Cinta
Cintalah yang menyusun aransemen suara burung-burung
-Emha AN-
Cinta/cin·ta/ a 1 suka sekali; sayang benar: orang tuaku cukup – kepada kami semua; -- kepada sesama makhluk; 2 kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan): sebenarnya dia tidak -- kepada lelaki itu, tetapi hanya menginginkan hartanya; 3 ingin sekali; berharap sekali; rindu: makin ditindas makin terasa betapa -- nya akan kemerdekaan; 4 kl susah hati (khawatir); risau: tiada terperikan lagi -- nya ditinggalkan ayahnya itu (kbbi.web).
Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan cinta. Sebagai wujud dari salah satu sifat-Nya, Tuhan menyisipkan cinta pada makhluknya sehingga tumbuh dan berkembang hingga seperti sekarang ini. Cinta sesama manusia, cinta sesama makhluk, cinta ayah dan bunda, cinta orang tua dan anak, cinta manusia dengan alam semesta, cinta dengan segala gradasi dan empan papannya masing-masing.
Cinta kepada Tuhan akan berbeda pengungkapannya dengan cinta kepada Nabi, demikian juga cinta kepada orang tua akan sangat jauh berbeda dengan cinta kepada anak, kepada pasangan atau juga cinta kepada sahabat, teman, kawan dan tetangga tempat bergaul, srawung dan bebrayan yang menunjukkan bahwa kita masih menjadi manusia. Cinta sejati untuk yang memiliki hidup diberikan dengan sepenuh hati, tak terkecuali dengan cinta yang lain.
Matahari masih terbit dari timur dan tenggelam di barat, angin bertiup sepoi-sepoi atau terkadang dapat menerbangkan apapun yang menghadangnya, hujan berupa air bersih yang menyegarkan hingga menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanam-tanaman, bumi yang masih setia untuk berputar pada porosnya hingga bergilirnya waktu siang dan malam, dan banyak hal yang tidak terlalu disadari karena sudah begitu berlaku setiap harinya, semuanya merupakan bukti cinta Tuhan kepada makhluk penghuni bumi beserta semesta yang melingkupinya (jangan bayangkan bagaimana bila hanya ada bumi thok thil di alam semesta yang tak terhingga ini, betapa mengerikan dan menakutkan).
Kanjeng Nabi setelah penaklukan Mekah mengungkapkan rasa cinta kepada penduduk Mekah dengan memberi grasi kepada mereka, seluruhnya, tanpa kecuali. Yang dulu pernah menghinanya, yang senantiasa merundungnya, yang selalu berusaha mencelakainya, yang penuh dengki hingga tebersit niat untuk membunuhnya, yang menyiksa sahabatnya untuk melukai hatinya, yang memboikotnya untuk menghentikan kegiatannya, semuanya diberi ampunan tak terkira hingga semua berlomba-lomba menjadi pengikutnya.
Kesempatan untuk membalas dendam yang terbuka luas, digunakan Nabi untuk semakin menunjukkan bahwa beliau diutus untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam, tak hanya yang ada di sekitarnya saja, melainkan juga hingga melampaui batasan alam yang lain, multiverse.
Beberapa tahun sebelumnya, ketika penindasan dan penghinaan masyarakat Mekah terutama kaum Quraisy kepada Nabi dan pengikutnya semakin tak terkira, beliau mencoba untuk mencari daerah sekitar Mekah yang diperkirakan kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya ajakan kebaikan. Satu daerah sejauh 80 km di sebelah tenggara Mekah, jangan bayangkan dengan saat ini yang dapat ditempuh dalam waktu 1-2 jam berkendara dengan fasilitas berpendingin udara yang berjibaku dengan semburan panas di luar kendaraan, menjadi tujuan Nabi untuk menghindar sejenak dan siapa tahu dapat mengajak sahabat-sahabatnya untuk ke sana di kemudian hari.
Namun apa daya, harapan tinggal harapan, penduduk Thaif yang diasakan mau menerima ajakan Nabi berbanding lurus dengan penduduk Mekah. Mereka mengusir dan melempari manusia mulia kekasih Tuhan dengan batu hingga terseok-seok dan tersaruk-saruk mencari tempat perlindungan. Sedemikian teganya perlakuan yang sangat tidak berperikemanusiaan dari penduduk Thaif membuat malaikat gemas dan berniat untuk menimbun mereka dengan gunung Uhud.
Nabi, manusia penuh kasih dan sayang, tidak menghiraukan tawaran malaikat yang sudah mulai mengangkat gunung Uhud, beliau malahan yang mengangkat tangan, menengadah mendoakan kebaikan anak turun penduduk Thaif. Sebuah wujud cinta tiada banding bila melihat perlakuan tak manusiawi yang telah diterima Nabi.
Orang tua bekerja keras membanting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarganya, anak-anaknya, tak peduli siang maupun malam, semua karena cinta. Manusia bebrayan, saling bertukar kata dengan yang lain, menjalin hubungan dan keterikatan, juga karena cinta. Induk ayam mengerami kuthuknya, singa membunuh menjangan untuk keberlangsungan hidup anak-anaknya, ulat menghabiskan daun untuk bertapa menjadi kepompong, segala kebaikan kehidupan senantiasa didasari dengan cinta.
Tanpa cinta tidak akan selesai tugas dan kewajiban yang menjadi pekerjaan kita sehari-hari, tanpa cinta tidak akan ada kepedulian sehingga hilang segala bentuk tolong menolong, musnah setiap empati yang akan menjadikan manusia hanya sebatas daging dan tulang berjalan, bahkan di dalam rerasanpun ada cinta, ada peduli, ada kehendak untuk tahu apa yang sedang terjadi dengan si korban rerasan.
Makanan yang disajikan di meja, menyiapkan bahan paparan, penataan sarana prasarana untuk kegiatan sosialisasi, menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan kantor, menyusun laporan kegiatan, diskusi dan saling tukar ide dalam kelompok, mendisposisi surat masuk dan keluar, memproses SPM menjadi SP2D, menyiapkan Laporan Keuangan, melaksanakan zoom dengan satuan kerja, semua terlaksana karena cinta.
Karena manusia adalah bentuk cinta Tuhan, sudah seyogyanya bila kita yang didapuk menjadi khalifah juga bertindak menebarkan cinta untuk kemaslahatan bersama hingga nanti kembali ke pelukan Cinta sejati.