Jl.Kopral Sayom No. 26 Klaten

Berita

Seputar Kanwil DJPb

Sosialisasi PMK 181/PMK/05/2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Tahapan Pemilihan Umum

      Sosialisasi ini diselenggarakan pada hari Senin, 30 Januari 2022 pukul 08.30 WIB s.d selesai. Acara ini diadakan secara online melalui Zoom Meetings dengan ID meeting 763 108 1992 dan password KLATEN2023. Sosialisasi ini membahas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Tahapan Pemilihan Umum. Peserta Sosialisasi adalah para pegawai KPU Kab. Klaten dan KPU Kab. Boyolali mitra kerja KPPN Klaten.

      Acara dibuka oleh Tedi Hendriyanto ,pelaksana Seksi MSKI sebagai pembawa acara. Setelah acara dibuka, dilanjutkan sambutan oleh Kepala Kantor KPPN Klaten Bapak Sugiyana. Selanjutnya acara inti diisi oleh bapak Joko Hartanto PTPN pada KPPN Klaten.

      Materi pertama yang dibahas adalah Ruang Lingkup dan Penyelenggara Pemilu Ruang Lingkup : Mengatur tata cara pelaksanaan anggaran dalam rangka Tahapan Pelaksanaan Pemilu pada KPU dan Bawaslu. Penyelenggara Pemilu : Penyelenggara Pemilu terdiri dari Satker Lingkup KPU/Bawaslu serta Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.

      Alokasi Anggaran Tahapan Pelaksanan Pemilu terdiri dari  Alokasi Anggaran Pada KPU dan Bawaslu. Alokasi Anggaran Pada KPU dianggarkan pada DIPA KPU termasuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri, DIPA KPU Provinsi, DIPA KPU Kab./Kota, termasuk Badan Ad Hoc Penyenggara Pemilu dalam Negeri.

      Alokasi Anggaran pada Bawaslu dianggarkan pada DIPA Bawaslu termasuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri, DIPA Bawaslu Provinsi, termasuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri, DIPA Bawaslu Kab./Kota, termasuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri.

 

      Alokasi Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu digunakan untuk penyelenggaraan  Pemilu dalam negeri dan  Pemilu luar negeri. Sedangkan tata cara pelaksanaan pembayaran tahapan pemilu secara umum sebagai berikut :

       Ketentuan Pemberian UP Awal Tahun diantaranya yaitu 1) DIPA tahun anggaran berjalan telah disahkan; 2) sisa UP/TUP Tunai tahun anggaran sebelumnya telah disetor ke Kas Negara; Apabila  UP TAYL, belum disetor maka KPPN dapat memberikan UP tahun anggaran berjalan kepada Bendahara Pengeluaran dengan memperhitungkan sisa UP tahun anggaran sebelumnya yang belum disetor ke Kas Negara; 3) Satker telah menyelesaikan rekonsiliasi laporan keuangan tahun anggaran sebelumnya; 4) Satker telah menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember tahun anggaran sebelumnya.

      Apabila belum rekon dan/atau belum menyampaikan LPJ bulan Desember,  KPPN dapat memberikan UP dengan syarat: a.) Satker lingkup KPU/Bawaslu telah sepenuhnya mempertanggungjawabkan TUP tahun anggaran sebelumnya; dan b.)pengajuan UP dengan melampirkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh KPA bahwa Satker akan segera menyelesaikan rekonsiliasi laporan keuangan dan menyampaikan LPJ Bendahara bulan Desember tahun anggaran sebelumnya kepada KPPN.

      Satker dapat mengajukan Perubahan Besaran UP dengan mengajukan Surat permohonan ke Kanwil DJPB. Surat permohonan dilampiri: a) Alasan atau pertimbangan diperlukannya perubahan besaran UP; dan b) Perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP.

      Penilaian Kanwil DJPb atas permohonan Perubahan Besaran UP meliputi : a) Frekuensi penggantian UP TAYL lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun; dan b) Perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan untuk membiayai operasional dan tahapan pelaksanaan Pemilu melebihi UP sesuai ketentuan. Permohonan Perubahan Besaran UP dapat disetujui semuanya ataupun sebagian. Satker mengajukan SPM UP dilampiri persetujuan dari Kanwil DJPb. KPPN dapat memberikan UP melampaui ketentuan berdasarkan persetujuan Kepala Kanwil DJPb.

      Selain UP, Satker penyelenggara pemilu dapat mengajukan TUP. TUP dapat diajukan dalam hal UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang mendesak/tidak dapat ditunda. Penggunaan TUP diantaranya  yaitu : a) TUP dapat digunakan untuk membiayai operasional sehari-hari atau Tahapan Pelaksanaan Pemilu. b) Pengajuan permintaan TUP untuk membiayai operasional sehari-hari diajukan secara terpisah dengan pengajuan permintaan TUP untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu.

      Surat Permohonan KPA mengajukan TUP kepada KPPN dilampiri: a) Rincian rencana penggunaan TUP; dan b) Surat pernyataan yang memuat syarat penggunaan dan pertanggungjawaban TUP paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan serta tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan Pembayaran LS.

      Dalam hal KPA Satker lingkup KPU/Bawaslu mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan.

      TUP untuk badan ad hoc penyelenggara pemilu luar negeri diatur sebagai berikut : a) Diajukan oleh KPA Satker KPU/Bawaslu Pusat; b) Pengajuan TUP untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri dapat dipergunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan.

      Surat Permohonan KPA ke KPPN, dilampiri :  a) Rincian rencana penggunaan TUP; dan b) surat pernyataan yang memuat syarat penggunaan dan pertanggungjawaban TUP paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan serta tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan Pembayaran LS.

      Dalam hal KPA Satker KPU/Bawaslu mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 3 (tiga) bulan, Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan  dengan pertimbangan kegiatan yang dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 3 (tiga) bulan. Kepala KPPN dapat menyetujui permintaan TUP melebihi 3 (tiga) bulan , paling lama 5 (lima) bulan.

      Dalam hal TUP untuk membiayai tahapan pelaksanaan pemilu yang diajukan sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke Kas Negara, KPA Satker KPU/Bawaslu atau KPA Satker KPU/Bawaslu Provinsi/Kab/Kota dapat mengajukan TUP berikutnya untuk membiayai Tahapan Pelaksanaan Pemilu. Surat permohonan tersebut diajukan ke Kanwil DJPb.

      KPA ajukan surat permohonan TUP dilampiri: a) Alasan pengajuan TUP untuk mebiayai tahapan pelaksanaan Pemilu meskipun TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor ke Kas Negara. b) Surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh KPA yang berisi pernyataan tidak mengajukan TUP Kembali dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya/disetor ke Kas Negara c) Rincian rencana penggunaan TUP.

     Kepala Kanwil  DJPb melakukan penilaian atas permohonan TUP diatas TUP tersebut. Kepala Kanwil  DJPb dapat menolak atau memberikan persetujuan seluruh/sebagian permintaan persetujuan TUP. Surat persetujuan atau penolakan disampaikan kepada KPA dan Kepala KPPN. Persetujuan dari Kanwil DJPb tidak memperhitungkan TUP sebelumnya yang belum dipertanggungjawabkan dan/atau belum disetor ke Kas Negara. Satker mengajukan SPM TUP ke KPPN dilampiri dengan surat persetujuan dari Kepala Kanwil DJPb.

      Hal baru yang diatur dalam PMK 181/PMK/05/2022 adalah tentang Rekening Dana Pemilu (RDP). Rekening Dana Pemilu (RDP) adalah rekening pemerintah lainnya pada  Satker Bawaslu Provinsi  atau Satker KPU/Bawaslu Kab/Kota untuk menampung dana Pemilu yang digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri. RDP Dibuka pada Bank Umum yang telah memiliki perjanjian kerja sama dengan Ditjen Perbendaharaan. Tata cara pembukaan  dan penutupan RDP mengikuti PMK 182/PMK.05/2017 tentang  Pengelolaan Rekening Milik Satker Lingkup  K/L.

      Tahap awal pembukaan RDP adalah membuat perjanjian kerja sama dengan bank yaitu antara PA KPU/Bawaslu dengan pimpinan bank umum. PA KPU/Bawaslu dapat mendelegasikan penandatanganan perjanjian kerja sama kepada Sekretaris Jenderal KPU/Bawaslu.

      Perjanjian Kerja Sama paling sedikit memuat  : a) pengertian atau ketentuan umum; b) maksud dan tujuan; c) ruang lingkup; d) pengelolaan RDP, termasuk di dalamnya: 1) Monitoring dan pelaporan; 2) Memberikan layanan unggulan; 3) Mempunyai teknologi informasi yang berkualitas dan andal serta mampu memenuhi fasilitas pengelolaan RDP; 4) Menyediakan layanan CMS; 5) Bebas biaya administrasi. e) peringatan dan sanksi; f) jangka waktu dan pengakhiran kerja sama; g) keadaan kahar; h) penyelesaian perselisihan; i) ketentuan lain-lain; dan j) ketentuan penutup.

      Berdasarkan PKS antara PA KPU/Bawaslu dengan Pimpinan Bank Umum, KPA KPU/Bawaslu Kab./Kota dan KPA Bawaslu Provinsi untuk masing-masing Bawaslu Kabupaten/Kota yang tidak memiliki DIPA membuka RDP pada bank umum. Kemudian Kepala Satker menunjuk Bendahara Pengeluaran/BPP untuk mengelola RDP.

      Penyaluran dan penggunaan dana pemilu diawali dengan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana. PPK Satker KPU/Bawaslu Pusat/Provinsi/Kab/Kota Menyusun rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana pembiayaan tahapan Pemilu pada: a) Satker KPU/Bawaslu  Pusat/Provinsi/Kab/Kota; b) Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu dalam negeri; c) Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.

      Kemudian KPA Satker KPU/Bawaslu Pusat/Provinsi/Kab/Kota menetapkan: a. rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana  b. perubahan rencana kegiatan dan rincian kebutuhan dana. Rencana Kegiatan dan Rincian Kebutuhan Dana atau perubahan atas Rencana Kegiatan dan Rincian Kebutuhan Dana yang telah ditetapkan oleh KPA, merupakan batas tertinggi penyaluran dana dan belanja pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.

      Penyaluran LS Bendahara bagi Badan Ad Hoc pertama kali berdasarkan rencana kegiatan dan rencana penyaluran. Penyaluran LS berikutnya setelah Badan Ad Hoc menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu. Penyaluran RDP dengan cara transfer dari rekening bendahara pengeluaran / BPP ke rekening Badan Ad Hoc.

      Mekanisme penyaluran dana pemilu bagi badan ad hoc luar negeri dapat dilaksanakan dengan mekanisme pembayaran langsung (ls) bendahara dan UP/TUP. Pembayaran langsung digunakan untuk keperluan belanja honor/petugas Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri. Apabila tidak bisa dilakukan dengan Pembayaran LS maka dengan mekanisme UP/TUP. Pembayaran dengan mekanisme UP/TUP digunakan untuk belanja keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu luar negeri.

      Pertanggungjawaban dana pemilu Untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri dan Luar Negeri diatur dengan prinsib, ”Setiap Rupiah Yang Dikeluarkan Dari APBN Harus Dapat Dipertanggungjawabkan”.

      Pertanggungjawaban dana pemilu Untuk Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri dan Luar Negeri secara garis besar diatur dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu harus menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilu;  2) Pertanggungjawaban dana Pemilu langsung disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP (tidak berjenjang), kecuali KPPS disampaikan melalui PPS, di KPU; 3) Pertanggungjawaban dana Pemilu dari Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu yang telah disahkan oleh PPK menjadi dasar penyaluran dana Pemilu berikutnya kepada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu; 4) Terhadap Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu yang belum menyampaikan pertanggunggjawaban atau sudah menyampaikan namun  belum disahkankan oleh PPK, tidak dapat disalurkan Dana Pemilu-nya.

      Sesi berikutnya adalah Tanya jawab. Diantara penjelasan tambahan dari Ibu Ismiyati Kasi MSKI atas pertanyaan dari KPU Boyolali yang menjelaskan jenis dana yang dikelola KPU. KPU memiliki 3 belanja yang dibedakan menjadi: Pertama adalah belanja oprasional, yaitu belanja untuk keperluan kantor itu sendiri, biasanya dia ada di kegiatan 4715, 4718, dan 4719.

      Kedua adalah belanja tahapan pemilu, nah tahapan ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu untuk belanja badan adhock dan untuk satker sendiri. Nah, kalau untuk satker sendiri sesuai yang disampaikan pak joko ini pencairan dananya bisa secara pada umumnya UP/TUP, dan LS pada pihak ketiga.

       Untuk yang badan adhock itu diatur menggunakan SPP LS Bendahara pengeluaran tetapi masih ada beberapa belanja yang bisa di lakukan tanpa melalui Bendahara tapi bisa digabung dengan UP dan TUPnya satker. Biasanya ini adalah belanja-belanja yang sifatnya umum contohnya Panitia Pemilihan Kecamatan tidak punya kantor terus dia sewa nah ini bisa kan perjanjianya yang melakukannya adalah satker dan belanja sewanya itu bisa tidak dilakukan dengan SPP LS bendahara rekening RDP.

      Intinya yang RDP itu biasanya itu hanya honor PPK , PPS, KPPS dan perjalanan dinas tapi misalnya perlu belanja barang-barang yang umum, yang bisa dillakukan secara sekaligus kepada pihak ketiga dan bisa dilakukan untuk beberapa PPK, PPS, dan KPPS itu satu pengadaan oleh satkernya. Dan itu bisa saja dilakukan dengan mekanisme UP/TUP atau SPP LS pihak ketiga bukan yang RDP.

      Sosialisasi ditutup setelah sesi diskusi selesai pada pukul 12.00 WIB. Materi dan presentasi dapat diakses oleh peserta pada https://linktr.ee/kppnklaten.

Penulis : Sumadi KPPN Klaten

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Klaten
Jalan Kopral Sayom No 26 klaten 57435
Call Center: 14090
Tel: 0272-3320445 Fax: 0272-3320443

 

 IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search