Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar

Pemilu itu Mahal, Kawan

Oleh:

Saor Silitonga

(Kepala KPPN Makassar I)

 

Pemimpin yang tampil buruk masih lebih baik daripada tidak ada pemimpin. Tidak ada pengikut yang jelek, tetapi pemimpin yang tak cakap. Begitulah adagium kepemimpinan. Terang saja, karena paling tidak kita bisa segera mengetahui arah perjalanan entah benar atau keliru, pemimpin yang menghela kereta. Itu sebabnya berbagai bentuk kehidupan di alam senantiasa berlangsung proses kepemimpinan. 

Suara rakyat adalah suara Tuhan. Dan pemilu pun lahir dari rahim sejarah umat manusia untuk menghadirkan suara Tuhan di muka bumi ini. Kerap didengungkan bahwa pemilu adalah pesta demokrasi. Namanya juga pesta, tak mungkin gratis. Bukan saja tak gratis, pemilu itu memang mahal, kawan. Ketua KPU berujar, "Kami memang ingin pemilu ini murah. Murah bagi siapapun, murah bagi KPU, murah bagi peserta pemilu. Makanya desain untuk beberapa kegiatan tahapan pemilu itu harus murah bagi siapapun." Rakyat akan memilih pasangan presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kota/Kabupaten. Mari kita lihat beberapa kuitansi yang harus dibayar untuk perhelatan pemilu di negeri ini.

Pertama, anggaran pemilu Rp24,8 triliun pada 2019, naik dari Rp16 triliun dibanding pada 2018. Anggaran mengikuti program sehingga diharapkan akan tercapai arah kebijakan pemilu 2019 yang meliputi peningkatan kualitas lembaga demokrasi, menjamin hak-hak politik dan kebebasan sipil, mewujudkan birokrasi yang netral dan melaksanakan tahapan pemilu yang aman, menaikkan indeks demokrasi Indonesia diperkirakan yang 2018 pada angka 74,6% menjadi 75% pada 2019, dan meningkatkan partisipasi pemilih dari 2014 sebanyak 75,1% menjadi 77,5% pada 2019. Anggaran pemilu terbesar disalurkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga tersebut diusulkan mendapatkan jatah anggaran Rp18,1 triliun. Ada tiga output yang disasar dari kegiatan KPU, yaitu pemutakhiran data pemilih pemilu, audit dana kampanye pemilu, dan bantuan hukum penyelesaian kasus pemilu. Kepolisian RI mendapat dana Rp2,3 triliun untuk program pengamanan pemilu dan pasca pemilu. Adapun K/L lainnya yang mendapat anggaran pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Konstitusi, dan TVRI.

Kedua, hibah pelaksanaan pemilu. Mari kita cermati catatan Kementerian Keuangan yang melaporkan penerimaan negara dari hibah mencapai Rp 13,9 triliun pada 2018 lalu atau sebesar 11,6 kali lipat dari target Rp1,2 triliun. Penerimaan hibah ini sebagian besar berasal dari penerimaan hibah dalam negeri, yaitu sebesar Rp11,03 triliun atau 79,3% dari total penerimaan hibah. Sisanya berasal dari luar negeri sebesar Rp2,96 triliun atau 21%. Donor dalam negeri terbesar yaitu dari pemerintah daerah berupa kas sebesar Rp10,92 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp8,04 triliun mengalir ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), TNI, dan Polri untuk penyelenggaraan Pilkada. Sisanya, sebesar Rp 2,36 triliun mengalir untuk kegiatan yang menunjang tugas dan fungsi pada sejumlah kementerian/lembaga.

Ketiga, sumbangan dana kampanye. Pada pemilu 2014, sumbangan dari perseorangan maksimal Rp1 miliar, sedangkan pada Pemilu 2019 naik menjadi Rp2,5 miliar. Dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) 2014 tercatat dana kampanye sebesar Rp 2,1 triliun. Adapun pada LPSDK tahun 2019 hanya Rp 427,1 miliar. Total dari dana kampanye senilai Rp427,1 miliar tersebut, sebanyak 79,1% berasal dari sumbangan caleg. Sedangkan parpol hanya berkontribusi 20,9% saja. Dari 22 orang calon senator dari Sulsel, hanya 3 orang yang memiliki sumbangan dana kampanye yakni Iqbal, Ajiep, dan Abdul Rahim. Dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) tercatat sebanyak Rp140 juta, jumlah dana kampanye Iqbal bertambah menjadi Rp230 juta. Sementara Ajiep, bertambah dari Rp15 juta di LADK meningkat menjadi Rp230 juta. Adapun Abdul Rahim bertambah dari Rp9,3 juta di LADK menjadi Rp9,5 juta. Sebanyak 19 calon senator lainnya nihil sumbangan dana kampanye.

Dalam penyusunan suatu laporan keuangan berlaku ungkapan, “Angka-angka menampilkan wajah, uraian mengungkapkan jiwa.” Artinya jika hanya melihat angka-angka pada kuitansi atau dokumen-dokumen anggaran dalam berbagai bentuk otorisasi anggaran nisacaya pengguna laporan bisa tersesat ketika ingin memahami makna atau maksud angka-angka tersebut. Untuk itu diperlukan penyelidikan dan pemahaman lebih mendasar dan mencermati kenyataan pada tataran praktik pelaksanaan anggaran pemilu tersebut.

Soal anggaran, politisi adalah konsumen yang paling royal sedunia karena politisi ingin membuat janji politik yang diumbarnya menjadi kenyataan, dan hal itu berarti uang yang tercantum dalam dokumen APBN/APBD. Untuk itu amat diperlukan suatu tataran praktik pelaksanaan anggaran yang yang tidak sekedar berbicara output anggaran tetapi mencakup outcome anggaran yang memadai, dan hal itu sepenuhnya ada di tangan para pemimpin Kementerian/Lembaga. Sumber dana sebesar Rp24,8 triliun dan hibah pemilu dari pemda sebesar Rp10,92 triliun tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sehingga mudah ditelusuri. Untuk maksud pemilu yang murah maka perlu sekali upaya mencari agar diperoleh berbagai bahan dan prosedur yang murah pula. Barangkali ada rapat dan perjalanan dinas yang bisa dipangkas, atau pencatatan data pemilu menggunakan sedikit kertas, dan berbagai hal yang bisa dibuat menjadi murah. Janganlah lupa bahwa bahkan pemerintah daerah yang kebanyakan mengalami hambatan anggaran dalam mengelola pembangunan infrastruktur harus ikut memberi dukungan dana pemilu.

Selanjutnya angka-angka yang dilaporkan parpol dan para calon wakil rakyat dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) yang justru menurun signifikan untuk pemilu tahun 2019 cukup mengernyitkan dahi. Dalam berbagai riset ditemukan bahwa paling tidak seorang caleg DPR akan menghabiskan biaya rata-rata pemenangan pemilu sebesar Rp1 miliar, calon DPD sebesar Rp2,5 miliar, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing Rp450juta dan Rp200juta. Jika menggunakan data pemilu 2014, maka sebanyak 205.877 caleg telah menghabiskan biaya di kisaran Rp55 triliun. Data hingga Februari 2019 tercatat penerimaan dana kampanye Jokowi dan Prabowo masing-masing Rp130 miliar dan Rp95miliar.

Ada juga riset yang menemukan bahwa sepertiga pemilih terpapar suap pemilu.

Artinya amat patut diduga banyak dana pemilu yang tidak terlaporkan secara transparan. Begitu banyak area abu-abu bahkan ruang gelap perjalanan berliku setiap rupiah selama proses pemilu. Berapa rupiah yang terhambur namun tak ada di catatan laporan dana pemilu? Aroma busuk tercium di segala tempat, namun tak banyak orang yang peduli asal muasal penyebab bau itu. Mahalnya pemilu karena harus ditebus pula dengan berbagai masalah sosial yang timbul seperti maraknya politisasi agama yang menimbulkan keretakan di akar rumput. Memang, politik itu mahal, kawan. Adakah kita mendapat imbalan setimpal? (ss-2019)

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Makassar I
Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar 90174
Tel: 0411-3615241 Fax: 0411-3625873

IKUTI KAMI

Search