Jakarta, djpb.kemenkeu.go.id,- Sebagai perwakilan Kementerian Keuangan di daerah, Ditjen Perbendaharaan memiliki tanggung jawab dalam mengawal pelaksanaan APBN di daerah, memantau pelaksanaan APBD, serta membantu meningkatkan kapasitas fiskal daerah. Khususnya memasuki triwulan IV, momentum pemulihan ekonomi harus dipertahankan lewat dorongan untuk mengakselerasi pelaksanaan APBN di daerah. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan Hadiyanto dalam Rapat Pimpinan Regional (Rapimreg) Jawa Ditjen Perbendaharaan yang diselenggarakan secara hybrid, Jumat (01/10).
"Kita harus konsisten, optimis, tetapi tetap berhati-hati dalam mengawal kerja keras APBN, karena tantangannya memang tidak semakin mudah. Saya ingin pelaksanaan akhir tahun anggaran 2021 menjadi starting point yang baik dalam memulai tahun anggaran 2022, karena APBN 2022 nanti akan sangat krusial, periode terakhir bagi Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 yang memungkinkan untuk melakukan defisit pembiayaan di atas 3% dari PDB," jelas Hadiyanto.
Rapimreg yang diikuti oleh para Kepala Kanwil dan KPPN lingkup regional Jawa serta para pejabat kantor pusat DJPb ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik dalam rangka pelaksanaan tugas Kanwil DJPb sebagai Regional Chief Economist (RCE).
"Lakukan refleksi dan evaluasi atas kegiatan selama ini, apakah telah menghasilkan output yang diharapkan, apakah output yang dihasilkan telah mengamplifikasi fungsi APBN: stabilisasi, distribusi, maupun alokasi, serta apakah sudah memberikan dampak bagi perekonomian regional. Ini harus terus dikembangkan dengan curiosity tinggi dan analytics skill yang terus ditingkatkan. Saya berharap itu tidak menjadi kegiatan rutin semata," tegas Hadiyanto. Koordinasi dan sinergi dengan unit eselon I lain, pemerintah daerah, akademisi, maupun stakeholders kunci lain pun harus terus dilakukan.Hadiyanto juga mengingatkan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang memasuki tahapan akhir pembahasan akan makin memperkuat alignment dan sinergi antara kebijakan fiskal pusat dengan regional. Adapun dari aspek pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan, kanwil diharapkan menganalisis hubungan antara status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan indikator kemajuan kesejahteraan di suatu daerah.
Sekretaris Ditjen Perbendaharaan Didyk Choiroel dalam laporannya menyampaikan bahwa posisi Pulau Jawa sebagai sentra ekonomi dan tulang punggung dalam pemulihan ekonomi nasional maupun penanganan Covid-19 membuat sejumlah kegiatan piloting dalam pelaksanaan peran Kanwil sebagai RCE dimulai dari regional ini, seperti Assets & Liabilities Committee (ALCo) regional, penajaman Kajian Fiskal Regional (KFR), serta Forum Koordinasi Pengelolaan Keuangan Negara (FKPKN).
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional Candra Fajri Ananda turut memperkaya diskusi Rapimreg lewat paparan tentang optimalisasi RCE.
"Harus bersinergi dengan sesama unit Kementerian Keuangan, sinkronisasi dengan pemda. Tujuannya, mampu me-manage risiko, juga mendorong quality spending. Edukasi mengenai performance-based, sesuaikan dengan kebutuhan daerah," tuturnya. [lrn/sw]