Di tengah ketidakpastian global yang kian menggigit---mulai dari perang dagang, fluktuasi harga energi, hingga disrupsi geopolitik dan iklim---Indonesia tak punya pilihan lain selain memperkuat pertahanannya dari dalam. Dalam konteks inilah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hadir bukan sekadar sebagai perangkat fiskal tahunan, tetapi sebagai instrumen strategis yang bersifat countercyclical, yaitu bekerja keras justru saat ekonomi melemah. Di sinilah APBN menjelma menjadi "jurus pamungkas" pemerintah dalam menjaga stabilitas makro, mendorong pertumbuhan, dan melindungi masyarakat dari dampak krisis yang lebih dalam.
Di Balik Ketidakpastian, Ada Strategi yang Dipertajam
Sepanjang dua dekade terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana ekonomi global bisa terjungkal hanya karena satu kejadian tak terduga: krisis keuangan global 2008, pandemi COVID-19, hingga kini konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan Laut Cina Selatan. Semua itu menggerus fondasi perdagangan internasional dan mengacaukan rantai pasok global. Dunia tengah berada dalam fase "polycrisis"---bukan satu, tapi banyak krisis dalam satu waktu.
Dalam situasi seperti ini, APBN tak boleh dikelola secara business as usual. Justru di saat badai menerpa, kita butuh nakhoda yang cermat membaca angin, piawai mengelola risiko, dan siap memutar arah kebijakan bila diperlukan. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan, telah mengambil sikap yang bijak: mengelola APBN 2025 secara hati-hati namun responsif.
Artinya, belanja negara didesain tidak membebani fiskal secara berlebihan, tetapi tetap cukup ekspansif untuk menopang aktivitas ekonomi dan menjaga kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, penerimaan negara dipacu melalui optimalisasi sumber daya, efisiensi belanja, dan digitalisasi perpajakan. Semua dirancang agar APBN tidak rapuh, tetapi lentur menghadapi guncangan.
APBN sebagai Penopang Daya Beli dan Pelindung Sosial
Salah satu ancaman paling nyata dari krisis global adalah melemahnya daya beli masyarakat. Ketika harga pangan dan energi melonjak, kelompok rentanlah yang paling terdampak. Dalam hal ini, peran APBN sebagai instrumen perlindungan sosial menjadi sangat vital.
Pemerintah menempatkan bantuan sosial (bansos), subsidi energi yang tepat sasaran, dan program perlindungan sosial lainnya sebagai prioritas utama. Tak hanya jangka pendek, APBN 2025 juga diarahkan untuk mendorong ketahanan ekonomi rumah tangga secara berkelanjutan. Salah satunya melalui alokasi untuk program pendidikan vokasi, penguatan UMKM, hingga transformasi pertanian yang berpihak pada petani kecil.
Fungsi Countercyclical: Penyangga Ekonomi di Saat Sulit
Istilah countercyclical mungkin terdengar teknis, tetapi maknanya sangat membumi: APBN justru harus aktif "menopang" ketika sektor swasta menahan diri. Di saat investasi melambat, konsumsi turun, dan ekspor terganggu, maka belanja pemerintah menjadi tumpuan utama roda ekonomi.
Dalam APBN 2025, belanja infrastruktur produktif tetap dijaga. Proyek strategis nasional berlanjut, tetapi dengan seleksi yang ketat berbasis outcome. Investasi pada sektor kesehatan, pendidikan, dan digitalisasi juga terus diperkuat untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Strategi ini tak hanya menjaga ekonomi tetap bergerak, tapi juga menciptakan lapangan kerja baru yang amat dibutuhkan pascapandemi.
Transparansi, Partisipasi, dan Literasi Fiskal
Namun, agar APBN tidak menjadi "menara gading" yang jauh dari rakyat, perlu ada upaya sistematis dalam meningkatkan literasi fiskal. Masyarakat berhak tahu: dari mana uang negara berasal, ke mana saja dibelanjakan, dan siapa yang paling diuntungkan. Di sinilah peran penting media, komunitas, akademisi, dan para penulis publik seperti kita dalam menerjemahkan APBN dalam bahasa yang mudah dipahami.
APBN bukan sekadar angka-angka di dokumen tebal. Ia adalah wajah kebijakan publik. Ia adalah potret komitmen negara untuk hadir dalam kehidupan warganya. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan diskusi publik seputar belanja negara perlu terus didorong.
APBN adalah Milik Rakyat
Di tengah ketidakpastian global yang belum menunjukkan tanda mereda, kita patut mengapresiasi arah kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah: hati-hati namun tanggap, disiplin namun fleksibel, waspada namun tetap berpihak pada rakyat.
APBN 2025 tidak hanya menjadi alat hitung keuangan negara, tetapi juga menjadi instrumen keberpihakan sosial dan ekonomi. Ia menopang dapur rakyat tetap mengepul, anak-anak tetap bersekolah, dan petani tetap menanam. Singkatnya, APBN adalah milik rakyat, untuk rakyat, dan harus terus dikelola dengan semangat keadilan dan keberlanjutan.
Maka, memahami APBN bukanlah sekadar tugas para ekonom atau politisi. Ia adalah tanggung jawab kita semua---agar kita bisa mengawal arah bangsa ini di tengah gelombang dunia yang makin tak pasti.
Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi