Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar

SiLPA dan SULFA

Oleh:

Saor Silitonga

(Kepala KPPN Makassar I)

 

SiLPA nol itu baik dan ideal dalam pelaksanaan anggaran. Sulfa yang cukup itu baik untuk mencegah berbagai infeksi. SiLPA adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran. Jika SiLPA suatu wilayah menunjukkan angka 0 (nol) maka menunjukkan penyerapan anggaran 100 persen. Sulfa adalah obat yang dibutuhkan dalam takaran tertentu untuk mengobati luka. Jika sulfa yang ditaburkan pada suatu luka pada takaran yang cocok maka infeksi bisa dihindari. SiLPA dan sulfa kelihatannya punya kaitan walapun dalam batasan analogi.

Setelah melewati triwulan kedua, maka para Kepala Daerah dan para pimpinan instansi pada kementerian/lembaga mulai menghitung kesempatan yang tersedia untuk segera memutuskan kalau-kalau beberapa kegiatan urung dilaksanakan khususnya pembangunan fisik yang belum juga berhasil memasuki tahap pemenang tender. Urungnya pelaksanaan suatu kegiatan itu yang membuat anggaran tersisa.

Rata-rata SiLPA provinsi seluruh Indonesia masih triliunan rupiah, hampir Rp20 triliun untuk seluruh provinsi pada tahun 2018. Betul, SiLPA ini menjadi salah satu sumber yang akan digunakan untuk menutupi defisit anggaran tahun 2019. Namun sesungguhnya tujuan keuangan negara adalah untuk kesejahteraan rakyat, sehingga terjadinya SiLPA yang berarti secara literal adalah ketidakmampuan pemerintah melaksanakan program secara tuntas adalah suatu kehilangan kesempatan mewujudkan kesejahteraan rakyat secara segera. Ini ibarat seorang pelomba lari yang terluka di tengah arena, untuk mencapai garis finish itu terlalu sulit apalagi menjadi juara. Luka itu perlu setakar sulfa, untuk menjadi pulih di pertandingan berikut. Hanya itu pilihan yang ada.

Itu sebabnya Gubernur Nurdin Abdullah baru-baru ini berkata, “Pokoknya paket dilakukan secara proporsional, jangan ambil langkah yang tidak mungkin kita lakukan, seperti misalnya di APBD-Perubahan mau bikin gedung ini dan itu, cukup tidak waktunya?” Adalah benar bahwa amat berisiko terhadap kualitas pekerjaan fisik jika dipaksakan dalam kurun waktu yang sempit. Sisi administasi keuangan dari pencairan dana hingga penyusunan laporan keuangan juga mengemban resiko tersendiri karena penumpukan permintaan dana dalam waktu singkat dapat memengaruhi keakuratan segala dokumem terkait.

Waktu yang tersedia kini menjadi sedikit ketika banyak kelambanan berlangsung akibat infeksi luka-luka yang belum jua terobati pada birokrasi kita pada hari-hari yang lalu di beberapa bagian, antara lain:

Pertama, akurasi perencanaan yang kurang memadai sehingga sulit untuk dilaksanakan. Misalnya, pembangunan jalan menjadi terhambat karena pembebasan tanah yang belum berujung. Perlu diteliti secara detail penyebab hambatan-hambatan seperti ini untuk memastikan hambatan tersebut bukan justru di sisi pemerintah yang bisa mengambil rupa dalam berbagai bentuk seperti penetapan harga tanah, perizinan, dan sebagainya. Obat sulfa untuk infeksi jenis ini adalah peningkatan kompetensi aparat yang disertai dengan kegigihan untuk membuat suatu perencanaan total dalam jangka panjang, menengah, dan jangka tahunan. “Tiba masa tiba akal” bukanlah obat yang dianjurkan pada penyakit seperti ini.

Kedua, tender yang terlambat. Sebenarnya aturan sudah memungkinkan kalau tender untuk pekerjaan tahun depan bisa dilaksanakan pada tahun berjalan. Namun hal ini masih jarang terjadi karena konsentrasi pada pekerjaan tahun ini. Yang menjadi soal adalah mengapa sampai triwulan ketiga tender belum juga rampung? Saatnya memeriksa jikalau kelambanan ini terjadi pada satuan kerja pelaksana kegiatan atau pada panitia (kelompok kerja) pengadaan barang/jasa. Di satu sisi para satuan kerja yang memiliki kegiatan pembangunan fisik hendaknya membuat suatu jadwal rinci pelaksanaan kegiatan yang mudah diawasi bersama. Di sisi panitia (kelompok kerja) pengadaaan barang/jasa agar bekerja secara profesional. Infeksi parah pengadaan barang/jasa kerap terjadi pada tahap tender. Pemenang tender sering ditetapkan setelah tawar-menawar di ruang gelap berliku. Satuan kerja punya “jagoan”, demikian pula panitia pengadaan barang/jasa punya “jagoan” untuk dimenangkan dengan berbagai cara. Jika ini yang terjadi maka keputusan penetapan pemenang tender akan molor dan menjadi tidak menentu. Obat yang ampuh adalah tranparansi seraya menempatkan orang-orang berintegritas tinggi pada tahap ini.

Pada akhirnya segala tanggung gugat berhenti di hadapan sang pemimpin. Oleh karena itu para kepala daerah dan pimpinan instansi tidak bisa tidak wajib menceburkan diri kepada seluruh proses pengadaan barang/jasa. Secara berkala perlu penguatan koordinasi untuk mencegah infeksi menyebar dan merambati seluruh tubuh birokrasi yang tengah meradang. Semoga SiLPA tidak semakin membengkak dan meradang karena sesungguhnya tersedia sulfa yang cukup bagi kita untuk mencegah infeksi birokrasi. Sulfa itu bertajuk, “bagimu negeri, jiwa raga kami.” (ss-2019)

                                                                 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Makassar I
Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar 90174
Tel: 0411-3615241 Fax: 0411-3625873

IKUTI KAMI

Search