Makan
Lapar itu bagus
Kelaparan itu jelek
-mbah nun-
Ketika sesendok makanan sampai di mulut kritikus restoran yang sangat disegani itu, sebuah kenangan masa kecil langsung terbayang di kepalanya. Masa kecil yang indah dan penuh kedamaian bersama ibu yang akan memasakkan makanan kesukaannya, dan itu menjadi hari-hari yang membahagiakan sekaligus penuh arti kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Pada akhirnya restoran yang sempat akan ditutup itu kembali ramai, meski koki sejatinya hanyalah seekor tikus, binatang pengerat yang sangat dihindari dalam kegiatan masak memasak, sebuah ironi dan sangat bertolak belakang dengan kondisi di dunia nyata. Namun kita ingat kata si pendiri restoran, siapapun bisa memasak.
Sedemikian hebatnya pengaruh sebuah makanan bagi kehidupan, ahli arkeologi akan tahu apa yang dimakan seekor dinosaurus yang hidup jutaan tahun yang lewat, hanya dengan mempelajari kotoran binatang yang telah membatu. Dan seorang dokter akan mengetahui apa sakit yang diderita oleh pasiennya dengan melakukan uji laboratorium atas kotoran yang bersangkutan.
Hanya sayur nangka muda dan lauk tempe goreng, mampu memberikan sensasi yang luar biasa saat kita berada jauh dari rumah, rasa yang sama dengan sayur nangka yang pernah dimasakkan ibu puluhan tahun yang lalu ketika hidup masih terasa sangat sederhana. Begitu sederhana hingga tidak perlu ponsel untuk janjian dengan teman bila hari libur telah tiba, mau ke mana, berangkat jam berapa, siapa saja yang ikut, dan yang jelas dengan kendaraan apa. Tiba-tiba saja semua sudah berkumpul dan siap untuk melakukan perjalanan entah ke mana.
Bahkan Kanjeng Nabi untuk melihat kekuatan musuh-musuh yang mengobarkan perang atas kebaikan yang ditebarkannya cukup dengan melihat makanannya. Suatu ketika Rasulullah bertanya tentang jumlah pasukan Quraisy kepada seorang budak hitam dari Bani Hajjaj sebelum Perang Badar berkecamuk. Yang ditanya menjawab, “Banyak.” Maka Nabi pun melontarkan kalimat tanya kedua, “Berapa banyak unta yang disembelih setiap harinya?” “Terkadang,” jawab budak berkulit hitam itu, “Sembilan atau sepuluh unta setiap hari.” Maka para sahabat pun mengatakan, “Berarti jumlah mereka sembilan ratus hingga seribu.” (kisahikmah.com)
Dari hal makan telah tercipta beragam peralatan dan tata cara penggunaannya, mulai yang paling sederhana dengan menggunakan tangan (muluk), suru (sendok dari sesobek daun pisang), hingga peralatan makan yang memerlukan sopan santun tingkat dewa untuk menggunakannya. Jack Dawson (Leonardo di Caprio) sebagai seorang pemuda miskin yang memenangkan lotere hingga dapat menumpang kapal yang paling canggih pada masanya, yang menumbuhkan jumawa pada si insinyur hingga tercetus kalimat Tuhanpun tak bisa menenggelamkan kapal ini, diajari tata cara makan saat diundang sang konglomerat untuk jamuan makan malam, ambil dan gunakan peralatan yang paling luar terlebih dahulu, demikian pesan sang ningrat kepada si pemuda.
Ribuan tahun yang telah lewat, manusia pilihan Tuhan telah mengajarkan kita tentang table manner, tata cara makan yang mengatur cara duduk, penggunaan peralatan makan dan etika saat makan, yang dalam bahasa sehari-hari disebut adab makan dan minum.
Makanan halal, karena yang kita makan akan menjadi daging tubuh yang kita pergunakan untuk beraktifitas, menjalani hari dan bermunajat kepada-Nya, dan yang akan menurun ke anak cucu kita selanjutnya.
Mencuci tangan, sudah menjadi rahasia umum mencuci tangan sangat baik bagi kesehatan, apalagi saat masa pandemi Covid-19, mencuci tangan menjadi keharusan bagi setiap pihak untuk mencegah menyebarnya virus Covid-19.
Makanan dihidangkan dengan baik, benar dan indah, saat ada tamu kita terbiasa untuk lungguh gupuh dan suguh, namun sangat tidak elok apabila kita menghidangkan makan dan minum dengan cara melemparnya, atau menyajikan di tempat/wadah yang tidak layak untuk menghormati tamu.
Berdoa, merupakan hal utama sebelum melakukan segala sesuatu, mengingat manusia sangat terbatas pengetahuannya hingga tak tahu apa yang ada dalam makanan dan minuman itu, dan jalan satu-satunya terhindar dari ketidakbaikan dengan memanjatkan doa (minimal menggumamkan basmalah).
Segera dimakan setelah dihidangkan, bahkan meski azan sudah terdengar bila makanan telah terhidang di atas meja, maka Nabi menganjurkan untuk menyantap makan terlebih dulu dan tidak perlu tergesa-gesa. Hal ini juga memberi rasa senang bagi yang menghidangkan, juru masak maupun yang mempersilakan.
Mengambil makanan yang jatuh, kita ingat ada sebuah iklan pembersih lantai yang terkenal dengan jargon belum lima menit. Sabda Nabi “Ketika salah seorang dari kalian memakan makanannya dan jatuh sesuap, ia harus mengambilnya dan membuang bagian yang diragukan dan memakan sisanya. Dia tidak boleh meninggalkannya untuk iblis.” Hal ini juga berarti kita tidak boleh menyisakan makanan yang telah kita ambil.
Makan bersama, pesan Nabi “Makanlah bersama-sama dan sebutlah nama Allah di atasnya, karena kamu akan diberkati di dalamnya”. Dan berkah itu bisa berupa tumbuh rasa kebersamaan, kekeluargaan, saling menghormati, menumbuhkan empati, meningkatkan kasih sayang, dan kebersatuan sebuah team work.
Mengambil makanan yang dekat, sudah jamak dalam suatu perjamuan atau hidangan pesta akan terhidang berbagai macam makanan dan minuman, dan mengambil yang paling dekat selain menghargai tuan rumah juga menghormati diri sendiri.
Tidak mencela makanan, kanjeng Nabi tidak pernah mencela makanan, bila suka beliau memakannya, bila tidak suka beliau meninggalkannya. Makanan merupakan salah satu nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia, bila mencelanya berarti tidak mensyukurinya, selain durhaka kepada Tuhan juga menyakiti hati yang memberikannya, yang selanjutnya dapat menimbulkan hal-hal tidak baik lainnya (orami.co.id).
Begitu sangat kompleknya perihal makanan, meski hidup bukan untuk makan tapi makan untuk hidup, industri makanan dari skala mikro hingga skala gurita telah menghidupi berjuta manusia yang membutuhkannya.
Karena makan tidak sekadar makan, tapi makan ketika lapar (karena lapar adalah lauk yang paling enak: lipi) dan berhenti sebelum kenyang.