Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar

WTP Koq OTT?

(Catatan Risau dari Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2018)

Oleh:

Saor Silitonga

Kepala KPPN Makassar 1

Mahasiswa Pasca Sarjana S3 Unhas

 

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah kasta tertinggi opini BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah kasta terendah penindakan terhadap korupsi karena pelaku dan alat bukti teringkus secara kasat mata. Aneh bin ajaib, kedua peristiwa ini bisa berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Kerap terjadi ketika suatu entitas akuntansi yang menyusun suatu laporan keuangan dan didapuk mendapat opini WTP serta merta pula mempertontonkan peristiwa OTT terhadap para pengelola keuangan entitas akuntansi tersebut. Kepala Daerah anu terciduk OTT, anggota DPR/D di sana teringkus OTT, pejabat Kementerian/Lembaga itu tertangkap pada OTT, padahal baru saja para tersangka korupsi ini mendapat penghargaan WTP atas laporan keuangan yang mereka susun sendiri. Tercatat 19 Kepala Daerah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK hanya pada semester pertama 2018.

Tren yang terjadi pada sisi jumlah entitas akuntasi yang mendapat opini WTP seungguhnya menggembirakan hati kita. Sebanyak 298 pemerintah kabupaten sudah WTP pada tahun 2017 atau mengalami kenaikan dari 222 pemerintah kabupaten pada tahun 2015. Sebanyak 80 pemerintah kota memperoleh WTP pada tahun 2017 naik dari 56 pemerintah kota WTP pada tahun 2015. Demikian pula dengan pemerintah provinsi yang terus berbenah mencatat angka 33 WTP pada tahun 2017, naik dari 29 WTP pada tahun 2015. Delapan pemprov mencetak rekor WTP berturut-turut sejak tahun 2013 hingga 2017 yaitu DI Yogyakarta, Gorontalo, Jabar, Kalsel, Kepri, NTB, Sultra, dan Sumbar sehingga mendapat penghargaan dari Menteri Keuangan. Kementerian/lembaga juga berada pada suasana yang sama, bahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang disusun oleh Ditjen Perbendaharan Kemenkeu sebagai konsolidasi seluruh transaksi keuangan negara pun sudah mumpuni menyusun suatu laporan yang baik karena dalam 2 tahun terakhir sudah bertengger di dahan kokoh WTP. Dari 87 kementerian atau lembaga, 80 memperoleh opini WTP, 6 memperoleh Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 2 Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Kementerian atau lembaga yang mendapat opini WTP pada 2017 meningkat ketimbang 2016 yang hanya 74 dari 88 instansi. Sementara opini WDP berkurang dari delapan kementerian atau lembaga pada 2016 menjadi enam pada 2017. Begitu juga dengan opini Tidak Memberi Pendapat (TMP) dari enam di 2016 tersisa menjadi dua setahun kemudian.

Lantas apakah memperoleh opini WTP sudah bermakna korupsi tidak terjadi? Rasanya memang tidak selalu bermakna demikian. Menteri Keuangan Sri Muliani dalam rapat kerja nasional bertema “Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2018” baru-baru ini mengingatkan agar kiranya laporan keuangan yang sudah baik dapat sejajar dengan perilaku antikorupsi di semua daerah dan entitas akuntansi pemerintahan. Semua entitas akuntansi tentu saja berlomba mencapai opini WTP sebab hal ini paling tidak memberi gambaran bahwa entitas bersangkutan sudah mengadministrasikan keuangan secara mumpuni. Pemerintah daerah yang mendapat opini WTP bahkan dihargai dengan Dana Insentif Daerah berjumlah miliaran rupiah.

Seolah-olah terjadi anomali antara WTP dan OTT. Bagaimana memaknai hubungan opini WTP dengan masih maraknya korupsi? Sesungguhnya untuk memahami hal ini dapat dimulai dengan terlebih dahulu mengerti jenis pemeriksaan yang dilangsungkan sehingga kita tidak salah kaprah dalam memahami kaitan antar peristiwa WTP dan OTT. Pemeriksaan BPK terbagi dalam 3 jenis yakni pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, efektivitas penilaian internal, kecukupan pengungkapan informasi, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai ekonomis, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi. Kemudian juga pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lainnya.

Dengan demikian pemeriksaan keuangan lebih menekankan pada persoalan formal administratif saja alias belum menyentuh lapisan material transaksi keuangan negara. Misalnya dalam pemeriksaan ditemukan suatu proses pengadaan barang atau jasa ternyata menyimpang dari ketentuan, namun administrasi keuangan sudah dilaporkan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, maka laporan keuangan sedemikian bisa saja kemudian memperoleh opini WTP. Laporan keuangan tidak menyajikan data detail tentang keluaran suatu kegiatan tetapi menyajikan transaksaksi keuangan menyangkut penerimaan/pengeluaran dan neraca. Katakanlah suatu entitas membangun gedung bertingkat lima, maka suatu laporan keuangan hanya menyajikan administrasi keuangan tentang pagu anggaran dan realiasasi final anggaran tersebut yang pada akhirnya dapat dilihat pada aset yang tercatat pada neraca senilai realisasi anggaran tersebut. Laporan keuangan tidak menyajikan data luas lagi mendalam terkait bangunan atau tinggi bangunan atau kedalaman pondasi bangunan dan sebagainya. Kepentingan suatu laporan keuangan lebih kepada kewajaran seluruh pengungkapan transaksi keuangan bukan pada keluaran transaksi tersebut.

Itu sebabnya dapat dikatakan bahwa opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak terjadi korupsi sebab pemeriksaan laporan keuangan pada dasarnya memang tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi.

Laporan keuangan itu ibarat selembar peta. Tentu saja banyak petunjuk di peta itu. Oleh karena itu seorang awam pun jika punya sedikit kemauan belajar pada dasarnya akan mampu memahami suatu laporan keuangan. Mata yang awas sesungguhnya bisa mahfum berbagai hal yang terjadi dalam pengelolaan keuangan negara/daerah jika saja dilakukan penelusuran lanjutan ke sudut-sudut angka yang tersaji pada laporan tersebut. Katakanlah jumlah pagu anggaran pada suatu entitas berjumlah sama besar dengan entitas sejenis lainnya. Namun entitas yang satu tidak menghasilkan penambahan aset pada neraca seperti jumlah aset entitas lain. Hal sedemikian menunjukkan sesuatu hal tentang cara dan pilihan entitas dalam merencanakan dan melaksanakan anggaran. Anggaran yang tidak membentuk aset sedikit banyak bisa dimaknai sebagai anggaran ‘angin’ yang berisi kegiatan rapat, honor, perjalanan dinas, dan belanja barang operasional dan sebagainya yang tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pembentukan aset, padahal pembentukan aset amat perlu untuk menaikkan potensi dan aktifitas pemerintahan dan masyarakat untuk menggapai kesejahteraan. Dengan memahami hal-hal mendasar sedemikian tentu saja pemeriksaan laporan keuangan akan memberi manfaat yang penting bagi perencanaan anggaran selanjutnya.

Lebih jauh lagi pemberian opini BPK mengungkapkan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan. Itu sebabnya opini WTP tidak mungkin diberikan oleh BPK jika pada entitas tersebut pada masa pemeriksaan keuangan atau pada waktu yang berdekatan sebelum pemeriksaan ternyata terjadi korupsi. Hal ini bisa terlihat di beberapa daerah, ketika peristiwa OTT terjadi, serta merta opini WTP laporan keuangan pada tahun sebelumnya langsung merosot ke opini WDP alias turun peringkat. Di tingkat kementerian/lembaga kita masih ingat kasus Bakamla. Pihak BPK tidak memberikan opini terhadap laporan keuangan yang masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi di lembaga ini.

Kerisauan Menteri Keuangan adalah kerisauan kita semua. Jika opini WTP diraih namun perilaku korupsi masih tak jua risih, ini hanya menunjukkan kebobrokan yang memprihatinkan menyembunyikan kotoran bau di balik lembaran laporan keuangan berisi angka-angka dan berbagai pengungkapan yang terlihat bagus dan rapih padahal menyimpan keriapan kuman-kuman pembunuh. Baiklah para pemimpin daerah dan pengguna anggaran kementerian/lembaga di semua tingkatan benar-benar mengikuti segala petunjuk yang disajikan pada laporan keuangan sehingga ke tahun-tahun mendatang kerisauan ini tidak membuat galau di hati rakyat Indonesia dari di seluruh penjuru negeri. (ss2018)

 

 

 

 

 

 

 

 

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Makassar I
Jl. Slamet Riyadi No. 5 Makassar 90174
Tel: 0411-3615241 Fax: 0411-3625873

IKUTI KAMI

Search