Goodwill
Yang penting adalah niat baik, niat baik dan hanya niat baik
-mbah Nun-
Ketika seorang lelaki, bapak, orang tua berangkat ke tempat kerja, kantor, sawah, warung, toko, pabrik, jalan, lokasi sebuah bangunan, atau mungkin sepetak kebun yang terletak tak jauh dari rumah, apa yang membuatnya bisa yakin bahwa anak dan istri yang ditinggal di rumah, semua dalam keadaan baik-baik saja, sedangkan saat jauh dari rumah dia tak punya kuasa dan kekuatan apapun dengan keluarga yang ditinggalkannya, bahkan saat disibukkan dengan urusan pekerjaan kemungkinan besar dia tidak akan punya kesempatan sedikitpun untuk memikirkan anak dan istrinya.
Demikian juga dengan istri yang ditinggal pergi suami untuk menunaikan tugas dan kewajiban sebagai kepala rumah tangga, sembari mengerjakan tugas pokok di rumah, menyapu debu yang terbawa ke dalam rumah kemudian mengepel dengan menggunakan lap basah sehingga menghasilkan lantai yang ketika diinjak kaki tanpa alas akan terasa kesat, atau membereskan piring bekas sarapan untuk diisahi, atau sang istri juga memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan di luar rumahnya, apa yang membuat hatinya tenang dengan itu semua.
Seorang pelaku ojol tidak bisa memastikan, bahwa apabila dia lewat jalan A, di tikungan ke berapa akan ada pesanan yang masuk dalam aplikasinya, atau dengan kecepatan berapa dia harus memacu kendaraannya sehingga sinyal pesanan dari penumpang akan tepat dan pas menggetarkan telepon selulernya, pertanda ada yang memerlukan jasanya, atau bagaimana keyakinannya sehingga penumpang langganannya tidak akan diserobot oleh pelaku ojol yang lain. Bekal apa yang dibawanya hingga ia bisa melewati itu semua dengan tenang.
Penjual roti goreng bangun jauh sebelum azan subuh dikumandangkan, menyiapkan segala ubo rampe untuk membuat adonan yang menghasilkan penganan yang membekas di lidah pembeli, dengan harapan esok akan membeli lagi dan menjadi langganan tetapnya. Tepung yang pas takarannya, jumlah telur sebagai campuran adonan, gula dan garam yang tidak terlalu asin dan manis, serta tingkat panas minyak untuk menggoreng yang akan menghasilkan warna yang tidak gosong namun juga tidak terlalu pucat.
Apa yang membuatnya yakin, ketika berangkat ke pasar setelah pujian subuh didaraskan, bahwa makanan yang ia persiapkan saat yang lain masih terlelap dalam pelukan hangat selimut menolak dingin angin pagi, akan ada pembelinya, akan ada yang menghampiri dan menukarnya dengan sejumlah lembar rupiah, dan siangnya ia akan pulang dengan bekal belanja untuk memulai persiapan rutinitas esok harinya.
Setelah padi ditanam di sawah, seorang petani tidak akan memiliki kuasa apapun atas tumbuhnya padi, berbuahnya hingga waktu memanen ketika bulir berwarna kuning keemasan. Petani hanya berikhtiar, berupaya agar padi yang ditanamnya tidak dihabiskan oleh hama, tidak kalah dengan rumput yang muncul di sela-selanya, menjaga dari serbuan burung pipit yang sebelumnya telah singgah ke beberapa petak sawah dan selalu digusah untuk tidak mengurangi sebulirpun jatah padi yang akan dipanen.
Di tengah situasi konsumerisme dan kapitalisme yang semakin tak terbendung saat ini, bagaimana orang tua begitu tenang, tak was-was, tidak gelisah atau resah melepas anak pergi sekolah, bergaul dengan teman-teman yang tidak diketahui sifat, latar belakang, sikap, adab dan karakter mereka. Ditambah bila bertemu dengan teman yang salah dan mengajak ke arah yang menyimpang, tidak peduli dengan sekitar, hingga tidak acuh dengan keberadaan orang lain, padahal anak-anak zaman sekarang merupakan generasi emas yang digadang-gadang menjadi kekuatan di 2045.
Ketika Nabi SAW melaksanakan kegiatan menebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat yang selalu menolaknya, yang senantiasa membangun tembok yang lebih tebal dan lebih tinggi dari tembok Berlin, menganiaya siapapun yang mengikutinya, menjadi sahabatnya, merudapaksa orang lain bahkan saudara-saudaranya sendiri, melakukan boikot selama tiga tahun hingga Nabi harus mengganjal perutnya dengan batu dan mengonsumsi kulit kayu karena tak ada bahan makanan yang tersedia, ada uang tapi tidak ada yang bisa dibeli. Apa yang membuat Sang Nabi begitu teguh dan yakin setelah mendapat perlakuan yang jauh dari prinsip-prinsip kemanusiaan, bahkan membalasnya dengan senyum dan kasih sayang.
Bagaimana mbah Ibrahim begitu tega dan tekad kuat meninggalkan anak dan istrinya di padang gurun, jauh dari peradaban, gung liwang liwung, tanpa bekal dan sangu apapun selain hal yang diyakininya dan dipegangnya erat-erat, hingga Bunda Siti Hajar mesti berlari, berjalan bolak balik antara bukit safa dan marwah untuk mencari mata air, bagi putra satu-satunya yang menangis kehausan, dan diganjar oleh Tuhan dengan percikan air yang melimpah hingga sekarang, bahkan setelah ribuan tahun ditimba terus, dan tak akan kering hingga Malaikat Israfil membunyikan sangkakala pertanda semua harus kembali.
Mengapa Pangeran Dipanegara mau menghadiri undangan Kapten De Cock meski tahu bahwa itu hanya akal-akalan untuk menangkapnya, menghentikan perlawanannya yang membuat pemerintah kolonial kewalahan dan merugi jutaan gulden serta membuahkan murka bagi pemerintah di negeri Belanda. Tak sedikitpun tebersit rasa was-was akan diapakan nantinya, meski ada curiga, namun tetap berprasangka baik karena yang akan ditemui adalah sesama manusia dan sifat sejati manusia adalah kebaikan.
Apa yang mendasari semua tindakan yang tidak mungkin dikalkulasi secara matematis untuk memperhitungkan untung dan rugi yang bahkan tidak terlintas sedikitpun ketika melakukan suatu langkah, yang tidak dapat diprediksi apa yang akan terjadi satu hari, satu jam, bahkan satu detik setelahnya.
Karena hidup tidak hanya sekadar angka dan perhitungan matematika serta perlombaan menang dan kalah, bukan perkara unggul atau terburuk, maka niat baik sebelum memulai suatu pekerjaan adalah doa yang akan menjadi motivasi dan semangat untuk menjalani hidup dan kehidupan sebagai hamba, sebagai manusia dan sebagai makhluk Tuhan yang akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhir masa.
-Refleksi bersama ustaz Imron Muzakki-