjir besar pada hari itu, walaupun sang anak telah naik di atas gunung tinggi tak terkira, namun gunungpun tak mampu menahan ombak besar yang menggulung apa saja yang menghalanginya, dan hanya yang di dalam perahu yang dipastikan selamat.

Betapa pilu jiwa sang ayah menerima tugas berat yang awalnya dia ragukan, benarkah mimpi ini dari Tuhan yang telah dicarinya selama ini. Bertahun-tahun dia menanti momen ini, menimang seorang putra, namun di saat sedang lucu-lucunya, menggemaskan dan sangat dirindukan ketika tidak di rumah, tiba-tiba turun perintah Tuhan yang memintanya untuk mengorbankan anaknya sebagai bukti bahwa ia lebih mencintai Sang Pencipta dari pada darah dagingnya sendiri.

Tak terkira resah dan gelisah seorang ayah, mendapati anak yang paling disayanginya mengungkapkan mimpi yang dampaknya akan membuahkan kebencian dan keirian di hati anak-anaknya yang lain, meski telah dipesan, dinasihati sedemikian rupa, tak pelak terjadilah peristiwa yang membuat anak tersayang menjadi buangan, terlunta-lunta hingga mendekam di penjara karena fitnah sang pecinta.

Hancur jiwa dan raga seorang ayah membayangkan anak turunnya akan mengalami hal yang sangat mengerikan dan mengenaskan, kekejaman yang tak terbayangkan. Satu cucunya yang biasa menunggangi punggungnya saat melakukan sujud, tewas diracun istri, sedangkan cucu yang lain menghadap Ilahi dengan dipenggal kepalanya oleh para durjana, bahkan tidak berhenti begitu saja, kepala dan tubuh diseret dan dikubur dalam makam yang terpisah ribuan kilometer jauhnya.

Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) sebuah paguyuban lintas agama dan budaya yang dikenal dengan nama Satu Hati, merayakan Hari Ibu dengan mengadakan lomba menulis surat untuk ibu, namun ada tanya yang menggantung, bila ada lomba menulis surat untuk ibu kenapa tidak ada lomba menulis surat untuk ayah.

Setelah melalui kajian yang cukup panjang atas tanya yang tak terjawab, pada 12 November 2006 PPIP mendeklarasikan Hari Ayah untuk Indonesia di Pendapa Gede Balai Kota Solo dan menetapkan sebagai Peringatan Hari Ayah Nasional, deklarasi serupa juga diadakan di Maumere Provinsi Nusa Tenggara Timur. Deklarasi Hari Ayah Nasional dimeriahkan dengan pengumpulan surat bagi para ayah dan dibuat menjadi buku Kenangan Untuk Ayah.

Selamat hari ayah…

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

Search