“Who are you?”
Pertanyaan ikonik yang dijawab dengan namanya oleh Peter Brand. Ia adalah seorang Rookie Analyst lulusan Ekonomi yang baru saja mendapatkan pekerjaan pertamanya di klub Baseball Claveland Indians. Billy Beane, General Manager Oakland Athletics, mendatanginya setelah gagalnya kesepakatan pertukaran pemain di ruang negosiasi yang disebabkan karena bisikannya. Peter membisikkan bahwa ia menyukai Garcia kepada Mark Saphiro, General Manager Cleaveland Indians, yang menyebabkan usulan tukar tambah Guthrie dan Garcia yang diajukan Billy gagal dilakukan dan membuatnya kesal.
Billy Beane baru saja kehilangan tiga pemain pilar pasca kekalahan timnya pada babak playoff American League Division Series (ALDS) tahun 2001 melawan salah satu tim besar, New York Yankees. Kekalahan yang sebenarnya dinilai wajar bagi sebagian besar orang, dengan melihat ketimpangan kondisi finansial tim nyaris 3 kali lipat yang mengakibatkan sangat terbatasnya akses Oakland A's ke pemain bintang dibanding New York Yankees.
Kehilangan 3 pemain ini adalah masalah serius baginya. Upaya untuk meminta tambahan dana guna menambal kebocoran formasi tim untuk musim berikutnya pun gagal dilakukan. Keuangan tim memang sangat pas-pasan namun Oakland A's tidak boleh semakin terpuruk. Billy memutar otak. Ia tetap harus menang meski dengan dana yang sangat terbatas. Maka dia mendatangi Mark dan terjadilah negosiasi yang akhirnya gagal itu.
“Who are you?”
Billy awalnya kesal. Ia ingin memastikan dan menggali lebih dalam mengenai apa yang menjadikan seorang manajer seperti Mark mau mendengarkan bisikan anak baru seperti Peter. Billy merasa pasti ada satu hal yang diketahui anak itu dan tidak diketahui orang lain. Peter sebetulnya tak tau kenapa Mark mau mendengarkannya namun ia lantas menjelaskan kepada Billy bahwa terdapat kesalahan umum yang biasa dilakukan oleh hampir semua tim baseball dalam menilai pemain dan mengelola timnya.
Tim baseball umumnya menilai pemain dari apa yang nampak, seperti penampilan fisik, cara mereka melempar, melakukan swing dan berlari. Mereka menilai berdasarkan intuisi, pengalaman masa lalu, dan bias-bias lainnya. Oleh karena itu, banyak tim yang akhirnya menghabiskan uang-uang mereka untuk membeli pemain mahal dan berharap menang dengan pemain yang telah mereka beli.
“Tim seharusnya membeli ‘kemenangan’ bukan membeli ‘pemain’”, begitu kata Peter. Pernyataan yang membuat Billy tertarik dan membawa Peter ke Oakland A's sebagai Analisnya. Tidak masalah jika pemain yang dibeli nantinya adalah pemain yang tidak punya banyak penggemar dan tidak memiliki aura bintang. Tujuannya hanya satu, menang. Dan satu-satunya cara yang ditawarkan Peter untuk mengetahui pemain mana yang dapat membawa tim mereka pada kemenangan, tentu dengan harga seminim mungkin, adalah dengan Statistika. Statistika Sabermetrika.
Berdasarkan statistika, Peter menyarankan beberapa nama yang dianggap tidak layak berdasarkan pengamatan konvensional namun punya nilai statistik tersembunyi terutama on-base percentage (OBP). Mereka adalah, David Justice, pemain tua yang dinilai sudah melewati masa primanya namun dianggap masih mampu mendapatkan base dengan walk. Scott Hatteberg, pemain yang karena cedera tidak lagi bisa melempar layaknya seorang catcher namun dipandang Peter dan Billy sebagai aset undervalued karena tim lain hanya menilainya pada posisi lamanya, bukan potensinya. Dan yang terakhir Jeremy Gambi, pemain yang tidak disiplin, suka menghabiskan waktu ke bar dan penari telanjang, serta tidak memiliki fisik yang ideal untuk ukuran atlet namun memiliki OBP tinggi. 3 pemain itu adalah pemain yang tidak diminati tim lain, karena dianggap ‘pesakitan’ dan sering berakhir di bangku cadangan. Dan tentu saja, Billy berhasil mendatangkan mereka ke Oakland A's dengan harga yang sangat minim.
Adaptasi mulai dilakukan di hari pertama mereka bergabung dengan Oakland A's. Pertentangan adalah hal yang pasti. Art Howe, Manajer Lapangan Oakland A's, lebih memilih pendekatan konvensional dari pengalamannya dibanding mendengarkan konsep Sabermetrika Billy. Ia lebih memilih untuk memainkan Carlos Peña dibanding Scott Hatteberg sebagai First Baseman. Hasilnya? Oakland A's terpuruk pada masa-masa awal adaptasi dan nyaris menghancurkan keseluruhan performa tim selama satu musim. Howe enggan berjudi dengan menuruti arahan Billy dan mengesampingkan pemahamannya tentang filosofi perang di lapangan baseball. Toh, ini musim terakhir baginya. Oakland A's enggan memberikan kepastian akan keberlanjutan kontraknya, maka wajar jika Howe bersikap bodo amat dengan arahan Billy.
Di sisi lain, kekalahan beruntun membuat Billy melakukan tindakan nekat. Akhirnya, Ia menjual Carlos Peña yang menjadi andalan Howe dan membuatnya tak punya pilihan lain untuk memainkan pemain-pemain undervalued yang telah dibeli sebelumnya oleh Billy dan Peter. Strategi yang lahir dari Pendekatan Sabermetrika pun akhirnya bekerja.
Dan sisanya adalah sejarah.
Oakland A's menggemparkan dunia baseball setelah berhasil winstreak sebanyak 20 kali. Kemenangan beruntun terbesar sepanjang sejarah dunia baseball dan datang dari tim kecil. Kemenangan yang membuat nama Billy Beane melambung dan membuat Boston Red Sox berminat meminangnya dengan harga 12,5juta dolar di tahun 2002. Momentum revolusioner ini berhasil mengubah pandangan bahwa hanya tim-tim yang memiliki banyak uang yang dapat menguasai liga.
Di lapangan semua hal bisa terjadi. Di lapangan, semua tim bisa memiliki kesempatan yang sama untuk menang dan menjadi juara. Sedangkan formulasi serta ramuan-ramuan apa yang harus diracik untuk mewujudkan itu semua terjadi jauh di luar lapangan. Billy Beane menolak untuk takluk pada sistem yang ada lantas kemudian menciptakan sistemnya sendiri. Ia membuat formulasiya sendiri. Di tengah-tengah keterbatasan keuangan tim, Ia meracik ramuan-ramuannya sendiri.
Dan mengikuti jejak Oakland A's, beberapa tahun setelahnya siapa yang menyangka bahwa tim sepak bola medioker yang minim akses ke pemain bintang seperti Leicester City bisa memenangkan Liga Sepak Bola Paling Ganas di Dunia, Premier League, musim 2015-2016. Saya pikir tak ada, bahkan dalam mimpi terindah mereka sekalipun. Dan siapa yang menyangka Bayer Leverkusen dapat mematahkan dominasi Munchen di Bundesliga musim 2023-2024 dengan 28 kali kemenangan, 6 kali seri tanpa sekalipun kalah. Semua kemenangan itu hanya bisa dihasilkan jika kita mampu memahami data, mengolahnya dengan statistika, lalu menerapkannya dengan baik.
Jika di lapangan data dan statistika dapat disulap menjelma senjata tak tampak namun memiliki daya ledak yang berdampak luar biasa, begitu juga di kantor pemerintahan. Kantor-kantor kita (KPPN) adalah rumah bagi jutaan data yang lalu lalang setiap harinya. Siapa yang menyangka, bahkan hal seremeh waktu penyampaian dokumen tagihan oleh satuan kerja saja dapat menjadi data yang berharga. Misalnya, kita bisa mengetahui pada jam, tanggal, dan bulan apa saja lonjakan penyampaian dokumen tagihan terjadi. Dengan begitu kita bisa tau di waktu-waktu apa saja pegawai biasanya harus bekerja ekstra. Atau menyoal Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). Dengan melakukan analisa secara menyeluruh pada IKPA kita bisa tau satuan kerja mana saja yang sama sekali tidak paham mengenai IKPA dan satker mana saja yang memiliki potensi mendapatkan nilai maksimal namun dikarenakan adanya kondisi-kondisi spesifik, mereka tidak bisa mencapai nilai maksimal tersebut. Dengan begitu kita bisa menentukan metodologi pembinaan yang tepat bagi mereka.
Pengelolaan APBN yang optimal perlu melibatkan perencanaan yang matang serta pelaksanaan yang efektif agar dapat menciptakan kualitas hasil yang unggul. Dan salah satu cara yang bisa kita lakukan dengan parameter yang dapat diukur adalah dengan mencapai nilai IKPA yang baik. Nilai IKPA yang baik sejatinya hanya bisa dicapai jika kita mampu memahami data di mana letak kekurangan satuan kerja dalam mengelola APBN di lingkupnya masing-masing. Dengan begitu kita bisa mengetahui apa saja yang perlu untuk diperbaiki, dikawal, dan ditingkatkan. Yang tidak kalah pentingnya untuk kita perhatikan lebih dari sekedar angka-angka dalam capaian IKPA adalah dampak ekonomikalnya bagi masyarakat. Sebab dengan pengelolaan APBN yang baik yang salah satunya tergambar dalam IKPA lah kehadiran negara bisa benar-benar terasa di tengah-tengah masyarakat.
Apakah kantor kita telah memanfaatkan data dengan baik? Saya kira kita harus banyak-banyak bercermin. Kegagalan Oakland A’s di awal musim adalah karena tidak semua jajaran tim sepakat untuk menggunakan data sebagai senjata andalan mereka. Howe tidak sepakat memainkan Hetteberg sesuai arahan Billy dan lebih memainkan Peña. Maka dari itu penting bagi kita untuk memastikan bahwa pemanfaatan data harus didukung dan dijalankan oleh semua pihak demi keberhasilan dan dampak yang lebih luas dari setiap hasil pekerjaan kita kepada masyarakat.
Kembali ke Billy Beane. ia menolak tawaran fantastis senilai 12,5juta dolar dari Boston Red Sox. Ia menolak tawaran tertinggi untuk seorang General Manager dalam sejarah Major League Baseball demi satu hal: membuktikan keyakinannya terhadap filosofi baseball yang telah ia bangun di Oakland A's. Bagi Billy, uang bukanlah segalanya. Ia lebih memilih untuk menetap dan bertahan di tim di mana ia bisa membuktikan bahwa metode analitik dan pendekatan ilmiah terhadap olahraga bisa mempengaruhi hasil pertandingan. Ia ingin membuktikan bahwa kesuksesan tak harus dibeli dengan jutaan dolar, tapi bisa diraih dengan kecerdasan, keberanian, dan kemampuan mengolah data.
Pada akhirnya, Oakland A's tetap menjadi tim dengan anggaran rendah, dan perjuangan mereka tak selalu mulus. Namun dua tahun setelahnya, Boston Red Sox berhasil memenangkan seri dunia pertamanya sejak 1918 menggunakan filosofi baseball Oakland A's. ini membuktikan bahwa legacy Billy Beane tak hanya tentang angka di papan skor, melainkan tentang revolusi dalam cara memandang dan memainkan olahraga.
Pendekatan Sabermetrika yang sebelumnya diragukan, kini menjadi standar anyar bagi dunia olahraga, bukan hanya di baseball, tapi juga di sepak bola, basket, dan lainnya. Banyak tim yang kemudian mengikuti legacy Billy dengan memadupadankan data, statistik, dan logika dalam membangun tim yang solid.
Dan meski Billy Beane tak pernah membawa Oakland A's mengangkat trofi World Series, ia berhasil mencatatkan namanya sebagai salah satu tokoh revolusioner dalam dunia olah raga.
Terkadang, kemenangan sejati bukan hanya tentang piala, tapi tentang mengubah cara berpikir dunia.
Harris Amirullah Fahman - PTPN KPPN Pamekasan
Penjelasan umum tentang strategi moneyball:
https://www.youtube.com/watch?v=CLZZl-vmGLQ
Moneyball movie recap:
https://www.youtube.com/watch?v=lK71fkyp1SQ