Sejak tahun 2016 hingga 2021 capaian UHH Provinsi Kalimantan Barat berada di angka 69,90 sampai 70,76 meskipun capaian ini terus naik setiap tahunnya, namun angka ini masih berada di bawah capaian UHH Nasional yang berada di kisaran 70,90 hingga 71,57. Capaian UHH terendah di Kalimantan Barat sepanjang 2016 hingga 2021 terdapat di Kabupaten Kayong Utara, disusul oleh Kabupaten Sambas. Capaian tertinggi UHH Kalbar di raih oleh Kabupaten Bengkayang dengan rentang UHH berada di poin 73,01 sampai 73,84, serta satu kabupaten dengan capaian UHH yang hampir sama dengan UHH Provinsi yaitu Kabupaten Kubu Raya.
Pada tahun 2021, terdapat 8 kabupaten/kota yang memiliki UHH di atas UHH Nasional, sedangkan 6 kabupaten dan provinsi berada di bawah UHH Nasional dan terdapat 7 kabupaten/kota yaitu Kab. Bengkayang, Kab. Melawi, Kota Pontianak, Kab. Landak, Kab. Kapuas Hulu, Kota Singkawang, dan Kab. Sintang yang sepanjang tahun 2016 hingga 2021 memiliki capaian UHH selalu berada di atas UHH Nasional.
Melihat kinerja fiskal di bidang kesehatan, pada tahun 2015 hingga 2021, proporsi belanja fungsi kesehatan terhadap total pagu belanja APBN berada di kisaran 1,24% hingga 2,46%. Sementara proporsi belanja fungsi kesehatan dalam APBD Kalimantan Barat, berada di kisaran 10,17% hingga 16,21%. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, realisasi belanja di bidang kesehatan ini memiliki pengaruh signifikan terhadap umur harapan hidup di Kalimantan Barat, realisasi belanja sebagai variabel bebas dapat mempengaruhi umur harapan hidup sebagai variabel terikat sebesar 0,25 (25%) sedangkan sisanya dipengaruhi variable lain diluar penelitian.
Secara proporsi pagu maupun realisasi, anggaran untuk program dukungan manajemen masih lebih besar dibanding pagu dan realisasi untuk program teknis. Proporsi pagu anggaran untuk program dukungan manajemen mencapai 58,51% sedangkan untuk program teknis mencapai 41,49%. Pada tinjauan belanja pemerintah APBN dan APBD sektor kesehatan, program yang dilaksanakan di level daerah telah sesuai dan selaras dengan program pemerintah pusat, serta tidak ditemukan duplikasi kegiatan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu, berdasarkan tinjauan harmonisasi Belanja KL dengan TKDD sektor kesehatan, secara umum keberadaan output dari Belanja K/L maupun TKDD (DAK Fisik, DAK Nonfisik, dan Dana Desa) telah selaras. Perbedaan yang tejadi lebih disebabkan karena adanya perbedaan tujuan kegiatan/program pada Kementerian/Lembaga dengan TKDD, sehingga menghasilkan capaian output dengan satuan yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan. Namun demikian, secara substansi program-program yang ada di anatara keduanya telah selaras dan harmonis.
Terkait harmonisasi Belanja Pemerintah (APBN APBD) pada sektor kesehatan, alokasi anggaran bidang kesehatan yang direncanakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setiap kabupaten/kota dengan memperhatikan demografi dan geografis masing-masing daerah. Selain juga perlu dilakukan forum komunikasi secara periodik antara instansi vertikal dan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota untuk mengevaluasi capaian dalam pelaksanaan program kerja sektor kesehatan. Sinergi dan kolaborasi antar unit/instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait pelaksanaan program bidang kesehatan, lebih baik tidak hanyadilakukan oleh Dinas Kesehatan, BKKBN, dan BPOM, namun juga Dinas lain seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, yang menyangkut penyediaan sarana dan prasarana bidang kesehatan. Untuk mendukung berjalannya program-program tersebut diperlukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan DAK Fisik dan Nonfisik Bidang Kesehatan dan secara kuantitas perlu dipastikan ketersedian SDM kesehatan di seluruh daerah di Kalimantan Barat memenuhi standar minimal dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar.
Kajian selengkapnya dapat diunduh pada tautan berikut:
http://bit.ly/KFRKalbarTWII-2022
Serial Kajian Fiskal Regional (KFR) Kalimantan Barat dapat diakses di: