Tatkala dunia terus menghadapi gejolak geopolitik, perlambatan pertumbuhan global, dan ketidakpastian pasar keuangan, Indonesia tampil dengan satu pilar yang relatif kokoh: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada semester II tahun 2025 berada di kisaran 4,7--5,0 persen, sebuah angka yang dalam konteks global patut diapresiasi. Namun, lebih dari sekadar angka, yang tengah diuji adalah kredibilitas dan konsistensi kebijakan fiskal kita di tengah badai yang belum juga reda.

APBN sebagai Instrumen Strategis

APBN bukan hanya dokumen teknokratis penuh angka dan grafik. Ia adalah representasi niat politik dan ekonomi negara. APBN menentukan arah pembangunan, tingkat kepercayaan investor, daya beli masyarakat, hingga kualitas layanan publik. Maka ketika pemerintah tetap menjaga defisit pada kisaran 2,3 persen dari PDB, bahkan dalam tekanan ekonomi global dan pelemahan nilai tukar, ini bukan sekadar keberanian fiskal, tapi juga upaya menjaga kredibilitas nasional di mata dunia.

Keberhasilan pemerintah menjaga rasio utang tetap aman, memperluas basis penerimaan negara, serta mengefisienkan belanja non-prioritas menjadi indikator kuat bahwa APBN Indonesia masih menjadi jangkar stabilitas. Ini juga menjadi bukti bahwa disiplin fiskal bukan slogan, melainkan komitmen nyata.

Tekanan Global: Dari Komoditas hingga Geopolitik

Namun tantangannya tidak kecil. Volatilitas harga komoditas, suku bunga global yang masih tinggi, serta ketegangan geopolitik yang belum mereda menjadi tekanan nyata. Kita menghadapi perlambatan permintaan global, yang berdampak pada ekspor dan harga komoditas andalan. Pada saat yang sama, biaya utang meningkat seiring pengetatan moneter global.

APBN berada di tengah pusaran ini, dituntut untuk tetap ekspansif guna menjaga daya beli dan pertumbuhan, tetapi juga harus disiplin agar tidak menambah beban fiskal. Dalam posisi ini, keseimbangan menjadi seni dan sains sekaligus.

Menjadi Instrumen Literasi Publik

Sayangnya, sebagian masyarakat masih memandang APBN sebagai urusan elit birokrasi dan teknokrat. Di sinilah pentingnya menjadikan proyeksi APBN dan pembahasan fiskal sebagai bagian dari literasi publik. Ketika masyarakat memahami bahwa setiap belanja negara---dari subsidi energi hingga bantuan sosial---berasal dari kantong kolektif kita, maka kontrol publik terhadap efektivitas anggaran akan semakin kuat.

Masyarakat yang melek APBN akan lebih kritis dalam menyikapi belanja yang tidak efisien, memahami prioritas pembangunan, dan ikut serta dalam diskursus kebijakan fiskal. Transparansi dalam realisasi APBN, keterbukaan data, dan pelibatan publik dalam proses perencanaan merupakan elemen penting agar anggaran negara benar-benar menjadi milik rakyat, bukan milik segelintir pengelola.

Momentum Semester II: Optimisme yang Rasional

Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada semester II sebesar 4,7--5,0 persen adalah cermin optimisme rasional. Pemerintah memanfaatkan ruang fiskal untuk mendorong konsumsi domestik, melanjutkan proyek strategis nasional, serta menjaga ketahanan sosial masyarakat melalui berbagai insentif dan bantuan.

Namun, perlu dicatat, pertumbuhan ini akan bergantung pada efektivitas penyerapan anggaran, kelincahan pemerintah daerah dalam mengeksekusi program, dan stabilitas harga barang pokok. Jika inflasi dapat dikendalikan, nilai tukar dijaga stabil, serta belanja produktif terus ditingkatkan, maka target pertumbuhan bukan hanya realistis, tapi juga bisa menjadi dasar pijakan menuju akselerasi di tahun 2026.

Menjaga Kredibilitas: Jalan Menuju Kepercayaan

Dalam sistem global yang terintegrasi, kredibilitas APBN bukan hanya untuk kepentingan internal, tetapi juga sinyal kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang bertanggung jawab secara fiskal. Ini penting, terutama saat kita membutuhkan investasi jangka panjang, pinjaman bilateral, serta kepercayaan pasar.

Konsistensi dalam menjaga defisit rendah, pengelolaan utang yang pruden, serta reformasi perpajakan yang berkelanjutan menjadi faktor kunci agar Indonesia tetap dinilai layak investasi dan mampu bertahan dari guncangan eksternal.

APBN sebagai Cermin Peradaban Fiskal

APBN bukan sekadar urusan kementerian keuangan. Ia adalah cermin peradaban fiskal kita. Ia menunjukkan seberapa bijak kita merencanakan masa depan, seberapa tanggap kita terhadap krisis, dan seberapa adil kita membagi sumber daya.

Menjelang akhir tahun 2025, mari kita jadikan momentum proyeksi semester II sebagai ajakan kolektif: untuk melek fiskal, kritis terhadap kebijakan, dan aktif mengawal anggaran negara. Karena APBN yang kuat tidak lahir dari ruang gelap birokrasi, tetapi dari sinergi terang antara negara dan rakyatnya.

 

Disclaimer : Tulisan diatas adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat organisasi

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

KPPN Watampone
Jl. K.H. Agus Salim No.7, Macege, Tanete Riattang Barat, Watampone, Sulawesi Selatan 92732

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Manajemen Portal DJPb - Gedung Djuanda I Lt. 9
Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt. 1 Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta Pusat 10710
Call Center: 14090
Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

   

 

Search