Museum
Jasmerah
-Bung Karno-
Adakah negara (bangsa) yang tidak dibentuk dan didirikan tanpa pertumpahan darah?
Negara Amerika Serikat yang disebut negara adi kuasa (?), tidak begitu saja terjadi kesepakatan antar penduduknya untuk membentuk sebuah negara serikat seperti sekarang ini. Perbedaan paham perihal perbudakan menjadi salah satu sebab utama terjadinya perang saudara, utara selatan. Utara (Persatuan) yang tidak menyetujui adanya perbudakan, karena menganggap tak seorang pun bisa memiliki/memperbudak orang lain, sedangkan selatan (Konfederasi) berpikir sebaliknya.
Perbedaan pendapat, komunikasi yang tidak sejalan mengakibatkan pertumpahan darah antara utara dan selatan yang terjadi dari tahun 1861 hingga 1865. Dengan kekalahan pihak selatan berakhirlah perang saudara dan terbentuk negara Amerika Serikat. Meski perbudakan telah dihapuskan, namun sikap rasis masih menjadi api dalam sekam hingga hari ini.
Jauh sebelumnya, saat Columbus yang dianggap menemukan benua Amerika, hingga kedatangan para kolonis Eropa, Inggris, Prancis dan Spanyol serta Belanda, yang mengakibatkan tersingkirnya penduduk asli, bangsa Indian. Masyarakat Indian yang merasa terjajah berjuang untuk kemerdekaan, di satu sisi bangsa-bangsa Eropa yang menganggap paling beradab, menganggap itu sebagai pemberontakan dan mengancam eksistensinya. Dan terjadilah pembantaian besar-besaran atas orang-orang Indian yang tersingkir dan selanjutnya disatukan dalam suaka-suaka.
Republik Rakyat Tiongkok atau China, yang saat ini menjadi negara pesaing dari Amerika Serikat setelah era perang dingin dengan Uni Soviet, tak luput dari pertumpahan darah antar anak bangsa. Seorang pendekar tanpa nama, berniat membunuh Raja Qin yang telah menganeksasi dan menyerang raja-raja yang lain. Dengan tangan dingin dan seolah tanpa belas kasih, mengakibatkan kesengsaraan penduduk China saat itu. Sedemikian ketatnya penjagaan raja, setiap tamu yang menghadap hanya diperbolehkan bertemu dalam jarak seratus langkah, tak ada jurus ampuh apapun yang mampu dalam sekali gebrak untuk mematikan musuh dalam jarak sejauh itu.
Sebagai syarat untuk mendekati raja, pendekar tanpa nama harus mengalahkan dan membunuh ketiga pendekar lain yang dianggap sebagai pemberontak (sekaligus ditakuti) oleh raja dan menyerahkan secara langsung senjata ketiga pendekar tersebut kepada raja yang tentunya semakin memperpendek jarak untuk melakukan serangan kilat kepada raja.
Namun tanpa nama menyadari bahwa keputusan raja untuk menyerang raja-raja yang lain, tidak lain dan tidak bukan dalam rangka mempersatukan seluruh China, hingga ketika tiba saatnya memiliki kesempatan mengakhiri hidup sang raja, niat itu diurungkannya (Jet Li: Hero). Bahkan setelah era kekaisaran berakhir, perseteruan antara Partai Komunis Tiongkok dan Kuomintang tetap menyisakan pertumpahan darah, hingga menyingkirnya Kuomintang ke Taiwan saat ini.
Belanda, negara dengan luas tak lebih dari luas satu provinsi di Indonesia juga didirikan dengan pertumpahan darah, konflik kepentingan antar klan, para penguasa, tuan tanah dan bangsawan, hingga perseteruan dua agama Katolik dan Protestan yang dianggap bidah. Pada akhirnya Luxemburg dan Belgia memisahkan diri dari Kerajaan Belanda (wikipedia).
Belum cukup sampai di situ, Belanda juga menumpahkan darah ke bangsa-bangsa yang jauh dari negerinya, membentuk VOC Perusahaan dagang multinasional pertama yang diberi kewenangan dan hak sepenuhnya oleh raja Belanda untuk melakukan hal-hal yang diperlukan demi mengamankan jalur perdagangan rempah yang pada masa itu lebih mahal dari harga emas. Politik adu domba yang mengakibatkan perpecahan dan peperangan antar penduduk Nusantara, juga penjajahan dan penindasan yang membuat siapapun tidak bisa menerimanya, mengorbankan nyawa penduduk dan pejuang serta pahlawan demi kemerdekaan Indonesia.
Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Belanda berniat kembali menjajah Indonesia, namun mereka kecewa karena begitu tiba, negeri yang dulu dikuyo-kuyo dan diharapkan mampu memberikan pemasukan atas kerugian selama kiprahnya turut dalam sekutu, sudah menyatakan kemerdekaannya. Kembali menumpahkan darah dalam agresi militer I dan II, bahkan salah satu pasukan yang dipimpin oleh Westerling (The East), menumpahkan darah ribuan nyawa tak peduli penduduk sipil maupun militer sembari tersenyum (..kalo hanya senyum yang engkau berikan, Westerling pun tersenyum…Iwan Fals: Pesawat Tempur).
Empu Barada atas perintah Raja Airlangga membagi dua wilayah Kahuripan dengan sebuah garis yang menjadi sungai Brantas, wilayah barat yaitu Panjalu/Kadiri beribukota di Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya, sedangkan wilayah timur yakni Janggala beribukota di Kahuripan diberikan kepada Mapanji Garasakan.
Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menggabungkan kembali Kadiri dan Janggala, serta mengalami masa kejayaan. Wilayahnya meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan mampu mengalahkan pengaruh Sriwijaya di Sumatera.
Kerajaan Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Prabu Kertajaya, yang berselisih dengan para brahmana, karena berkeinginan disembah selayaknya dewa. Seorang akuwu Tumapel, Ken Arok (yang merebutnya dari Tunggul Ametung dengan bantuan Empu Gandring-Arok Dedes: Pramoedya Ananta Toer) yang mendapat restu para brahmana mampu mengalahkan Prabu Kertajaya, dan mendirikan Kerajaan Singasari.
Pada masa raja Kertanegara, Singasari luruh diserbu Kadiri yang diperintah oleh Jayakatwang, yang merupakan menantu Kertanegara. Jayakatwang dihancurkan oleh Raden Wijaya (juga menantu Kertanegara) dengan memanfaatkan bantuan tentara Mongol. Dengan tipu muslihat Raden Wijaya, tentara Mongol yang pada saat itu merupakan kekuatan adi daya nomor satu di dunia berhasil diusir secara memalukan dan pulang kembali ke negeri China dengan membawa luka.
Perang demi perang, darah dibalas dengan darah, pasang surut kekuasaan tak lebih dari keinginan untuk menunjukkan eksistensi sebuah kuasa, tangan yang menggenggam, dengan sebab akibat dan latar belakang masing-masing. Kunjungan ke museum Airlangga 15 Desember 2023, memberikan gambaran masa silam yang penuh dengan gejolak dan keriuhan.
Karena yang telah lewat adalah kaca benggala untuk menapak masa depan, maka kembali ke-Diri merupakan langkah awal untuk menemukan sejatinya hidup.