"Negara yang kuat lahir dari rakyat yang sejahtera, dan kesejahteraan rakyat berakar dari pengelolaan fiskal yang bijak."

Ketika dunia diguncang oleh ketidakpastian global, dari krisis energi hingga gejolak geopolitik, satu hal yang menjadi penopang stabilitas nasional adalah kekuatan fiskal negara. Di Indonesia, kekuatan ini tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara---APBN KiTa.

Namun, kekuatan itu tidak datang dengan sendirinya. Ia harus dipupuk, dijaga, dan diarahkan dengan kehati-hatian. Kini, saat dunia masih bergulat dengan risiko perlambatan ekonomi global, inflasi tinggi, dan ketegangan geopolitik, pertanyaan yang mengemuka adalah: Masihkah APBN KiTa cukup kuat untuk menenangkan rakyat dan menjamin masa depan?

1. APBN Sebagai Jantung Ekonomi Rakyat

APBN bukan sekadar dokumen anggaran, melainkan instrumen utama pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Ia menjadi sumber utama pendanaan program-program strategis: pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, infrastruktur, hingga subsidi energi. APBN menyentuh hidup kita setiap hari, bahkan ketika kita tidak menyadarinya.

Ketika rakyat membutuhkan perlindungan, APBN hadir lewat bansos. Ketika petani butuh pupuk bersubsidi, ketika siswa menunggu beasiswa, atau saat jalan-jalan desa diperbaiki, semuanya adalah wujud kerja APBN. Oleh karena itu, ketahanan fiskal bukan isu elit---ini soal keberlangsungan hidup rakyat.

2. Mengelola Defisit dengan Hati-Hati

Setiap tahun, APBN menghadapi tantangan klasik: pendapatan tak sebanding dengan belanja. Untuk tahun 2025, pemerintah memperkirakan defisit APBN berada di kisaran 2,45% terhadap PDB. Ini bukan angka kecil, tetapi juga bukan hal yang tidak wajar bagi negara berkembang yang sedang membangun.

Yang penting adalah bagaimana defisit ini dikelola. Pemerintah berkomitmen menjaga defisit tetap dalam koridor aman, dengan fokus pada belanja produktif yang menghasilkan efek berganda (multiplier effect) bagi ekonomi.

Fiskal kita tidak bisa terlalu ekspansif, tetapi juga tidak boleh terlalu ketat hingga menghambat pemulihan. Di sinilah seni mengelola anggaran diuji---antara menjaga daya dorong ekonomi dan menjamin keberlanjutan fiskal.

3. Utang Negara: Perlu, Tapi Harus Terkendali

Salah satu cara pemerintah menutup defisit adalah lewat penerbitan utang. Per April 2025, total utang pemerintah mencapai sekitar 38% dari PDB. Rasio ini masih jauh di bawah batas aman 60% yang ditetapkan UU Keuangan Negara, bahkan lebih rendah dari banyak negara lain.

Namun, yang penting bukan hanya besarannya, tetapi juga kualitasnya. Apakah utang itu digunakan untuk membangun infrastruktur yang menopang pertumbuhan jangka panjang? Apakah utang digunakan untuk belanja produktif, bukan sekadar konsumsi?

Kabar baiknya, struktur utang kita didominasi oleh utang jangka panjang dan lebih banyak berasal dari dalam negeri, termasuk partisipasi masyarakat melalui Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Ini mengurangi risiko tekanan eksternal dan menandakan kemandirian pembiayaan nasional yang makin kuat.

4. Menakar Beban Subsidi: Antara Perlindungan dan Efisiensi

Subsidi adalah bentuk nyata negara hadir untuk rakyat. Namun, tak jarang subsidi energi justru tak tepat sasaran. Pada tahun 2025, alokasi subsidi dan kompensasi energi menembus Rp203,4 triliun. Angka fantastis yang jika tidak dikelola baik bisa menjadi bom waktu fiskal.

Sebagian besar subsidi BBM dan listrik masih dikonsumsi oleh kelompok masyarakat menengah ke atas. Ini menciptakan inefisiensi dan ketidakadilan, karena kelompok miskin hanya menikmati sebagian kecil dari subsidi yang ada.

Pemerintah mulai mendorong subsidi tepat sasaran berbasis NIK, yang lebih akurat menyasar kelompok rentan. Ini bukan hanya menyelamatkan anggaran, tapi juga menciptakan keadilan sosial yang lebih merata. Ketahanan fiskal dan perlindungan sosial harus berjalan beriringan, bukan saling meniadakan.

5. Ketahanan Pembiayaan: Saatnya Berinovasi

Kuatnya APBN tidak hanya bergantung pada besar kecilnya utang atau subsidi. Salah satu pilar penting adalah ketahanan pembiayaan, yakni kemampuan negara mendanai pembangunan tanpa mengorbankan keberlanjutan fiskal.

Pemerintah mulai memanfaatkan instrumen alternatif seperti BLU (Badan Layanan Umum), Sovereign Wealth Fund lewat INA (Indonesia Investment Authority), serta SBN Ritel yang semakin populer di kalangan generasi muda.

Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan negara bukan hanya memperluas basis dana, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap pembangunan nasional. Ketika rakyat ikut membiayai negara, mereka akan lebih peduli, lebih mengawasi, dan lebih berdaya.

6. Penerimaan Negara Harus Terus Ditingkatkan

Ketahanan APBN juga sangat bergantung pada seberapa besar penerimaan negara, terutama dari pajak. Rasio pajak Indonesia masih berada di kisaran 10--11% terhadap PDB, tergolong rendah dibanding negara-negara setara.

Oleh karena itu, pemerintah terus menggenjot ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan, termasuk digitalisasi sistem, integrasi basis data, dan penguatan Direktorat Jenderal Pajak.

Keadilan pajak menjadi isu penting. Para pelaku usaha besar harus membayar pajak secara proporsional, sementara UMKM diberi insentif dan kemudahan. Reformasi pajak bukan sekadar mengejar angka, tapi menciptakan sistem fiskal yang adil dan berkelanjutan.

7. Belanja Berkualitas: Tidak Sekadar Besar, Tapi Efektif

Selama ini, ukuran keberhasilan anggaran sering diukur dari tingkat penyerapan. Namun, kita harus bergeser ke pengukuran berbasis hasil (outcome), bukan hanya penyerapan (output). Belanja negara harus benar-benar berdampak.

Inisiatif seperti Standar Biaya Masukan (SBM), evaluasi kinerja anggaran, hingga kerangka penganggaran berbasis hasil (performance-based budgeting) perlu diperkuat dan ditransformasikan.

Pembangunan jalan harus menurunkan biaya logistik. Belanja pendidikan harus menaikkan skor PISA. Belanja kesehatan harus menurunkan angka stunting. Itulah esensi dari belanja berkualitas: berdampak nyata pada hidup rakyat.

8. Literasi Fiskal: Kunci Partisipasi dan Pengawasan Publik

Di tengah kompleksitas APBN, masih banyak masyarakat yang tidak tahu ke mana uang negara mengalir. Padahal, tanpa literasi fiskal, rakyat sulit mengawasi dan ikut serta dalam perumusan kebijakan anggaran.

Kementerian Keuangan telah meluncurkan berbagai inisiatif literasi fiskal seperti #UangKita, APBN KiTa, dan kanal media sosial DJPb. Namun, upaya ini masih perlu diperluas, diperkuat, dan dikolaborasikan dengan lembaga pendidikan, media, dan komunitas lokal.

Masyarakat yang paham APBN akan lebih bijak menuntut hak, lebih kritis menilai program pemerintah, dan lebih siap menjadi bagian dari solusi.

Ketahanan Fiskal adalah Pilar Masa Depan

Ketahanan fiskal bukan sekadar jargon teknokratis. Ia adalah jaminan bahwa negara tetap mampu melindungi rakyat dalam segala situasi. Dalam ketidakpastian global, APBN yang kuat adalah benteng terakhir kita.

APBN KiTa masih memiliki daya tahan. Tapi tantangannya makin kompleks. Mulai dari tekanan utang, lonjakan subsidi, tantangan penerimaan pajak, hingga tuntutan belanja sosial yang terus meningkat.

Kita tidak bisa memilih untuk pasif. Rakyat harus menjadi bagian dari pengawasan, pelibatan, dan penguatan APBN. Pemerintah harus terus menjaga keseimbangan antara ekspansi dan kehati-hatian.

Ketika APBN KiTa kuat, rakyat bisa tenang. Dan ketika rakyat tenang, pembangunan bisa berjalan tanpa ragu. Itulah kunci masa depan: sinergi antara fiskal yang sehat dan masyarakat yang berdaya.

"Negara yang kuat lahir dari rakyat yang sejahtera, dan kesejahteraan rakyat berakar dari pengelolaan fiskal yang bijak."

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search