Manna

Berita

Seputar Kanwil DJPb

Akuntansi dan Pelaporan di Era Next Treasury

Latar Belakang

Era transformasi digital saat ini menghadirkan berbagai tantangan dan peluang bagi sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, terutama dalam sektor pemerintah. Saat ini tuntutan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi semakin tinggi, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) berperan penting dalam memastikan tata kelola keuangan yang baik, yang tidak hanya fokus pada pelaporan, tetapi juga pada pengembangan sistem yang lebih baik. Transformasi menuju digitalisasi menjadi kebutuhan utama bagi pengelolaan keuangan yang modern, sejalan dengan perkembangan teknologi seperti Big Data, Artificial Intelligence (AI), dan cloud computing.

Pembahasan

Meskipun upaya transformasi digital telah dimulai, terdapat sejumlah masalah yang perlu diatasi untuk mewujudkan akuntabilitas yang lebih baik. Pertama, meskipun DJPb bertanggung jawab atas pencapaian Pilar I Pelaporan Fiskal dengan hasil yang memuaskan, masih ada beberapa kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda) yang belum mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Pada tahun 2023, 4 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) gagal memperoleh opini WTP, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya pada tahun 2022 yang hanya terdapat 1 KL yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Sementara untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2022, 496 Pemda (91,5%) mendapatkan opini WTP, 41 Pemda (7,7%) mendapatkan opini WDP dan 5 Pemda (0,9%) mendapatkan opini TMP. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam penyusunan laporan keuangan yang perlu segera diperbaiki.

Selain itu, tantangan teknologi juga menjadi fokus utama, di mana sistem aplikasi yang digunakan saat ini, seperti SAKTI dan MonSAKTI, belum dioptimalkan secara penuh. Masih terdapat perbedaan data rekonsiliasi serta masalah dalam pemanfaatan modul aplikasi yang menyebabkan tidak maksimalnya pelaporan keuangan. Adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi anggaran, serta perbedaan prinsip pencatatan antara LPJ dan laporan keuangan, juga turut menambah kompleksitas permasalahan.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, beberapa langkah strategis telah direncanakan. Pertama, peningkatan integrasi antara sistem pelaporan di tingkat pusat dan daerah diperlukan, termasuk optimalisasi penggunaan aplikasi SAKTI dan MonSAKTI untuk mendukung rekonsiliasi data yang lebih baik. Pengembangan fungsi modul dalam aplikasi ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah rekonsiliasi serta meminimalisir kesalahan pelaporan.

Kedua, untuk menghadapi ketidakselarasan antara LPJ dan laporan keuangan, perlu dilakukan harmonisasi antara keduanya. Kebijakan rekonsiliasi internal dan eksternal harus dipertegas sehingga tidak ada lagi perbedaan data yang disebabkan oleh pencatatan yang dilakukan secara backdate. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa sistem pengelolaan keuangan berbasis digital mampu menangani perkembangan terbaru di bidang teknologi informasi, termasuk pemanfaatan Big Data dan kecerdasan buatan untuk analisis yang lebih mendalam dan akurat.

Selanjutnya, diperlukan juga peran Kanwil/KPPN dalam menjalankan fungsi TREFA (Treasurer, Regional Economist dan Financial Advisory) dengan percaya diri, efektif, fleksibel dan persisten dengan menjalankan fungsi Perbendaharaan tanpa kesalahan, mengetahui dan mempelajari perkembangan perekonomian, keuangan/anggaran dan kinerja satker mitra di wilayah masing-masing, serta mengawal dan membatu proses tindak lanjut rekomendasi BPK oleh satker mitra. Hal ini memerlukan peningkatan kompetensi SDM Kanwil/KPPN dalam hal pemahaman kebijakan, teknologi serta pelaksanaan tugas akuntansi dan pelaporan. Dengan SDM yang kompeten diharapkan implementasi sistem akuntansi dan pelaporan dapat berjalan lebih efektif.

Simpulan dan Rekomendasi

Diharapkan kualitas pelaporan keuangan pemerintah dapat terus meningkat dan mencapai standar yang lebih tinggi dengan adanya peningkatan optimalisasi aplikasi SAKTI dan MonSAKTI, harmonisasi kebijakan akuntansi pusat dan daerah, peningkatan pengawasan dan pembinaan satker, dan pengembangan kapasitas SDM, sehingga mampu mendukung transparansi dan akuntabilitas yang diharapkan oleh publik.

Serta perlu ditekankan Kembali bahwa opini WTP merupakan suatu keharusan (kewajiban) yang perlu menjadi budaya, dan bukan sebuah tujuan akhir dari pertanggungjawaban keuangan negara. Untuk itu pemerintah perlu melakukan perbaikan berkelanjutan melalui berbaga inovasi dan penyempurnaan sehingga keuangan negara dapat mencapai tujuan bernegara, menciptakan Indonesia yang merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Peta Situs   |  Email Kemenkeu   |   FAQ   |   Prasyarat   |   Hubungi Kami

Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Manna
Jl. Affan Bachsin No.103, Ps. Baru, Kec. Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu
Tel: (0739) 21080 Fax: (0739) 21018

IKUTI KAMI

 

PENGADUAN

 

Search